P E M B U K A A N

Selamat Datang di Halaman Saya...

Segala isi dalam blog ini merupakan kumpulan dari kiriman2 yang terdahulu dari site2 yang telah ada ataupun telah tutup. Namun tidak menutup kemungkinan juga apabila ada para pembaca yang mau menceritakan cerita baik itu itu pengalaman pribadi, teman, adik, kakak, om, tante, maupun hanya karangan saja akan berusaha kami terbitkan asalkan tidak ada mengandung SARA ajha, untuk mengirimkan cerita silahkan kirimkan e-mail ke empu nya 17 ploes ploes. Blog ini di khususkan bagi yang telah dewasa atau yang umur nya telah 17 ke atas sesuai dgn nama nya 17 ploes ploes. Bagi yang belum cukup umur, sok alim, munafik, ataupun gak doyan dengan yang beginian harap langsung di tutup saja halaman ini, dan jangan banyak cuap.

** SELAMAT MEMBACA **

Senin, 26 April 2010

Gairah Tante Vivi (Bagian-3)

Sambungan Dari Bagian-2


Wajah cantiknya yang berkeringat kelihatan memerah seolah menahan sesuatu, bibir bawahnya digigit keras seperti geram, kedua matanya yang sedikit merah memandangku seolah mau marah. Aku semakin tersenyum lebar, namun tidak demikian dengan Tante Vivi..., rupanya ia jengkel karena hampir saja aku membuatnya orgasme namun justru aku malah menghentikannya ditengah jalan.
"K.., kkamu..., benar-benar nakal sekali Arr..., hh..., teganya kamu Sayang...", bisiknya dengan bibir gemetar. Lalu dengan cepat tanpa kuduga sama sekali, Tante Vivi menggulingkan tubuh montok seksinya yang putih mulus ke atas menaiki tubuhku, Kedua pahanya dibuka lebar dan kedua belah bokongnya yang bulat padat terasa begitu kenyal dan tanpa ampun menduduki buah zakarku sementara bukit kemaluannya yang besar terasa begitu empuk menekan batang penisku yang sudah sangat tegang..., ooh..., nikmatnya.
Sambil menyunggingkan senyuman sadis Tante Vivi memandangku seolah ingin menelanku.
"Tante mau lihat sehebat apa kamu Arr...", bisiknya pelan. Aku yang masih terkaget menyaksikan ulahnya tadi hanya bisa melongo sambil menikmati sentuhan tubuh montoknya pada alat kejantananku sambil memandangi kedua buah payudara besarnya yang mengacung kencang ke depan memamerkan kedua buah puting susunya yang kelihatan sedikit membesar keras dan berwarna coklat kemerahan.
Aku masih terpana memandang keindahan tubuhnya, ketika dengan cepat Tante Vivi mengangkat pinggulnya yang ramping ke atas, kedua belah pahanya yang putih mulus kelihatan begitu seksi dan padat. Begitu gemas saat jemari tangan kanan Tante Vivi menggenggam dan meremas batang penisku..., lalu di arahkan ke bukit kemaluannya sebelah bawah..., ke depan mulut liang vaginanya..., oohh..., aku mendesah pelan menyaksikan semua itu. Aku tidak menyangka Tante Vivi melakukan semua itu tanpa perasaan risih sedikitpun, mungkin ia sudah begitu ngebet dan liang vaginanya sudah gatal kepingin disetubuhi. Sejenak aku mengira ia pasti sukar sekali memasukkan batang penisku yang sudah berdiri tegak dan besar mirip punya Rocco Siffredi. Kuluruskan kedua pahaku ke bawah agar Tante Vivi tidak terlalu kesulitan menyetubuhiku nantinya. Tetapi kali ini aku kecele..., sambil menundukkan wajah yang membuat rambut panjangnya terurai indah, kulihat Tante Vivi sejenak berkutat masih mengarahkan batang penisku ke pintu liang vaginanya lalu dengan perlahan pinggulnya diturunkan.
Oogghh..., Aahh..., aku mendelik dan mengerang nikmat saat dengan mata kepalaku sendiri kulihat bibir kemaluannya yang tebal itu vaginaar lebar menerima tusukan kepala penisku dan liang vaginanya yang merah dan sempit mulai tersibak dan menjepit ujung kepala penisku yang secara perlahan-lahan mili demi mili mulut daging liang vaginanya semakin melebar sesuai ukuran kepala penisku dan mulai menenggelamkannya ke dalam liang vagina Tante Vivi.
"Oougghhghh..., nngngnghhaahh...", pekikku keras menahan rasa nikmat yang luar biasa saat kepala penisku dalam 5 detik telah berhasil memasuki liang vaginanya yang ketat. aahh..., di dalam situ kurasakan daging vaginanya seolah sudah menjepit sedemikian kuat seolah diremas-remas membuat kepala penisku berdenyut-denyut keenakan.
Tante Vivi melepaskan jemari tangan kanannya dari batang penisku, kini kedua tangannya diletakkan di atas dadaku sambil setengah membungkuk untuk menyangga tubuhnya bagian bawah yang masih melakukan penetrasi. Ia kini memandangku dengan senyuman manisnya kembali, bibirnya yang ranum merekah indah. Kedua buah dadanya yang besar dan kencang kini setengah menggantung bak buah pepaya.
"Enaak..., Arr...", bisik Tante Vivi tanpa malu-malu padaku.
"I..., iiyaa tantee...", sahutku gemetar menahan rasa nikmat.
"Mm..., milikmu besar juga sayangg...", bisiknya lagi. Lalu dengan perlahan-lahan Tante Vivi mulai menurunkan pinggulnya kebawah lagi sambil memejamkan mata. Namun mulutnya yang indah itu malah tersenyum seolah ikut menikmati apa yang sedang kurasakan sekarang.
"Aahhgghh...", erangku keenakan saat daging liang vaginanya yang luar biasa sempit itu mili demi mili secara perlahan terus menjepit kuat dan menenggelamkan batang penisku yang masih tersisa sekitar 11 centi lagi. Dengan sekuat tenaga sambil menahan rasa nikmat kusaksikan terus proses penetrasi itu, urat-urat di seluruh batang penisku sampai menonjol keluar membentuk guratan-guratan kasar di sekeliling permukaan penis menahan jepitan daging liang vagina Tante Vivi yang terus berusaha menenggelamkan seluruh alat kejantananku itu. Mili demi mili kini berganti centi demi centi..., dengan tanpa hambatan berarti walau terasa begitu sesak dan sempit batang penisku melungsur masuk dengan ritme semakin cepat kedalam liang vaginanya.
"Mm..., aahh..., mm", Tante Vivi hanya mendesah dan merintih kecil saat batang penisku yang besar dengan perlahan telah hampir seluruhnya tenggelam ke dalam bagian tubuhnya yang paling sangat terlarang. Hanya tinggal 2 centi saja kulihat batang penisku yang masih tersisa di luar liang vaginanya. Kedua mataku sudah merem melek keenakan, kedua pahaku sampai gemetaran saking hebatnya rasa nikmat itu.
"ooww..."
"Aaghghghh..."
Kami berdua mengerang nikmat hampir bersamaan, saat penetrasi yang terakhir berlangsung. Kulihat sekilas bukit kemaluan milik Tante Vivi itu sedikit menggembung lebih besar karena seluruh batang penisku yang tebal sepanjangnya 14 centi itu telah terbenam kandas di dalam liang vaginanya. Betapa indah menyaksikan dua alat kemaluan milik kami berdua yang telah menyatu padu. Selain jepitannya yang luar biasa ketat, kurasakan daging vagina Tante Vivi yang terasa hangat dan licin itu seolah memijat-mijat mesra dan menghisap lembut. Wooww...' ujung jemari kakiku sampai gemetaran keenakkan.
"mm..., Bagaimana sayang..", bisik Tante Vivi pelan sambil memandangku mesra sekali.
"Aahhghghg..., Nikmat sek.., kali Vii..", sahutku gemetar.
Kedua pahanya yang mulus kini menjepit pinggangku mesra, sementara pinggulnya menempel selangkanganku dengan ketat. Bokongnya yang kenyal menduduki kedua buah bola zakarku.
"Air maniku..., mau keluar Tante...", bisikku menahan nikmat sambil setengah menggodanya.
"Iihh..., Awas yaa kamu Ar..", sahutnya sambil tersenyum. Ia seolah mengerti batang penisku tidak bakalan lama bertahan dijepit liang vagina miliknya seketat itu.
"Ar..., Tante sudah lama sekali tidak melakukan ini..., mm..., tahan ya sayang..., tunggu Tante yaa..",bisiknya begitu genit sekali.
Lalu dengan perlahan Tante Vivi mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun secara perlahan menggesekkan daging liang vagina sempitnya dengan batang penisku yang sudah tegak tak terkira. Seolah tidak ada hambatan walaupun terasa begitu sesak saking sempitnya ketika kedua alat kelamin kami saling beradu dan bergesekan.
"Uuhh..., uhh..., uhh..", Tante Vivi merintih kecil saat setiap kali pinggulnya bergerak turun memasukkan kembali batang penisku yang besar dan keras ke dalam liang vaginanya. Wajahnya yang cantik bergoyang lembut seiring dengan goyangan pinggulnya yang menggemaskan di atas selangkanganku. Kedua matanya dipejamkan rapat seolah sedang meresapi dan menikmati persenggamaan yang benar-benar luar biasa indah ini. Kedua buah dadanya yang besar terguncang-guncang begitu indah bak buah kelapa tertiup angin. Kedua jemari tangannya yang menyangga dan menekan lembut dadaku menghentak-hentak pelan setiap kali pinggul Tante Vivi bergoyang pelan naik turun secara teratur.
Aku tak sanggup lagi menikmati semua sensasi indah ini sendirian. Aku masih seakan tak percaya melihat sesosok tubuh cantik bak bidadari yang begitu montok dan seksi, begitu putih dan mulus dan kini malah sedang asyik menggoyangkan pinggulnya yang aduhai di atas selangkanganku menikmati alat kejantananku.
"Oohhaahh..., hahahhgghh...", erangku saking nikmatnya. Batang penisku seakan dikocok, dibelit, disedot dan dikenyot habis-habisan oleh daging liang vaginanya yang luarbiasa sempit dan licin. Kedua mataku merem-melek secara bergantian menikmati gesekan itu, setiap kali pinggul Tante Vivi bergerak ke atas aku merasa batang penisku seakan disedot kuat daging liang vaginanya namun begitu pinggulnya bergerak turun ke bawah batang penisku seakan diremas dan dilumat hebat oleh liang vaginanya.
Sukar diungkapkan dengan kata-kata rasa nikmatnya.
"Vivi..., aagghh..., aahahhgghh...", erangku berulangkali keenakan. Kedua tanganku berusaha menahan laju naik turun pinggulnya yang kurang ajar itu. Namun jemari kedua tanganku seolah tiada bertenaga mengangkat bokongnya yang berat, dan tanpa ampun secara terus-menerus liang vagina Tante Vivi dengan jepitannya yang luar biasa meluluh lantakkan seluruh batang penisku seperti pisang kepok yang tak berdaya diremas dan dipilin-pilin sampai lumat. Aku tak sanggup bertahan meredam rasa nikmat seks yang luar biasa itu, air maniku sontak langsung mengalir mendesak-desak hendak muncrat keluar. Tante Vivi seolah tak mau tahu terus bergerak naik turun menggoyang pinggul mengeluar masukkan batang penisku ke dalam liang vagina sempitnya.
"Uuhh..., uuhh..., uu..., hh..., uuhh..", erangnya berulangkali menikmati alat kejantananku yang sedang berada di dalam liang vaginanya.
"aahahh...", aku mengerang panjang sambil sejenak menahan napas untuk menghambat agar air maniku tidak sampai muncrat keluar.
"uuh..., kamu mau keluar sayang...", bisik Tante Vivi genit.
"Iyyaa..., Vi..", sahutku gemas tanpa memanggilnya dengan sebutan Tante lagi
"ooh..., Aku bener-bener tidak tahan lagi."
"Hik..., hik..., oke Sayang..., kamu keluar duluan Ar..., Tante jepit lebih keras yaa Sayang...", bisiknya semakin genit tanpa malu-malu. Aku jadi makin gemas dibuatnya.
Tante Vivi memang benar-benar luar biasa sambil menggoyang pinggul semakin cepat naik turun, kurasakan daging liang vaginanya seolah menjepit 2 kali lebih hebat, batang penisku seolah diremas dan dikenyot-kenyot hebat sambil digesekkan keluar masuk meski hanya sekitar 4 centi saja.
oohh..., bak tanggul jebol akhirnya aku menyerah kalah..., aku tak mampu menahan desakan air maniku yang sudah sampai di leher batang penisku. Kuremas gemas kedua belah payudara Tante Vivi yang besar terguncang dengan kedua belah jemari tanganku. Aku menggeram keras dan melepas puncak kenikmatan seks.
"aagghhghghhgaahh...", Teriakku nikmat..., saat dengan hebatnya air maniku muncrat keluar dengan tembakan-tembakannya yang keras dan kuat.
"Craatt..., craatt..., Crraatt..., craatt.." ke dalam liang vagina Tante Vivi yang sempit licin dan hangat.
"uu..., mm..., uu..., mm..., ooww.., banyak sekali manimu sayangghh..., uu...", desahnya lembut saat air maniku kutembakkan berulang kali dengan sepenuh rasa nikmat ke dalam liang vaginanya.
Jiwaku seakan terbang melayang jauh keatas awan..., begitu tinggi..., terasa begitu nikmatnya, "Oohh...". Tubuhku seakan menggelepar dirajam kenikmatan yang tak terkira, begitu indah dan enaknya saat daging liang vagina Tante Vivi yang menyempit hebat menggesek semakin cepat pula batang penisku yang sedang collapse..., ejakulasi, seakan milikku diurut-urut mesra sembari memuntahkan air mani yang sangat banyak dan kental.
Crraat..., crraatt..., crraatt..., creett...
Kira-kira 8 semburan nikmat yang memabukkan. Aku masih terlena diawan kenikmatan menikmati sisa-sisa semprotan air maniku yang masih tersembur keluar di dalam liang vaginanya. Tante Vivi dengan masih bersemangat menggenjot pinggulnya naik turun dengan cepat meluluh lantakkan alat kejantananku yang benar-benar sudah lumat terkuras. Jiwaku seakan kembali terhempas keatas tanah..., seolah terlempar dari pusaran awan kenikmatan yang terasa begitu singkat.
Aku membuka mata kembali saat kurasa Tante Vivi menghentikan gerakan pinggul seksinya yang aduhai. Kini ia merebahkan tubuhnya yang berkeringat basah di atas tubuhku, kedua buah dadanya yang sebesar melon menekan lunak dan terasa kenyal di dadaku. Batang penisku masih perkasa tegak 100 % walau isinya serasa sudah terkuras habis..., jepitan daging liang vaginanya masih kurasakan begitu hebat meremas dan mengenyot alat kejantananku yang masih terbenam kandas di dalam situ.
"mm..., bagaimana Ar..., nikmat sayangg...", bisiknya sambil memandang genit ke arahku.
"Ahh..., kau luar biasa sekali Vi..", sahutku lirih. Masih lemas.
"Air manimu banyak sekali Ar..", ujarnya polos. Wajahnya yang cantik kelihatan tersenyum puas bisa membuatku tak berdaya. Kuelus rambut hitamnya yang terurai panjang sampai menerpa leherku yang basah berkeringat.
"Kenapa Vi...? kau tidak suka air maniku sebanyak itu.", tanyaku lemas.
"iihh..., hik..., hik..., tidak Ar..., cuman..., Tante khawatir kalo sampai hamil..", bisiknya padaku tetap dengan senyum manisnya.
"aah..., Vi..., kau jangan nakut-nakuti gitu dong..., kita khan cum..", Belum habis omonganku, Tante Vivi menempelkan jari telunjuk tangan kanannya ke bibirku.
"sstt..., Tante tau Ar..., Sudahlah..., ini cuman seks khan sayang..", bisiknya lagi.
"Cupp...", Mulutku mengecup gemas bibir ranumnya yang nakal itu. Sejenak kami saling bercumbu beradu bibir, saling mengulum dan mengecup..., begitu nikmat rasa bibir Tante Vivi itu.
Ketika kecupan mesra itu berakhir, aku berbisik mesra padanya.
"Vi..., aku masih punya kejantanan yang lain..", kataku gemas.
"Apa itu Ar...?", tanyanya mesra. Bibir ranumnya kelihatan basah habis kukecup dan kukulum tadi.
"Kamu belum puas khan Vi...?", ujarku balas bertanya.
"Iyaa Ar..., mm..., tapi Tante capek sayang...", bisiknya sambil mengerling genit.
"Aku yang akan memuasimu sekarang Vi..", bisikku gemas.
"mm..", ia tak menjawab, namun matanya dipejamkan seolah membayangkan apa yang akan aku lakukan.
Aku jadi bernafsu, membuat batang penisku yang masih terbenam nikmat di dalam liang vaginanya yang sempit jadi semakin berdiri dan tambah perkasa.
Aku memeluk pinggang Tante Vivi yang kecil dan ramping dengan erat, sambil kubisikkan kalimat mesra di telinganya. Dengan tersenyum senang dan saling berdekapan erat kugulingkan tubuh Tante Vivi ke samping kiri tempat tidur, lalu dengan posisi batang penisku masih tetap terbenam terjepit di dalam liang vaginanya, kugulingkan tubuhku ke samping sekali lagi dan menaiki tubuh Tante Vivi yang kini ganti berada di bawah tindihanku.
Wooww..., nikmatnya menindih tubuh bugil montoknya yang hangat. Terasa hangat empuk dan mulus sekali kulit tubuhnya. Apalagi sembari menikmati jepitan daging tubuhnya yang sangat terlarang itu.
Sejenak kami terdiam saling berpandangan mesra.
"Ar..., jujur saja..., sudah berapa wanita yang pernah kamu tiduri...?", tanyanya pelan. Aku tersenyum geli mendengar pertanyaannya yang spontan dan sedikit aneh.
"mm..., baru seorang saja..., Vi..", kataku terus terang.
"Selva khan..?", tanyanya lagi.
"Bukan Vi..., orang lain..", bisikku pelan. Pertanyaannya itu benar-benar membuat rasa bersalah itu hadir kembali dalam batinku.
"mm..., kamu nakal Ar..., awas sayang jangan menghianati Selva yaahh..", bisiknya sedikit serius. Jemari tangannya mencubit pinggangku gemas.
oohh..., aku tak ingin melepas kenikmatan ini terlalu lama dengan soal Dina atau Selva karena hanya makin mengingatkanku dan menambah rasa bersalahku pada mereka. Aku menundukkan muka dan kembali mengulum bibir ranum Tante Vivi dengan gemas. Tante Vivi membalas cumbuanku tak kalah mesra, kedua mulut kami saling berpagutan mesra beberapa saat.
"Ar..., puasi Tante sayang..", bisiknya manja di telingaku. Aku tersenyum penuh gairah mendengar permintaannya. Kukecup sekilas bibir ranumnya sekali lagi, lalu sambil saling berpandangan mesra, kutarik pinggulku keatas secara perlahan mengeluarkan batang penisku dari dalam jepitan liang vaginanya sampai keluar kira-kira sekitar 8-10 centi lalu dengan perlahan pula kembali kuturunkan pinggulku ke bawah memasukkan kembali alat kejantananku ke dalam liang vagina sempitnya yang seolah menyambut mesra dengan remasan dan urutan-urutan lembut penuh kenikmatan.
"uuhh..". Tante Vivi merintih pelan keenakan sambil tetap tersenyum manis kepadaku. Kedua jemari tangannya mengusap-usap mesra pantatku yang lagi asyik secara teratur mulai bergerak turun naik menyetubuhinya.
"Uuhh..., uuhh..., uuhh...", erang Tante Vivi lirih setiap kali batang penisku kutarik keluar menggesek daging liang vaginanya yang sempit dan licin. Untung saja air maniku yang tumpah tadi seolah membantu melicinkan pergesekan kedua alat kelamin kami. Aku merasa betapa liang vaginanya itu seolah berusaha menyedot dan mencengkeram kuat saat batang penisku berusaha menggesek keluar dan seakan seperti diremas, dilumat dan diurut begitu hebat tapi nikmat saat kembali kubenamkan batang penisku ke dalam liang vagina Tante Vivi.
"Aahhgghghgh..., aahhgghh.."
Mau tak mau aku kembali berkelojotan merasakan kenikmatan yang tiada tara. Seakan membangun kekuatan baru ketika kenikmatan menuju puncak ejakulasi itu mulai kurasakan muncul pada sekujur batang penisku. Aku semakin bersemangat dan dengan ritme teratur yang semakin lama semakin cepat, kuhunjam-hunjamkan dengan gemas batang penisku keluar masuk liang vagina Tante Vivi yang makin lama kurasakan juga makin menyempit lagi seperti hendak mendekati klimaknya.
"uuhh..., uuhh..., uhh..., uuhh..., uuhh..", Tante Vivi mengerang semakin keras, kedua matanya kini dipejamkan rapat menikmati genjotan alat kejantananku yang bergerak semakin cepat seperti pompa ekplorasi minyak keluar masuk menggesek liang vaginanya. Aku tahu Tante Vivi sedang menuju puncak kenikmatan sexualnya. Kedua paha mulusnya yang mengapit lembut pinggangku sesekali dihentakkan ke bawah sambil mengejan kuat menahan kenikmatan. Wajahnya yang cantik kelihatan meringis saking tak kuatnya menahan rasa nikmat pada alat kemaluannya yang sedang kusetubuhi.
Aku benar-benar puas menyaksikan ekspresi wajahnya yang sedang didera pusaran kenikmatan yang kuciptakan di atas tubuhnya, seandainya saja ia juga tahu batang penisku yang sedang menggesek hebat liang vaginanya itu juga mulai menunjukkan tanda-tanda aktivitas bak gunung berapi yang hendak meletup. Namun karena ejakulasi pertamaku tadi, maka rasa nikmat luar biasa persetubuhan ini masih dapat kuredam dan kutahan lebih lama.
"aahh..., Vi..., ngghh..., vaginamu nikmat sekali sayang..", erangku nakal. Tante Vivi tak menjawab, mulutnya yang menggemaskan itu hanya terus merintih berulangkali seiring dengan goyangan naik turun pinggulku yang makin kupercepat.
"Uuh..., hh..., uu..., hh..., uuhh..., uuhh..", erang Tante Vivi semakin keras.
Menit demi menit berlalu yang terasa begitu lama dan melelahkan, entah sudah beberapa kali nyaris saja air maniku kembali muncrat ke dalam liang vagina Tante Vivi, gara-garanya ia mengejan terlalu kuat membuat jepitan daging liang vaginanya mendadak mengerut dan mengecil. Membuat batang penisku yang sudah mulai mendekati klimak seolah dilumat-lumat dan diremas-remas hebat. Batang penisku dibuatnya kelojotan keenakan, dan kedua kakiku sampai gemetaran meredam sekuatnya badai kenikmatan yang sontak menjalar di selangkanganku.
Sambil menggigit bibir menahan nikmat, kutelusupkan kedua jemari tanganku ke balik bokongnya yang bulat padat dan kenyal. Sembari kuremas gemas, kuhentak-hentakkan alat kejantananku keluar masuk menggesek liang vagina Tante Vivi secepat dan sekuat tenagaku. Kukayuh pinggulku naik turun dengan cepat, karena aku ingin segera menuntaskan persetubuhan ini.
"uuhh..., uhh..., uuhh..., uuhh..., uuhh..., uuhh", aku merasa Tante Vivi begitu menyenangi permainan seks-ku yang sedikit kasar, pinggulnya sampai ikut digoyangkan kekiri dan kanan menikmati hunjaman demi hunjaman batang penisku yang memenuhi seluruh liang vaginanya yang semakin licin penuh cairan lendir kewanitaannya.
Sekitar 5 menit kemudian akhirnya pendakian puncak kenikmatan itu tergapai sudah, begitu lega rasanya melihat Tante Vivi sampai menggeliat-geliat hebat sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya ke bawah dan mengejan kuat melepas kenikmatan orgasmenya yang telah menjadi penantiannya sekian lama. Mulutnya tanpa risih menjerit, memekik-mekik dan mengerang-erang dengan suara keras seakan tak peduli dengan keadaan sekeliling. Akupun tak peduli, yang jelas waktu itu tak pernah kulupakan kenikmatan yang kualami dari seorang wanita yang entah telah sekian lama hidup tanpa pemuasan batin. Kubenamkan sedalam-dalamnya seluruh batang penisku sepanjang 14 centi ke dalam liang kewanitaannya.
Sejenak kuhentikan gerakan naik turun pinggulku kini hanya sedikit kugerakkan memutar seolah batang penisku hendak memlintir daging liang vaginanya dan kubiarkan Tante Vivi merasakan seluruh sensasi kenikmatan puncak orgasmenya yang luar biasa. Begitu hebatnya kurasakan daging liang vaginanya menjepit batang penisku seakan hendak melumat habis, seakan dipilin-pilin dan dikenyot-kenyot kuat.
"aagghhfff..., aahh", aku sampai merem melek dan mengerang keenakan menikmati liang sorga dunianya yang sedang dilanda orgasme itu. Cairan lendir orgasmenya terasa menyembur lemah menghangati dan membasahi seluruh permukaan batang kejantananku yang sedang terjepit di dalamnya.
"aaww..., aaww..., sshh..., nngghh..., ngnngghh...", erang Tante Vivi karena nikmatnya.
Saking nikmatnya, pantatnya sampai diangkat ke atas mendesak pinggulku yang juga sedang menekan alat kejantananku sedalam-dalamnya ke dalam liang vaginanya.
Kedua jemari tangan Tante Vivi sampai mencengkeram kuat kedua belah bokongku. Kuku-kuku jemari kedua tangannya seakan menghunjam masuk ke dalam kulit bokongku. Terasa sakit, namun aku tak peduli, kubiarkan Tante Vivi menikmati sepuasnya badai puncak orgasmenya yang panjang, kubiarkan daging liang vaginanya melumat habis batang kejantananku. Baru kali ini aku melihat seorang wanita yang orgasme saking begitu hebatnya sehingga tanpa risih lagi sampai berteriak-teriak seolah ingin melepaskan semua beban batin dalam dirinya akibat kenikmatan tak terkira yang melanda sekujur tubuhnya.
"oouuhh..., uuhh..., ngghh..", erangnya keras berulang kali
Mungkin hanya sekitar 6-8 detik Tante Vivi tenggelam dalam lautan kenikmatan puncak orgasmenya, terasa singkat mungkin bagiku. Ketika pantatnya kembali dihempaskan ke atas pembaringan menandakan orgasmenya mulai berakhir, sambil kucumbu mesra mulutnya yang masih merintihkan sisa-sisa rasa kenikmatannya, kugerakkan pinggulku naik turun lagi secara amat perlahan menyetubuhinya kembali.
"Oouuhh...". Aku mendesah nikmat merasakan jepitan liang vaginanya yang masih ketat sehabis orgasme, Cairan lendirnya yang keluar membasahi batang penisku terasa begitu licin dan hangat. Begitu nikmatnya saat alat kejantananku kutarik melungsur keluar dari dalam liang vagina Tante Vivi, seakan diurut dan dikenyot lembut. Uuhh.., kupejamkan kedua mataku meresapi kenikmatan liang surga dunia miliknya. Secara perlahan-lahan pula setelah hampir kira2 6-8 centi-an batang penisku keluar lalu kembali kubenamkan masuk ke dalam liang vaginanya yang kini seakan meremas dan memijat lembut. Sreengg..., rasanya aliran kenikmatan yang melanda alat kejantananku membuat air maniku perlahan-lahan mulai mendesak ingin muncrat keluar.
"oouu...", erangku keenakan saat dengan nikmatnya liang vagina Tante Vivi kembali menjepit dan mengenyot seluruh batang penisku.
Begitu berulang kali, naik turun secara perlahan dengan ritme yang semakin lama semakin kupercepat menyetubuhi Tante Vivi yang kini setelah orgasmenya berakhir malah seolah hendak menggodaku. Entah sengaja atau tidak setiap kali batang penisku yang kutarik keluar hendak kubenamkam kembali menikmati jepitan daging hangatnya, pinggulnya digoyangkan manja kesamping kiri atau ke kanan, membuat alat kejantananku sampai keplintir serong kekiri atau kekanan pula.
"Vivii..., aduuhh..., nikmaatt...", erangku pelan keenakan.
"Hik..., hik..., kamu mau keluar lagi sayang..", bisik Tante Vivi genit di sebelah telingaku.
Aku tak menjawab dan hanya bisa merem melek menahan kenikmatan seks yang semakin lama semakin menggelora, air maniku semakin deras mengalir dan mendesak-desak di leher kepala penisku yang terjepit nikmat dalam liang vaginanya.
"mm..., punyamu tegang keras sekali Ar..., hik..., hik..., sudah mau keluar yaa..", bisiknya genit.
Astaga..., aku tak mengira, dalam keadaan masyuk seperti ini ternyata Tante Vivi doyan sekali ngomong ngeres. Sebodo..., ahh..
"Nngghh...", erangku semakin tak tahan.
"mm..., keluarin dong Ar..", bisiknya genit semakin menggemaskan hati.
"Ohh..., jepit lebih keras Vii..", erangku tak kalah genit.
"Mm..., seperti ini Ar..., mm.."
"aahhghghgghhghhghhghhgg..", Aku mendelik dan menggeram keras saat kurasakan daging liang vagina Tante Vivi mengerut dan mengecil, seakan meremas-remas, mengurut-urut dan mengenyot seluruh batang penisku yang sedang meregang menahan kenikmatan.
Dan..., aahhghhghh..., aku tak kuat lagi dan menyerah...
"Craatt..., Craatt..., craatt.."
Air maniku bak tanggul jebol membanjir keluar dengan hebat di dalam liang vaginanya yang hangat. Kusembur-semburkan dengan nikmat sepenuh perasaan memenuhi liang senggamanya.
"ooww..., mm...", Tante Vivi mendesah lirih saat air maniku menyembur-nyembur dengan kuat di dalam liang vaginanya yang hangat.
"aahhahh..., ku..., hamili kau Vii..", erangku nakal, sambil terus kusembur-semburkan air maniku ke dalam rahimnya. Kuhentak-hentakkan dengan penuh nafsu alat kejantananku menggesek keluar masuk liang vaginanya yang semakin licin penuh cairan lendir kewanitaannya bercampur air maniku yang kental. Tante Vivi sesekali merintih kecil entah kesakitan atau nikmat menerima hunjaman batang penisku yang bergerak begitu buas mengoyak liang vaginanya yang sempit.
"Ooww..., iihh..., Ar..., Nggnnhh..., uu..., tegang sekali penismu sayang...", rintihnya sambil mencengkeram bokongku yang bergerak turun naik dengan cepat dan kuat.
"Aahhgghhg..., Vii..., Sayangghh.."
Aku seakan terbang melayang ke atas awan, jauh membubung tinggi kesorga kenikmatan yang tiada tara.
"Uuhh..., Ar..., nggnghh..., manimu terasa kental sekali sayaang..", rintih Tante Vivi genit.
Terasa begitu singkat namun begitu melelahkan sesudahnya. Tubuhku seakan lemas tak bertulang begitu 2 semburan terakhir yang merupakan semburan penghabisan, mengakhiri kenikmatan ejakulasiku. mm..., tubuhku seakan terhempas kembali jatuh ke bumi dan lemas tak berdaya.
Aku terbaring letih di atas tubuh Tante Vivi yang baru saja untuk kedua kali kureguk kenikmatan madu manis tubuhnya. Oouuh..., begitu indah rasanya meresapi sisa-sisa kenikmatan ejakulasi yang masih begitu terasa. Batang penisku yang masih terbenam di dalam liang senggamanya yang basah penuh cairan maniku yang seakan telah kehilangan kejantanannya. Loyoo..., Tetapi jepitan hangat daging liang vaginanya itu masih terasa nikmat, seakan mengurut-urut lembut. Kami saling berpelukan mesra, meresapi keindahan akhir persetubuhan yang sangat melelahkan namun penuh dengan sejuta kenikmatan yang tiada bandingnya di dunia ini. Kedua buah dadanya yang besar montok menekan lembut dan terasa begitu kenyal dan padat di dadaku yang bidang. Jemari kedua tangan Tante Vivi mengusap pelan dan sesekali memijit-mijit mesra pinggul dan bokongku yang terasa letih dan pegal. Mulut kami bercumbu hangat saling mengadu bibir seolah saling menukar kenikmatan.
"Mm cuupp..., cupp..., Ar..., kau benar-benar doyan seks yaa..", bisk Tante Vivi gemas sambil berulang kali membalas kecupan bibirku yang masih bernafsu.
"Cupp..., entahlah Tante..", bisikku lembut. Pertanyaan sederhananya itu seolah menyadarkanku kembali. Akal sehatku seakan kembali normal dan aahh..., rasa sesal itu kembali datang dan selalu saja datang dikala aku telah tuntas mereguk semua keinginan nafsu birahiku ingin rasanya kedua mata ini menangis mengapa aku begitu lemah dengan nafsu syahwatku sendiri.
Semenit kemudian.
Aku bergulir turun dari atas tubuh Tante Vivi, alat kejantananku yang mulai lemas mengecil seakan tercabut dari dalam liang vaginanya yang sempit hangat. Ia merintih kegelian.
Sejenak aku termenung..., memikirkan semua perbuatanku barusan, begitu lemahnya diri ini dengan yang namanya nafsu birahi. Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan semua ini kepada Selva..., aku benar-benar gila telah berani meniduri tantenya sendiri. Pikiranku seperti buntu memikirkan semuanya itu.
Seakan mengerti apa yang sedang kurenungkan, Tante Vivi mencium mulutku dengan hangat dan mengulum bibir bawahku sejenak. Anehnya aku sendiri tak bisa menolak dan membiarkan semua itu.
"Sudahlah Ar..., Tante mengerti apa yang kamu pikirkan..., ini cuma seks sayang..., tidak ada ikatan apapun diantara kita..,. selain..., seks..", bisiknya lembut menenangkanku.
Mau tak mau aku tersenyum letih.
"Yaah..., Tante..", jawabku pendek. Bingung!
"mm..., kita akan melakukannya lagi khan Sayaang..", bisiknya kembali terus terang tanpa rasa sungkan lagi, sambil mengelus pipiku mesra.
Aku tak menjawab..., dan hanya bisa mengeluh dalam hati..., aku sudah keranjingan seks..., bagaimanapun nantinya..., kalau Tante Vivi menginginiku lagi, aku pasti menidurinya demi sekedar kenikmatan sesaat. aahh..., aku mengeluh pendek.


>TAMAT<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar