P E M B U K A A N

Selamat Datang di Halaman Saya...

Segala isi dalam blog ini merupakan kumpulan dari kiriman2 yang terdahulu dari site2 yang telah ada ataupun telah tutup. Namun tidak menutup kemungkinan juga apabila ada para pembaca yang mau menceritakan cerita baik itu itu pengalaman pribadi, teman, adik, kakak, om, tante, maupun hanya karangan saja akan berusaha kami terbitkan asalkan tidak ada mengandung SARA ajha, untuk mengirimkan cerita silahkan kirimkan e-mail ke empu nya 17 ploes ploes. Blog ini di khususkan bagi yang telah dewasa atau yang umur nya telah 17 ke atas sesuai dgn nama nya 17 ploes ploes. Bagi yang belum cukup umur, sok alim, munafik, ataupun gak doyan dengan yang beginian harap langsung di tutup saja halaman ini, dan jangan banyak cuap.

** SELAMAT MEMBACA **

Minggu, 09 Mei 2010

Beli Mobil bonus Seks - 2

(Sambungan dari Bagian 1)


Setelah beberapa lama bercerita, entah mengapa nafsu birahiku terangsang hebat. Akupun merasakan sedikit keringat dingin mengucur di dahiku.

"Kenapa Wan.. Kamu sakit ya" tanya tante Sonya tersenyum sambil kembali meremas tanganku.

Tangannya kemudian beralih ke pahaku dan kembali diusap dan diremasnya perlahan.

"Anu tante rasanya kok agak aneh ya?" jawabku.
"Tapi enak kan?"

Tante Sonyapun kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan kemudian bibir kamipun telah saling berpagut. Tak kuasa lagi aku menolak tante Sonya. Nafsuku telah sampai di ubun-ubun.

"Saya tadi dikasih apa tante" tanyaku lirih.
"Ah.. Cuma sedikit obat kok. Supaya kamu bisa lebih rileks" jawabnya sambil tangannya mulai membuka retsleting celanaku.
"Ayo, tante ingin merasakan penismu yang masih perjaka itu" lanjutnya sambil kembali menciumi wajahku.

Tante Sonyapun kemudian membuka celanaku beserta celana dalamnya sekaligus.

"Hmm.. Besar juga ya punyamu. Tante suka kontol besar anak muda begini".

Tangannya mulai mengocok penisku perlahan. Kemudian tante Sonya merebahkan kepalanya dipangkuanku. Diciumnya kepala penisku, dan lantas dengan bernafsu dikulumnya penisku yang sudah tegak menahan gairah berahi.

"Ah.. Tante.." desahku menahan nikmat, ketika mulut tante Sonya mulai menghisap dan menjilati penisku.

Tangan tante Sonyapun tak tinggal diam. Dikocoknya batang penisku, dan diusap-usapnya buah zakarku. Setelah sekian lama penisku dipermainkannya, kembali tante Sonya bangkit dan menciumiku.

"Kita lanjutin pelajarannya di kamar yuk sayang.." bisiknya.

Akupun sudah tak kuasa menolak. Nafsu berahi telah menguasai diriku. Kamipun beranjak menuju kamar tidur tante Sonya di bagian belakang rumah. Sesampainya aku di kamar, tante Sonya kembali menciumiku. Kemudian tangankupun diraihnya dan diletakkan di payudaranya yang membusung.

"Ayo sayang.. Kamu remas ya"

Kuikuti instruksi tante Sonya dan kuremas payudara miliknya. Tante Sonyapun terdengar mengerang nikmat.

"Sayang... tolong bukain baju tante ya".

Tante Sonya membalikkan badan dan akupun membuka retsleting baju "you can see"nya. Setelah terbuka, tante Sonya kembali berbalik menghadapku.

"BHnya sekalian donk sayang.." ujarnya.

Kuciumi kembali wajahnya yang ayu itu, sambil tanganku mencari-cari pengait BH di punggungnya.

"Aduh.. Kamu lugu amat ya.. Tante suka.." katanya disela-sela ciuman kami.
"Pengaitnya di depan, sayang.."

Kuhentikan ciumanku, dan kutatap kembali BHnya yang membungkus payudara tante Sonya yang besar itu. Kubuka pengaitnya sehingga payudara kenyal itupun seolah meloncat keluar.

"Bagus khan sayang.. Ayo kamu hisap ya.."

Tangan tante Sonya merengkuh kepalaku dan didorong ke arah dadanya. Tangannya yang satunya lagi meremas payudaranya sendiri dan menyorongkannya ke arah wajahku.

"Ah.. Enak.. Anak pintar.. Sshh" desah tante Sonya ketika aku mulai menghisap payudaranya.
"Jilati putingnya yang.." instruksi tante Sonya lebih lanjut. Dengan menurut, akupun menjilati puting payudara tante Sonya yang telah mengeras.

Kemudian aku kembali menghisap sepasang payudaranya bergantian. Setelah puas aku hisapi payudaranya, tante Sonya kemudian mengangkat kepalaku dan kembali menciumiku.

"Sekarang kamu buka rok tante ya"

Tante Sonya merengkuh tanganku dan diletakkannya di pantatnya yang padat. Kuremas pantatnya, lalu kubuka retsleting rok mininya. Aku terbelalak melihat Tante Sonya ternyata menggunakan celana dalam yang sangat mini. Seksi sekali pemandangan saat itu. Tubuh tante Sonya yang padat dengan payudara yang membusung indah, ditambah dengan sepatu hak tinggi yang masih dikenakannya.

Kembali tante Sonya mencium bibirku. Lantas ditekannya bahuku, membuatku berlutut di depannya. Tangan tante Sonya lalu menyibakkan celana dalamnya sehingga vaginanya yang berbulu halus dan tercukur rapi nampak jelas di depanku.

"Cium di sini yuk sayang.." perintahnya sambil mendorong kepalaku perlahan.
"Oh..my god.. Sshh" erang tante Sonya ketika mulutku mulai menciumi vaginanya.

Kujilati juga vagina yang berbau harum itu, dan kugigit-gigit perlahan bibir vaginanya.

"Ahh.. Kamu pintar ya.. Ahh" desahnya.

Tante Sonya lantas melepaskan celana dalamnya, sehingga akupun lebih bebas memberikan kenikmatan padanya.

"Jilat di sini sayang.." instruksi tante Sonya sambil tangannya mengusap klitorisnya.

Kujilati klitoris tante Sonya. Desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi dan tubuhnya meliuk-liuk sambil tangannya mendekap erat kepalaku. Beberapa saat kemudian, tubuh tante Sonyapun mengejang.

"Yes.. Ah.. Yes.." jeritnya.

Liang vaginanya tampak semakin basah oleh cairan kewanitaannya. Kusedot habis cairan vaginanya sambil sesekali kuciumi paha mulus tante Sonya. Tak percuma ilmu yang kudapat selama ini dari pengalamanku menonton video porno.

"Kita terusin di ranjang yuk.." ajaknya setelah mengambil nafas panjang.

Akupun kemudian melucuti semua pakaianku. Tante Sonya lalu membuka sepatu hak tingginya, sehingga sambil telanjang bulat, kami merebahkan diri di ranjang.

"Ciumi susu tante lagi dong yang.."

Aku dengan gemas mengabulkan permintaannya. Payudara tante Sonya yang membusung kenyal, tentu saja membuat semua lelaki normal, termasuk aku, menjadi gemas. Sementara mulutku sibuk menghisap dan menjilati puting payudara tante Sonya, tangannya menuntun tanganku ke vaginanya. Akupun mengerti apa yang ia mau. Tanganku mulai mengusap-usap vagina dan klitorisnya.

Tante Sonya kembali mengerang ketika nafsu berahinya bangkit kembali. Ditariknya wajahku dari payudaranya dan kembali diciuminya bibirku dengan ganas. Selanjutnya, tante Sonya menindih tubuhku. Dijilatinya puting dadaku dan kemudian perutkupun diciuminya.

Sesampainya di penisku, dengan gemas dijilatinya lagi batangnya. Tak lama kemudian, kepala tante Sonyapun sudah naik turun ketika mulutnya menghisapi penisku.

"Sekarang tante pengin ambil perjakamu ya.."

Sambil berkata begitu, tante Sonya menaiki tubuhku. Diarahkannya penisku ke dalam vaginanya. Rasa nikmat luar biasa menghinggapiku, ketika batang penisku mulai menerobos liang vagina tante Sonya.

"Uh.. Nikmat sekali.. Tante suka kontolmu.. Enak.." desah tante Sonya sambil menggoyangkan tubuhnya naik turun di atas tubuhku.
"Heh.. Heh.. Heh.." begitu suara yang terdengar dari mulut tante Sonya. Seirama dengan ayunan tubuhnya di atas penisku.
"Tante suka.. Ahh.. Ngentotin anak muda.. Ahh.. Seperti kamu.. Yes.. Yes.."

Tante Sonya terus meracau sambil menikmati tubuhku. Tangannya kemudian menarik tanganku dan meletakkannya di payudaranya yang bergoyang-goyang berirama. Akupun meremas-remas payudara kenyal itu. Suara desahan tante Sonya semakin menjadi-jadi.

"Enak.. Ahh.. Ayo terus.. Entotin tante.. Ah.. Anak pintar.. Ahh.."

Tak lama tubuh tante Sonyapun kembali mengejang. Dengan lenguhan yang panjang, tante Sonya mengalami orgasme yang kedua kalinya. Tubuh tante Sonya kemudian rubuh di atasku. Karena aku belum orgasme, nafsukupun masih tinggi menunggu penyaluran. Kubalikkan tubuh tante Sonya, dan kugenjot penisku dalam liang kewanitaannya. Rasa nikmat menjalari seluruh tubuhku. Kali ini eranganku yang menggema dalam kamar tidur itu.

"Oh.. Enak tante.. Yes.. Yes.." erangku ditengah suara ranjang yang berderit keras menahan guncangan.
"Wawan mau keluar tante.." kataku ketika aku merasakan air mani sudah sampai ke ujung penisku.
"Keluarin di mulut tante, sayang.."

Akupun mencabut keluar penisku dan mengarahkannya ke wajah tante Sonya. Tangan tante Sonya langsung meraih penisku, untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya.

"Ahh.. Tante.." jeritku ketika aku menyemburkan air maniku dalam mulut tante Sonya.

Tante Sonya lantas mengeluarkan penisku dan mengusap-usapkannya pada seluruh permukaan wajahnya yang cantik.

*****

Setelah membersihkan diri, kamipun kembali duduk di ruang tamu.

"Enak Wan?" tanyanya sambil tersenyum genit.
"Enak tante... memang tante sering ya beginian"
"Nggak kok.. Kalau pas ada anak muda yang tante suka saja.."
"Oh.. Tante sukanya anak muda ya.."
"Iya Wan.. Disamping staminanya masih kuat.. Tante juga merasa jadi lebih awet muda." jawab tante Sonya genit.

Tak lama mobil yang dinantipun datang. Akhirnya aku jadi membeli mobil tante Sonya itu. Disamping kondisinya masih bagus, tante Sonya memberikan korting delapan juta rupiah.

"Asal kamu janji sering-sering main ke sini ya" katanya sambil tersenyum saat memberikan potongan harga itu.

Kejadian ini berlangsung sebulan yang lalu. Sampai saat ini, aku masih berselingkuh dengan tante Sonya. Sebenarnya aku diliputi perasaan berdosa kepada Monika pacarku. Tetapi apa daya, setelah kejadian itu, aku jadi ketagihan bermain seks. Aku tetap sangat mencintai pacarku, dan tetap menjaga batas-batas dalam berpacaran. Tetapi untuk menyalurkan hasratku, aku terus berhubungan dengan tante Sonya.

Bisniskupun makin lancar. Keuanganku semakin membaik, sehingga aku sanggup memberikan hadiah-hadiah mahal pada Monika untuk menutupi rasa bersalahku.


>TAMAT<

Beli Mobil bonus Seks - 1

Setelah membaca kisah-kisah di forum ini, akupun ingin mengungkapkan kisah nyataku. Namaku Wawan. Umurku 23 tahun, dan sekarang sedang kuliah di tingkat terakhir di sebuah PTS di Jakarta. Asalku dari Sukabumi, dimana aku menghabiskan masa anak-anak dan remajaku, sampai kemudian aku pindah ke Jakarta empat tahun yang lalu.

Ekonomi keluargaku termasuk pas-pasan. Ayahku hanyalah seorang pensiunan pegawai bank pemerintah di Sukabumi. Sedangkan ibuku bekerja sebagai guru sebuah SMA negeri di sana. Aku tinggal di tempat kos di daerah Jakarta Barat. Karena uang kiriman orang tuaku kadang-kadang terlambat dan terkadang bahkan tidak ada kiriman sama sekali, untuk bertahan hidup, akupun menjadi guru privat anak-anak SMA. Memang aku beruntung dikaruniai otak yang lumayan encer.

Akupun hidup prihatin di ibukota ini, terkadang seharian aku hanya makan supermie saja untuk mengganjal perutku. Aku pikir tidak mengapa, asal aku bisa hemat untuk bisa membeli buku kuliah dan lain sebagainya, sehingga aku bisa lulus dan membanggakan kedua orang tuaku. Terkadang aku iri melihat teman-teman kuliahku. Mereka sering dugem, berpakaian bagus, bermobil, mempunyai HP terbaru, dll.

Salah satu dari teman kuliahku bernama Monika. Dia seorang gadis cantik dan kaya. Ia anak seorang direktur sebuah perusahaan besar di Jakarta. Percaya atau tidak, dia adalah pacarku. Kadang aku heran, kok dia bisa tertarik padaku. Padahal banyak teman laki-laki yang bonafid, mengejarnya. Ketika kutanyakan hal ini, ini bukan ge-er, dia bilang kalau menurutnya aku orang yang baik, sopan dan pintar. Disamping itu, dia suka dengan wajahku yang katanya "cute", dan perawakanku yang kekar. Nggak percuma juga aku sering latihan karate waktu di Sukabumi dulu.

Monika dan aku telah berpacaran semenjak dua tahun belakangan ini. Walaupun kami berbeda status sosial, dia tidak tampak malu berpacaran denganku. Akupun sedikit minder bila menjemputnya menggunakan motor bututku, di rumahnya yang berlokasi di Pondok Indah. Sering orang tuanya, mereka juga baik padaku, menawarkan untuk menggunakan mobil mereka jika kami akan pergi bersama. Tetapi aku memang mempunyai harga diri atau gengsi yang tinggi (menurut Monika pacarku, gengsiku ketinggian), sehingga aku selalu menolak. Kemana-mana aku selalu menggunakan motor bersama Monika.

Monikapun tidak berkeberatan bahkan mengagumi prinsip hidupku. Saat makan atau nonton, aku selalu menolak bila dia akan mentraktirku. Aku bilang padanya sebagai laki-laki aku yang harus bayarin dia. Meskipun tentu saja kami akhirnya hanya makan di rumah makan sederhana dan nonton di bioskop yang murah. Itupun aku lakukan kalau sedang punya uang. Kalau tidak ya kami sekedar ngobrol saja di rumahnya atau di tempat kostku.

Monika adalah gadis baik-baik. Aku sangat mencintainya. Sehingga dalam berpacaran kami tidak pernah bertindak terlalu jauh. Kami hanya berciuman dan paling jauh saling meraba. Memang benar kata orang, bila kita benar-benar mencintai seseorang, kita akan menghormati orang tersebut. Monika pernah bilang padaku, kalau ia ingin mempertahankan keperawanannya sampai ia menikah nanti. Terlebih akupun waktu itu masih perjaka. Mungkin hal ini sukar dipercaya oleh pembaca, mengingat trend pergaulan anak muda Jakarta sekarang.

Keadaanku mulai berubah semenjak beberapa bulan yang lalu. Saat itu aku ditawari sebuah peluang untuk berwiraswasta oleh seorang temanku. Aku tertarik mendengar cerita suksesnya. Terlebih modal yang dibutuhkanpun sangat kecil, sehingga aku berpikir tidak ada salahnya untuk mencoba.

Hasilnya ternyata luar biasa. Mungkin memang karena bidang ini masih banyak peluang, disamping strategi pemasaran yang disediakan oleh program ini sangat jitu. Penghasilankupun per bulan sekarang mencapai jutaan rupiah. Mungkin setingkat dengan level manajer perusahaan kelas menengah. Bekerjanyapun dapat part-time sambil disambi kuliah. Memang beruntung aku menemukan program ini.

Semenjak itu, penampilanku berubah. Gaya hidup yang sudah lama aku impikan sekarang telah dapat kunikmati. HP terbaru, pakaian bagus, sudah dapat aku beli. Semakin sering aku mengajak Monika untuk makan di restoran mahal serta nonton film terbaru di bioskop 21. Monika sempat kaget dengan kemajuanku. Sempat disangkanya aku berusaha yang ilegal, seperti menjual narkoba. Tetapi setelah aku jelaskan apa bisnisku, dia pun lega dan ikut senang. Disuruhnya aku bersyukur pada Tuhan karena telah memberikan jalan kepadaku.

Hanya satu saja yang masih kurang. Aku belum punya mobil. Setelah menabung dari hasil usahaku selama berbulan-bulan, akhirnya terkumpul juga uang untuk membeli mobil bekas. Kulihat di suratkabar dan tertera iklan tentang mobil Timor tahun 1997 warna gold metalik. Aku tertarik dan langsung kutelpon si penjualnya.

"Ya betul... mobil saya memang dijual". Suara seorang wanita menjawab di ujung telepon.
"Harganya berapa Bu?"
"Empat puluh delapan juta"
"Kok mahal sih Bu?"
"Kondisinya bagus lho.. Semuanya full orisinil"

Dengan cepat kukalkulasi danaku. Wah.. Untung masih cukup, walaupun aku harus menjual motorku dulu. Tetapi akupun berpikir, siapa tahu harganya masih bisa ditawar. Kuputuskan untuk melihat mobilnya terlebih dahulu.

"Alamatnya dimana Bu?"

Diapun kemudian memberikan alamatnya, dan aku berjanji untuk datang ke sana sore ini sehabis kuliah.

*****

Setelah mencari beberapa lama, sampai juga aku di alamat yang dimaksud.

"Selamat sore" sapaku ketika seorang wanita cantik membuka pintu.
"Oh sore.." jawabnya.

Aku tertegun melihat kecantikan si ibu. Usianya mungkin sekitar 35 tahunan, dengan kulit yang putih bersih, dan badan yang seksi. Payudaranya yang tampak penuh di balik baju "you can see" menambah kecantikannya. Agar pembaca dapat membayangkan kecantikannya, aku bisa bilang kalau si ibu ini 80% mirip dengan Sally Margaretha, bintang film itu.

"Saya Wawan yang tadi siang telepon ingin melihat mobil ibu"
"Oh.. Ya silakan masuk."

Akupun masuk ke dalam rumahnya.

"Tunggu sebentar ya Wan. Mobilnya masih dipakai sebentar menjemput anakku les. Mau minum apa?"
"Ah.. Nggak usah ngerepotin.. Apa saja deh Bu"

Akupun kemudian duduk di ruang tamu. Tak lama si ibu datang dengan membawa segelas air sirup.

"Kamu masih kuliah ya," tanyanya setelah duduk bersamaku di ruang tamu
"Iya Bu.. Hampir selesai sih "
"Ayo diminum.. Beruntung ya kamu.. Dibelikan mobil oleh orang tuamu" si ibu berkata lagi.

Kuteguk sirup pemberian si ibu. Enak sekali rasanya menghilangkan dahagaku.

"Oh.. Ini saya beli dari usaha saya sendiri, Bu. Mangkanya jangan mahal-mahal dong" jawabku.
"Wah.. Hebat kamu kalau gitu. Memang usaha apa kok masih kuliah sudah bisa beli mobil"
"Yah usaha kecil-kecilan lah" jawabku seadanya.
"Ngomong-ngomong mobilnya kenapa dijual Bu?"
"Aduh kamu ini ba Bu ba Bu dari tadi. Saya kan belum terlalu tua. Panggil saja tante Sonya." jawabnya sambil sedikit tertawa genit.
"Mobilnya akan saya jual karena mau beli yang tahunnya lebih baru"
"Oh begitu.." jawabku.

Kemudian tante Sonya tampak melihatku dengan pandangan yang agak lain. Agak rikuh aku dibuatnya. Terlebih tante Sonya duduk sambil menumpangkan kakinya, sehingga rok mininya agak sedikit terangkat memperlihatkan pahanya yang putih mulus.

"Anaknya berapa tante. Terus suami tante kerja dimana?" tanyaku untuk menghilangkan kerikuhanku.
"Anakku satu. Masih SD. Suamiku sudah nggak ada. Dia meninggal dua tahun yang lalu" jawabnya.
"Waduh.. Maaf ya tante"
"Nggak apa kok Wan.. Kamu sendiri sudah punya pacar?"
"Sudah, tante"
"Cantik ya?"
"Cantik dong tante.." jawabku lagi.

Duh, aku makin rikuh dibuatnya. Kok pembicaraannya jadi ngelantur begini. Tante Sonya kemudian beranjak duduk di sebelahku.

"Cantik mana sama tante.." katanya sambil tangannya meremas tanganku.
"Anu.. Aduh.. Sama-sama, tante juga cantik" jawabku sedikit tergagap.
"Kamu sudah pernah begituan dengan pacarmu?".

Sambil berkata, tangan tante Sonya mulai berpindah dari tanganku ke pahaku.

"Belum.. Tante.. Saya masih perjaka.. Saya nggak mau begituan dulu" jawabku sambil menepis tangan tante Sonya yang sedang meremas-remas pahaku.

Jujur saja, sebenarnya akupun sudah mulai terangsang, akan tetapi saat itu aku masih dapat berpikir sehat untuk tidak mengkhianati Monika pacarku. Mendengar kalau aku masih perjaka, tampak tante Sonya tersenyum.

"Mau tante ajarin caranya bikin senang wanita?" tanyanya sambil tangannya kembali merabai pahaku, dan kemudian secara perlahan mengusap-usap penisku dari balik celana.
"Aduh.. Tante.. Saya sudah punya pacar.. Nggak usah deh.."
"Mobilnya kapan datang sih?" lanjutku lagi.
"Sebentar lagi.. Mungkin macet di jalan. Mau minum lagi? "

Tanpa menunggu jawabanku, tante Sonya pergi ke belakang sambil membawa gelasku yang telah kosong. Lega juga rasanya terlepas dari bujuk rayu tante Sonya. Beberapa menit kemudian, tante Sonya kembali membawa minumanku.

"Ayo diminum lagi" kata tante Sonya sambil memberikan gelas berisi sirup padaku.

Kuteguk sirup itu, dan terasa agak lain dari yang tadi. Tante Sonya kemudian kembali duduk di sebelahku.

"Ya sudah.. Kamu memang setia nih ceritanya.. Kita ngobrol aja deh sambil menunggu mobilnya datang, OK?"
"Iya tante.." jawabku lega.
"Kamu ngambil jurusan apa?"
"Ekonomi, tante"
"Kenal pacarmu di sana juga?"

Waduh.. Aku berpikir kok si tante kembali nanyanya yang kayak begituan.

"Iya dia teman kuliah"
"Ceritain dong gimana ketemuannya"

Yah daripada diminta yang nggak-nggak, aku setuju saya menceritakan padanya tentang kisahku dengan Monika. Kuceritakan bagaimana saat kami berkenalan, ciri-cirinya, acara favorit kami saat pacaran, tempat-tempat yang sering kami kunjungi.

(Bersambung ke bagian 2)

Gairah Pengemis Buta (story by Andini Citra)

Sejak keperawananku hilang di SMA aku selalu ingin melakukannya lagi dan lagi. Kalau dipikir-pikir entah sudah berapa orang yang menikmati tubuhku ini, sudah berapa penis yang pernah masuk ke vaginaku ini, aku juga sangat menikmati nge-seks dengan orang yang belum pernah aku kenal dan namanya pun belum aku tahu.

Suatu siang yang panas, kulihat seorang pengemis didepan rumahku sedang berteduh dari teriknya matahari yg panas. saat itu dirumah tidak ada siapapun, ibuku sedang keluar kota, ayahku selalu pulang malam hari, dan si bibi sedang pulang kampung karena saat itu sudah dekat Lebaran. Karena kasihan, aku berjalan kepagar depan dan kubuka pintu pagarnya. kupanggil dia untuk masuk 'pak, ..pak.., mari masuk sini pak, diluar panas sekali loh..' dia menoleh kearah suaraku, setelah kuperhatikan, ternyata dia buta. Jadi tambah iba aku padanya. 'mari pak, aku tuntun masuk ya..' kutuntun dia untuk masuk kedalam, 'terima kasih ya nak..'

Perawakannya kurus, kotor dan bau. Dia hanya menggunakan sarung yg udah butut dan baju yg compang-camping, tangannya selalu memegang tongkat kayu dari potongan ranting pohon.
Sesampai didalam, kududukkan dia ruang tamu dan kuambilkan segelas air minum yg dingin, dia cepat-2x meminumnya. Pada saat duduk, posisi kakinya agak terbuka, sekilas kulihat penisnya yg terjulai lemas diantara kedua pahanya, meskipun sedang terkulai lemas tapi kulihat lumayan besar dan panjang juga. Langsung jantungku berdegub sedikit lebih kencang dari biasanya.

Otakku mulai berpikir yg jorok-2x, gimana seandainya kuberikan tubuhku untuk dicicipinya dan aku juga dapat merasakan penisnya. Aku belum pernah merasakan bercinta dengan seorang pengemis tua yg buta, pasti nikmat bila rasanya.

Aku mulai memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan kesempatan itu. Aku iseng-2x bertanya padanya, ' Kapan terakhir mandi, pak? Bapak mau mandi disini? nanti setelah mandi aku beri pakaian bekas yg lebih baik, mau kan pak?','wah ya mau dong non..tapi apa nggak ngerepotin? ' tanyanya ragu. 'tenang aja
pak, disini nggak ada siapa-2x koq, cuma aku dan bapak di rumah ini. nggak apa-2x, ayo sini aku bantu ya..' jelasku.

Aku bimbing dia menuju ke kamar mandi tamu, kupeluk dia, dan kubimbing dia, tangannya kuletakkan di bahuku. Secara tak sengaja tangannya tersentuh buah dadaku yg gempal, tanpa BH. kulihat reaksinya, dia diam aja, juga tidak berusaha menjauhkan tangannya yg tersentuh susuku. Sambil berjalan dia bertanya padaku, 'non ini umur berapa, koq rasanya sudah dewasa?', 'aku baru berusia 21 thn, pak. kenapa?' tanyaku, 'oh nggak, nggak apa-2x koq' jawabnya. Aku bertanya lagi, penasaran, ' kenapa sih pak, koq tanya gitu? bapak ngomong gitu karena ..susuku gede yahh..'. ' I.. iya..' jawabnya tersipu malu.

Sesampai didalam kamar mandi tamu, aku tutup pintu dari dalam dan berkata 'saya bantu ya pak, bapak pasti nggak bisa mandi sendiri, kan bapak nggak tahu tempat-2x nya', 'tapi.., tapi.., non kan.., ahh.., nggak usah deh, non kan perempuan,..nggak baik non..' jawabnya gugup karena tidak menyangka aku bakal menawarkan itu. 'ah, nggak apa-2x pak, anggap aja aku ini cucu bapak yg sedang membantu bapak mandi. lagipula, nggak ada orang lain dirumah ini koq pak.., tenang aja..' tegas ku. Tanpa menunggu jawabannya lagi, aku bantu dia mencopoti bajunya yg compang-camping, dan sarungnya yg butut. Tubuhnya benar-2x kurus kering, kecuali penisnya yg masih terlihat besar, meskipun agak kotor dan terjulai lemas. maklum, mana ada pengemis punya waktu untuk mandi setiap hari, apalagi mencuci bagian itunya. Dia diam aja, sambil menutupi penisnya, dia menduga-2x apa yg bakal kuperbuat. aku bertanya padanya ' kenapa koq ditutupin pak.., malu ama aku yaah..? hihihi..nggak usah malu pak! .., aku udah biasa liat kontol koq paak..', setelah itu kulepas bajuku sendiri, sambil berdiri didepannya aku meremas-2x susuku dan menggosok-2x kemaluanku dengan bernafsu, sayang dia nggak bisa lihat tubuhku ini, pikirku.

Kupasang shower dan air mengucur dengan lembut ke tubuhnya dan tubuhku, setelah itu kubantu dia menggosok tubuhnya dengan sabun wangi, tubuhnya kelihatan lebih bersih dari tadi, dan baunya juga sudah tidak menyengat lagi. Dengan tidak sabar kugosok penisnya yg masih terjulai lemas itu, dia berkata
'ah.., ah.. non, yg situ nggak usah non..biar aku sendiri aja..' katanya malu. 'nggak apa-2x pak, aku udah biasa koq, bapak nggak perlu malu sama aku, kan udah aku bilang, anggap aja aku ini cucumu yg sedang bantu bapak mandi.' desakku tambah bernafsu setelah penis itu dalam genggaman tanganku. 'wah, non
ini baik sekali, gimana caranya aku bisa balas budi baik non, aku nggak punya apa-2x untuk membalas perbuatan non yg mulia ini' katanya,'balasannya gampang pak, aku pengen bapak memijiti dan menggosoki ..seluruh tubuhku, bapak diam aja, nanti aku kasih sesuatu yg paling enak deh.., kutanggung bapak pasti nggak pernah dapet dimanapun dan kapanpun' jawabku enteng. 'baik non, bilang aja bapak harus apa dan gimana' kelihatannya dia udah tahu apa yg kuingini. dia kelihatannya mulai berpikir yg tidak-tidak.

Kubimbing kedua tangannya ke susu ku dan kuremaskan tangannya ke susu ku yg montok itu, 34B. Dia kaget banget setelah merasakan tangannya meremas suatu gumpalan daging yg padat, kencang dan halus, 'hhmm.., susu non sungguh besar, sudah lama bapak tidak merasakan ini, hmm..sungguh gempal dan padat, kencang sekali susumu..', 'eh, non koq mau berbuat begini padaku? aku kan hanya seorang pengemis kotor, udah tua, buta lagi.., aku.. nggak ngerti non..' tanyanya bingung. jawabku 'ah.., bapak nggak usah ragu.., aku memang suka melakukan ini kepada orang yg belum pernah kukenal, aku pengen mencicipi kontol orang-2x kaya' bapak ini. bapak mau kan melayaniku, aku ingin bapak puaskan nafsuku ini, aku ingin kontol bapak di mulutku, dimemekku..', jawabku terengah-2x dilanda nafsu yg tambah membara.

sambil merem melek aku menikmati susuku diremas-remas dan sesekali putingku dicubit atau diplintir olehnya, sementara tangan satunya mulai turun meraba-raba kemaluanku yang berbulu tipis. Tanganku sendiri mengocok-2x penisnya yg masih terjulai lemas, kupikir, wah ini kontol kelihatannya harus pakai extra service baru bisa ngaceng, nih. 'wah, kontol bapak koq masih lemas sih.., biar kumasukkan mulutku, kujilati dan kuhisap, ya pak..' dia mandah aja sambil mulutnya terbuka, menanti pengalaman yg mungkin belum pernah dia dapatkan.

sambil tangannya meremas kedua susuku, aku jongkok didepan selangkangannya, ku genggam penisnya yg masih lemas, ku jilati mulai dari kepala penisnya, turun ke buah pelernya, kembali kebatang penisnya, kujilati terus sampai naik kekepala penisnya lagi, lalu kumasukkan penis itu kemulutku yg mungil. Dia
mulai bereaksi, 'eenngghh..mmhh..', dia mulai melenguh lemah, senjatanya mulai mengeras, terangsang oleh jilatanku. Masih belum keras, kusedot-sedot sambil ku keluar masukkan dimulutku, kukombinasi dengan menyedot buah pelernya, lama kelamaan benda itu semakin bertambah keras saja. Nah, ini dia, pikirku.'pak, coba kau jilatin susuku pak, cicipi tubuhku ini, nikmati tubuhku yg masih muda ini, kapan lagi bapak bisa menikmati tubuh seorang gadis muda seperti saya ini. jilati pentilku, sedot seluruh susuku. perbuat tubuhku sesukamu, pak' kataku menahan nafsu.

Sungguh luar biasa, sambil meraba-raba, dia melakukan semuanya. Sungguh gila pikirku, koq bisa aku melakukan ini dengan seorang pengemis tua, buta pula. tapi, memikirkan hal ini membuat ku makin terangsang berat. Dia menjilati putingku dengan nafsu, disedotnya susuku dengan mulutnya yg
kempong krn giginya udah ompong semua. nikmat sekali rasanya, geli banget, ternyata enak juga kalo susu disedot dan dikulum oleh mulut yg ompong, coba kalian rasakan sendiri, deh.
Puncaknya, aku sudah tak tahan lagi, kusuruh dia berbaring telentang dilantai kamar mandi, aku jongkok diatas tubuhnya dan berusaha memasukkan penisnya yg sudah mengeras itu ke lubang vaginaku dari atas. kubimbing penisnya memasuki kemaluanku, aku menduduki senjatanya, dan..'sslluupp..', benda itu langsung menancap dalam-dalam divaginaku, 'rasakan nikmatnya ..memekku yg sempit ini.., pak' ujarku tersendat-sendat menahan kenikmatan yg luar biasa. amblas masuk semua kontolnya ke memekku. 'nngghh..aakkhh.., aduh sempit sekali memekmu non, sampai sulit masuknya..hhgghh.. adduuhh enaknnyyaa..nnoohh' 'Mmmhh..aakkhh..aahh..!!' aku sendiri berteriak karena penisnya ternyata besar juga untuk vaginaku, benar-benar kunikmati gesekan-gesekan pada dinding kemaluanku.

Tubuhku mulai naik-turun diatas tubuhnya yg telentang itu, penisnya menghujam-hujam keluar masuk vaginaku. tangannya meremas-remas susuku, satunya lagi kadang memegangi bahuku, mengelus tubuhku, menjambak rambut panjangku. Lenguhannya keras sekali, dan parau suaranya 'hhkk..aahhkk..ahh, enakk sekaalliihh noon..' serunya.
Aku semakin menikmati persetubuhan lain jenis ini, persetubuhan yang sangat mencolok, lain kalangan, lain status sosial, dan lain usia. Aku tak bisa membayangka bila kedua ortu-ku melihat ini, dikamar mandi, anak gadis satu-satunya, yg semata wayang ini sedang bersetubuh dengan seorang pengemis yg sudah tua,
mungkin aku bisa dibunuh mereka apabila ketahuan.

Aku tak puas menggoyang pantatku, aku mengajaknya ganti posisi, dia diatas, aku dibawah, telentang dengan kedua kakiku terbuka lebar, aku ditindihnya, penisnya tetap keluar masuk dengan nikmatnya. Lidahnya tak henti2nya menjilatiku dan sesampainya dibibir, dia langsung melumat bibirku, lidahku dikulum olehnya lalu dikecupnya bibirku membuatku tidak tahan untuk membalas perlakuannya, aku sudah tidak peduli oleh bau nafasnya yang tidak sedap itu. Sambil disetubuhi aku terlibat permainan mulut dan lidah selama beberapa saat dengannya.
Beberapa saat kemudian, aku ajak ganti posisi lagi, aku menungging seperti anjing sambil berpegangan pada tepi wastafel dan dia menggenjotku dari belakang, persis seperti anjing yg sedang kawin. Nikmat sekali posisi ini, pikirku. Wah, kuat juga nih orang tua pikirku. Baru berpikir begitu, mendadak aku merasakan gejolak luar biasa yg nggak bisa aku tahan, aku mau keluar, eh, ternyata dia juga mulai bergetar tubuhnya, dia melenguh-lenguh lebih cepat, 'oh..ookkhh..akuuhh maauu.. keluuaarr nnoonnhh..akkuu..nggaakk ttaahhaann..laaggiihh..aakkhh..', dia berteriak kesetanan dan genjotannya makin bertambah cepat. 'mmhh..aakkuu juuggaa ppaakk.. mmhh..eeh. eekkhh..' aku pun mencapai orgasme bersamaan dengannya. aku merasa pejuhnya meluncur deras dalam vaginaku.

Kemaluanku penuh dengan pejuh seorang pengemis tua itu sampai sebagian meleleh keluar karena terlalu banyak yang keluar. Aku tak tahu andaikata aku hamil dan punya anak, aku pasti bingung siapa si bapaknya, habis begitu banyak penis yg pernah menancap divaginaku dan begitu banyak pejuh yg pernah keluar didalamnya.
Setelah itu, kami membersihkan tubuh dari sisa-sisa persetubuhan barusan, dan mengeringkan dengan handuk bersih. dia berkata seraya pamit, 'terima kasih non.., atas segalanya.., non bener, aku nggak pernah merasakan seperti ini, seumur hidupku akan kukenang peristiwa ini sampai akhir hayatku'. Kemudian dia pun kutuntun keluar dari rumahku yg besar. pikirku, sudah cukup aku menikmati persetubuhan ini. Dia keluar dengan wajah berseri, puas dengan apa yang baru saja dialaminya.


>TAMAT<

Pak RT-ku yang Nakal (story by Andani Citra)

Pak Vito adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau lewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.

Pada suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat merk 'Nike' yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagi.

Kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk.
"Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya" senyumku dengan ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah.
"Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?"
"Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya".
Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.

"Minum Pak", tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat.
Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku.
"Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi" katanya.
"Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?" godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.
Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.

"Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat"
Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.
"Pijatan Bapak enak ya Dik?" tanyanya.
"Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!" aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.
Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.
"Enngghh.. Pak!" desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.

Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku.
"Aawww..!" aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku.
Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu.
"Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga", rayunya

Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.
"Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah" godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita.
Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.

"Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!" desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.
"Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik" katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.
Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa mamasukkannya.

Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.

Pak Vito menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, "Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon".
Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.

"Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit" katanya di HP.
Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.
"Wah.. Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang" katanya sambil mencubit putingku.
"Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan" kataku dengan tersenyum nakal.
"Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih" seringainya.
Lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.

Pak Vito menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.

Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku.
"Sayang kalo dibuang, kan mubazir" ucapnya.
Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.

"Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih".
Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.

Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukannya.

Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.

Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.

"Uuuhh.. Pak.. aakkhh..!" aku kembali mencapai orgasme.
Vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.

"Bapak udah mau.. Dik.. Citra..!" desahnya dengan mempercepat kocokkannya.
"Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur" aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.
Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.

Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya.
"Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus" pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis.

Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan.
"Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik"
"Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang" kataku dalam hati.
Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar 'medan laga' kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.


>TAMAT<

Demi Sebuah Absen (story by Andani Citra)

Kisahku yang satu ini terjadi sudah agak lama, tepatnya pada akhir semester 3, dua tahun yang lalu. Waktu itu adalah saat-saat menjelang UAS. Seperti biasa, seminggu sebelum UAS nama-nama mahasiswa yang tidak diperbolehkan ikut ujian karena berbagai sebab seperti over absen, telat pembayaran, dan sebagainya tertera di papan pengumuman di depan TU fakultas.

Hari itu aku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal salah satu mata kuliah penting, 3 SKS pula. Aku sangat bingung di sana tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali, apakah aku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas aku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu.

Akupun complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior di kampusku, dia berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun dia agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.

Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, dia diberi ruangan seluas 5x5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya pamitan.

"Siang Pak!" sapaku dengan senyum dipaksa.
"Siang, ada perlu apa?"
"Ini Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal di catatan saya cuma tiga..," demikian kujelaskan panjang lebar dan dia mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.

Beberapa menit dia meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya aku juga lupa mencatatnya di agendaku. Dengan memohon belas kasihan aku memelas padanya supaya ada keringanan.

"Aduhh.. Tolong dong Pak, soalnya nggak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi saya juga nggak tahu Pak, bukan salah saya semua dong Pak."
"Tapi kan Dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu."

Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku tidak lulus di mata kuliah tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah,

"Ya sudahlah Dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu anda lebih rajin di kemudian hari" dengan meletakkan tangannya di bahuku.

Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu. Dalam perjalanan pulang di mobilpun pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.

Hari itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali aku mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata kuliah ini, juga nilai UTS-ku 8, 8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal. Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah aku pada channel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi.

Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya, aku sendiri kan penggemar seks bebas. Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku. Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dan menetapkan waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal.

Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku.

Birahiku naik membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa. Karena agak macet, aku baru tiba di kampus jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.

Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang biasa kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini bedanya aku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak. Akupun sampai ke ruang dia di sebelah lab. Bahasa dan kulihat lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.

"Masuk!" sahut suara dari dalam.
"Selamat sore Pak!"
"Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih?" katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.
"Itu.. Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya"
"Waduh.. Kan Bapak sudah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang begitu, harap anda maklum"
"Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak?"
"Maaf Dik, Bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini"
"Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk Bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak?"
"Penawaran.. Penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala," katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.

Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku.

"Ayolah Pak, saya percaya Bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa Bapak nggak tertarik dengan yang satu ini" godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.
"Dik.. Kamu kamu ini.. Edan juga.." katanya terpatah-patah karena gugup.
Wajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah, "Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa."

Dia makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar dia lebih leluasa mengelus pahaku. Dengan setengah berdiri dia meraih payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.

"Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok," pujinya

Dia lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Dia berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa

"Ya ampun Dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini!?" tanyanya terheran-heran dengan keberanianku.
"Iyah Pak, khusus untuk Bapak.. Makanya Bapak harus tolong saya juga."

Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat. Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.

"Uhh.. .!" aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah dia. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh.. Rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.

Setelah membuat vaginaku basah kuyup, dia berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga 'burung' yang dari tadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tenggak. Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku.

"Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah nggak sabar nih"
"Eiit.. Sebentar Pak, Bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh," kataku sambil meraih penisnya dan turun dari meja.

Kuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu. Hhmm.. Hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia dia, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut.

Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah dia menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman, sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya. Dia mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan.

Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja kerjanya.

"Ya.. Ya.. Sebentar tanggung ini hampir selesai," sahutnya membalas suara ketukan.

Dari bawah meja aku mendengar dia sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.

"Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum?" tanyaku setelah keluar dari kolong meja.
"Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik."

Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya. Aku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Dia yang memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya tinggi.

Kudorong kepalanya di antara kedua gunungku, dia pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, dia dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak di sekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat.

"Hhmm.. Sempurna sekali tubuhmu ini Dik, pasti rajin dirawat ya," pujinya sambil meremas pantatku.

Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, diapun melanjutkan menyusu dari situ. Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana. Sebagai respons aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes.

Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, dia juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu. Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman.

"Masukin aja sekarang yah Pak.. Saya udah nggak tahan nih," pintaku sambil terus menurunkan resleting celananya.

Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu diturunkan di atas meja kerjanya. Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.

"Ooohh..!" desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Qadar.
"Sakit Dik?" tanyanya.

Aku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak. Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali dia menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus menggigit bibir atau jari. Dia semakin cepat memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari tubuhku.

Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan dia yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya. Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali dia menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya di antara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis.

Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena dia yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.

"Uuhh.. Ngghh..!" desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.

Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya. Pak Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada foto dia dengan istrinya yang dipajang di sana.

Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel di meja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku. Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.

"Bentar yah Dik, Bapak bersihin dulu punyamu ini," katanya seraya menempelkan mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku.

"Sluurp.. Sshhrrp" dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respons atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan. Setelah puas aku disuruhnya naik kepangkuannya dengan posisi berhadapan. Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis dia tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalamku.

20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami.

Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal dia saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan dia melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya dengan mulut saja. Aku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara kedua kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Aku membuka mulut dan mengulumnya.

Seiring dengan tenagaku yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit mulutku, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku. Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, aku berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak terbuang setetespun.

Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali. Belum cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher kemejanya. Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.

Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang. Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian.

"Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, Bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin," katanya sambil memencet putingku.
"Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya nggak mau perjuangan saya selama ini sia-sia," jawabku dengan tersenyum kecil.

Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu pengorbanan apa saja.


>TAMAT<

Adik sang Sutradara - 2

(Sambungan dari bagian 1)


Kuangkat serta kubuka pahanya yang putih mulus itu, terlihatlah dengan jelas dan menggairahkan lubang kenikmatan bagi pria itu berwarna merah muda dan basah oleh cairan yang telah kujilat dan kutelan dengan penuh kenikmatan. Sekali lagi kukecup dan kujilat kedua bibir indah itu dan kugigit kecil klitorisnya yang mungil tapi bukan main menggemaskan. "Dhityaa.. oohh.. mmff!" dia mengerang halus mungkin karena sadar bahwa di ruang tengah ada Mas Echa dan di kamar bawah ada Mbak Ranti, tiba-tiba dia menekankan kepalaku ke vaginanya sehingga aku agak gelagapan untuk bernafas disertai jepitan kedua pahanya di kiri kanan kepalaku, terasa cairan hangat kental melumuri lidahku, bibirku, hidungku. Woow, dia mencapai orgasme. Terdengar sayup-sayup jeritan tertahan keluar dari mulut Mbak Evie, "Aduuh.. Dhiit, kamuu.. nggmm.. gilaa.. oohh.."

Beberapa saat terasa jepitan kedua pahanya masih terasa kuat dan perlahan-lahan mengendur dan akhirnya aku dapat bernafas dengan lega setelah Mbak Evie melepaskan jepitan pahanya di kepalaku serta melepaskan tekanan tangannya di kepalaku dari vaginanya yang nikmat. Mulutku penuh dengan cairan hangat kental dan agak asin itu, tanpa berpikir panjang langsung kutelan karena aku tahu bahwa cairan itu intisari dari makanan yang penuh gizi, sementara tanganku membenarkan penisku yang terjepit CD-ku sendiri supaya agak bebas dari ketegangan yang baru saja terjadi.

"Ooohh.. Dhitya, kamu nakal deh, tapi pinter.." bisiknya sambil tersenyum, kulihat dia dari arah pangkal paha yang putih mulus itu.
"Mbak.. Mbak sendiri yang buat gara-gara, jadi aku nggak tahan untuk itu," jawabku perlahan sambil menghela nafas dan antara sadar dan tidak menikmati apa yang baru saja terjadi, tapi agak takut kedengaran orang lain.
"Dhiit.. sini dong sayaang.." kata Mbak Evie sambil mengulurkan kedua tangannya, kusambut tangannya dan dia menarikku dan mengecup bibirku serta menciumi seluruh wajahku yang masih basah dengan sisa-sisa air kenikmatan yang keluar dari vaginanya itu seolah tidak dirasakannya sama sekali.
"Kamu telah memberikan kepuasan pada Mbak malam ini, Mbak nggak sangka kamu hebat dengan permainan oral seks kamu." sambil membelai wajahku dengan lembut. Edan! aku sendiri jadi sadar sekarang bahwa aku baru saja mengalami permainan oral seks dengan wanita yang selama ini menjadi impianku untuk bermain cinta.

"Mas Iwan nggak pernah berbuat seperti apa yang kamu lakukan tadi, aahh.." keluhnya lagi, Mas Irawan/Iwan adalah suaminya. Sementara aku berkeringat dingin menahan nafsu seksku yang kian memuncak melihat pemandangan di depanku ini, tubuh indah setengah telanjang dari dada ke bawah terbuka tanpa sehelai benang menempel tapi aku sendiri tidak berani untuk mencoba-coba yang aneh-aneh sampai tangan Mbak Evie menyusup ke dalam celanaku dan menyentuh serta meremas penisku yang sudah tegang sejak aku melakukan oral seks terhadapnya.

"Aduuh.. panjang amat burungmu ini Dhit, berapah sih ukurannya?" tanyanya berbisik manja.
"16 cm Mbak.. tapi jangan sekarang, Mbak.. aku takut nanti Mas Echa atau Mbak Ranti bangun gara-gara ini.. mati aku nanti, Mbak.." kataku berbisik dan was-was penuh kekawatiran tapi juga kepingin karena memang benar aku sudah seperti keluarga sendiri bagi Mas Echa dan Mbak Ranti, kalau aku tertangkap basah bercinta dengan adiknya, habis, tamat, the end riwayatku.
"Ah.. nggak pa-pa Dhit, kamar ini kan di atas dan terpisah agak jauh dari kamar Mas Echa dan mereka sudah pada mimpi.. sinii jangan jauh-jauh tidurannya." jawabnya lagi merayuku sambil tetap meremas lembut penisku dan menarik tubuhku supaya tetap menempel dengan tubuhnya. Aduh Mak, meskipun aku amat bernafsu, aku masih ragu-ragu. "Teruskan Dhit, kau memang bodoh kalau membuang kesempatan emas yang sudah kamu tunggu-tunggu," kata hatiku.

Tertegun sejenak, aku kembali sadar dengan remasan tangan di penisku dan kecupan bibir sensual Mbak Evie di pipiku, terus bergeser ke mataku, akhirnya bibir kami berpagut penuh nafsu birahi yang tinggi, tanganku kembali mengusap serta meremas lembut susunya serta puting Mbak Evie yang menggemaskan itu, sementara Mbak Evie juga tidak ingin kalah agresif menggerakkan tangannya naik turun pada penisku yang masih di dalam celana jeans-ku.

"Dhitya, buka celanamu sayang, aku jadi gemas banget dan biar tanganku bebas mengelus burungmu ini," katanya lagi.
Sejenak permainan tanganku terhenti sejenak, aku bangun dan melepaskan celanaku juga baju serta sweater yang kupakai untuk menahan dinginnya malam di Cibodas. Kulihat Mbak Evie juga serta merta melepas T-Shirt yang dipakainya dan tampaklah tubuh perempuan 38 tahun, masih mulus dengan kedua susunya yang besar (akhirnya kuketahui ukurannya 38A, woow!), putih mulus dihiasi dengan puting coklat muda. Aku berbalik dan menghadapnya dengan tubuh yang sudah tanpa sehelai benang dan penisku tegak bak meriam si Jagur yang terpampang di Stadhuis stasiun Kota meskipun udara Cibodas cukup dingin menggigit kulit. Mbak Evie tertegun kaget sambil menutup mulutnya yang sensual pada saat dia melihat ke arah penisku yang tegak di hadapannya, kuraih tangannya menyentuh penisku sambil kugenggamkan, dia menurut sambil memandangku kagum.
"Oooh Dhitya, panjang amat.. bohong kalau kamu bilang 16 cm," katanya sambil meremas lembut serta mulai menggerakkan maju mundur.

Aku sudah tidak sanggup berkata apa-apa lagi tetapi masih bisa berpikir sambil mendekati serta naik ke tempat tidur. Kami sudah duduk berhadapan saling berpandangan, sejenak aku berpikir, "Inilah kesempatanku untuk menikmati tubuh montok Mbak Evie yang sudah sejak perkenalan pertama yang kuimpi-impikan, meskipun sudah dalam keadaan telanjang bulat itu aku masih takut kalau-kalau Mas Echa atau Mbak Ranti terbangun dan mencariku atau Mbak Evie dan kami tidak berada di ruang tengah dan mendapati kami sedang berbugil ria di kamar Mbak Evie maka seperti yang aku katakan di atas, "I AM DEAD!"

Akan tetapi di depanku sudah tersedia yang kuinginkan selama ini, tunggu apa lagi. Kusentuh dan kuremas susu yang besar putih dan montok itu dengan sebelah tangan, sambil merebahkan diri Mbak Evie masih tetap memegang penisku dan aku menarik selimut dan menutupi badan kami berdua agar tetap hangat. Tanganku bergerilya di balik selimut tebal, memilin puting susunya yang coklat muda terus turun ke arah vaginanya yang mulai membasah lagi sementara bibir kami saling berpagutan dan permainan lidah Mbak Evie yang jelas lebih berpengalaman dariku, membuatku tersengal-sengal.

"Dhiitt.. masukin ya sayang, aku nggak tahan lagi.." desahnya dan terasa dia membuka pahanya serta merta mengarahkan penisku yang tegang dengan tangannya menyentuh klitorisnya dan agak memaksa ditekan memasuki lubang vaginanya yang terasa pas-pasan bagiku, mungkin juga Mbak Evie rajin senam body language, maklum sudah 2 kepala bayi keluar lewat lubang tersebut tetapi itu vagina masih lumayan sempit.

Bukan main, aku merasakan nikmat luar biasa kehangatan dinding vagina Mbak Evie serta kejutan-kejutan kecil mulai dari kepala hingga pangkal penisku yang masuk tertelan habis ke dalam lubang kenikmatan itu.

"Ooohh.. Dhitya, kamu lain rasanya sama Mas Iwan.." desahnya penuh nikmat, sedangkan aku sudah tidak bisa berbicara apa-apa karena merasakan kenikmatan seperti yang kukatakan di atas sambil memejamkan mataku.
"Mbaak.. mmff, enak Mbaakk.." desahku berbisik di kuping kirinya, kemudian dengan lembut karena aku tidak ingin cepat-cepat kehilangan nikmat dunia ini berlalu dengan segera kukecup keningnya, matanya yang terpejam manis, hidungnya yang mirip hidung Vonny Cornellya itu (agak mancung dan bangir) berakhir di bibirnya yang sensual, kukecup sambil mempermainkan lidah, kupagut habis-habisan sementara dia pun memeluk leher serta kepalaku sambil mendesah-desah kecil.

Aku mulai gerakan turun naik pinggul serta pantatku, reaksi Mbak Evie juga demikian, dia menggerakkan pinggulnya dengan perlahan, makin cepat.. makin cepat, aku merasakan denyut-denyut kecil di kepala penisku. Woowww.. aku hampir orgasme, aku mencoba menahan klimaks yang akan terjadi dengan segera kulepaskan bibir sensual itu dan kukecup, kuhisap serta kujilati bergantian kedua susunya yang besar dan montok itu, rupanya itu merupakan bagian sensitif kedua setelah vaginanya, dia menjerit kecil dan segera kututup dengan tanganku agar tidak keterusan yang dapat berakibatkan, "I AM DEAD."

"Dhiit.. oohh, teruuss Dhiitt.." suaranya berbisik terdengar setelah aku melepaskan dekapan tanganku dari mulutnya yang mungil itu sementara aku masih dengan kegilaan yang menjadi-jadi mengisap, menjilati serta menggigit-gigit kecil kedua susu beserta putingnya yang indah itu.Gerakan pinggulku serta pantatku makin cepat.. makin cepat.. makin cepat naik.. turun.. naik.. turun.. naik.. turun yang diikuti oleh gerakan pinggul Mbak Evie yang juga makin hot dan menggila itu.

"Mbaakk.. akuu.. nggaak tahaann.." aku mengerang tertahan agar tidak berteriak keras.Badanku mengejang dan beberapa saat paha mulus Mbak Evie menjepit pinggangku dengan kuat serta pagutannya pada bibirku diikuti dengan permainan lidahnya yang hebat dan dia melepaskan pagutannya disertai, "Aduuhh.. teruus Dhiit, akuu mauu.. mmff.." dia memelukku dengan keras dan, "Crett!" meledaklah segala yang ada di dalam diri kami dengan menyemburnya spermaku ke dalam vagina Mbak Evie yang disertai orgasmenya sendiri, terasa dengan makin basah dan hangatnya penisku sambil berdenyut 'terurut' oleh otot-otot vagina Mbak Evie. Kami berpelukan dengan erat di balik selimut tebal yang menutupi hangat tubuh kami, beberapa saat kami lupa diri.. di mana.. sedang apa.. siapa yang ada di sekitar kami, LUPA, LUPA, LUPA!

Kulepaskan pelukanku atas tubuh Mbak Evie yang montok itu sambil memandangnya, terlihat matanya yang indah itu tertutup sedikit dan perlahan dia membuka kembali matanya sambil menatapku sayu.
"Oohh.. Dhitya, hari ini kamu memang hebat! selama hampir 17 tahun aku kawin baru hari ini aku merasakan kenikmatan orgasme yang enaak.." katanya sambil tersenyum puas sambil mengusap kedua belah pipiku.
"Mbak.. aku juga mau jujur sama Mbak, sebenarnya aku juga ingin begini sama Mbak sejak pertemuan pertama di rumah Mas Echa beberapa bulan yang lalu, tapi.. yah aku ini apalah.. hanya pembantu kru filmnya Mas Echa dan.." belum sempat aku meneruskan kata-kataku tangan wanita berumur 38 tahun itu yang halus menutup mulutku dengan lembut.
"Mbak sudah tahu dan merasakannya Dhit, aku juga sebenarnya senang sama kamu sejak awal kita bertemu dan Mbak Ranti sudah banyak menceritakan tentang kamu, jadi aku kasihan, yaa senang, yah.. akhirnya ya begini jadinya, tapi aku puas lho." katanya lagi sambil mengecup bibirku.
"Mbak.. sudah jam berapa ini, besok masih ada shooting, jadi kita stop dulu yaa.." aku mengingatkan dia. Mbak Evie mengangguk dan kami saling melepaskan diri, bangun menuju kamar mandi sambil berjingkat-jingkat agar tidak menimbulkan suara-suara yang mencurigakan para kru yang lain yang kebetulan beberapa diantara mereka tidur di villa yang sama dengan kami. Dengan gaya seperti maling aku melangkah kembali ke ruang tengah, kulihat Mas Echa masih tergeletak mendengkur dengan keras di atas lantai yang dilapisi karpet yang cukup tebal dan aku naik ke atas sofa, menarik selimut dan memejamkan mata sambil kembali melamunkan tentang apa yang baru saja terjadi antara aku dengan Mbak Evie yang cantik dan montok itu.

Sejak kejadian di villa Cibodas itu, Mbak Evie dan aku sering bertemu di rumah Mas Echa atau aku suka diajak ke rumahnya, bertemu dan berkenalan dengan Mas Irawan suaminya yang hobinya bermain golf (olahraga kaum executive yang sukses), cukup gagah Mas Irawan menurutku, pada awalnya aku tidak mengerti mengapa Mbak Evie agak acuh terhadap suaminya kalau kebetulan aku berkunjung ke rumahnya dan ada Mas Irawan. Hubunganku dengan anak-anak mereka cukup baik, bahkan mereka merasa senang dengan kehadiran "Mas Dhitya" yang sering membantu membuat PR juga dalam menjaga hubungan baik itu aku sering diminta tolong oleh Mas Iwan untuk mengantar putri sulungnya Cempaka juga adiknya Melati untuk pergi ke supermarket atau ke restaurant atau ke toko buku baik bersama Mbak Evie ataupun tidak.

Lama kelamaan aku tahu juga dari para kru filmnya Mas Echa bahwa ternyata Mas Irawan punya simpanan kekasih gelap atau WIL (wanita idaman lain), akibatnya Mbak Evie pernah memergoki suaminya berkencan dengan WIL-nya itu melakukan balas dendam yaitu ikut main film bersama kakaknya dan bercinta denganku yang jelas tanpa diketahui oleh keluarganya meskipun beberapa teman kru film sepertinya mencium hubunganku dengan Mbak Evie ada 'sesuatu yang istimewa'.

Beberapa kali kami bercinta di rumah Mbak Evie pada saat anak-anak sedang sekolah ataupun di hotel dan aku baru mengetahui bahwa sejak 1 tahun terakhir Mbak Evie sangat jarang bercinta dengan Mas Iwan sehingga aku bisa mengerti kalau kami bercinta di rumahnya ataupun di hotel serta di lokasi shooting film di luar kota di mana kami menginap 3-4 hari dia berlaku seperti kekasihku dengan manja dan kadang-kadang bersikap garang ingin dipuaskan keinginan seksualnya yang menggebu-gebu dan meletup-letup karena dendam juga haus sentuhan laki-laki, aku pun senang melayaninya, yah.. laki-laki mana tidak akan gandrung melihat perawakan Mbak Evie yang menggemaskan itu tapi akan berpikir 2 kali untuk mencoba untuk menggodanya begitu tahu siapa kakaknya, sedangkan aku hanya sekedar 'tukang urut' yang kebetulan bernasib baik dipercaya oleh Mas Echa untuk ikut kerja bersamanya dan bisa "nempel" dengan Mbak Evi yang cantik itu. Sementara aku tetap bersikap biasa dan patuh seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu yang istimewa diantara kami sebagaimana biasanya aturan kru film kepada Mas Echa, Mbak Ranti dan juga Mbak Evie bila bertemu dalam kegiatan shooting film.

Hubungan kami berlangsung terus dengan baik sampai pada suatu saat yang juga amat berkesan yang menjadi salah satu pengalamanku dimasa itu yang akan kusampaikan pada kesempatan yang lain.

Beberapa nama sengaja aku ganti demi menjaga kehormatan serta nama baik orang-orang yang kusebut di atas sedangkan nama-nama tempat serta adik sang sutradara adalah benar nama panggilan sehari-harinya.


>TAMAT<

Adik sang Sutradara - 1

Akhir 1977 merupakan batas bagiku untuk harus menyelesaikan kuliah pada Fak.Teknik Mesin di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Aku butuh biaya yang tidak sedikit dan umurku telah mencapai hampir 27 tahun. Sehingga hampir segala macam jenis pekerjaan untuk mendapatkan minimal 60% tambahan untuk biaya kuliah, ujian lokal maupun ujian negara kuusahakan semaksimal mungkin karena aku sudah menghentikan pemberian dari orang tuaku, kupikir mereka sudah cukup membiayaiku selama hampir 7 tahun selama aku kuliah. Bekerja part time antara lain aku ikut dalam pembuatan beberapa film Nasional baik di dalam negeri maupun sampai keluar negeri, mengikuti salah satu sutradara yang cukup terkenal, aku sekaligus merangkap sebagai figuran dan kru film itu sendiri.

Selama mengikuti pembuatan beberapa film di Jakarta, aku sempat berkenalan dengan salah satu pemain wanita yang pada saat itu cukup terkenal dan cukup aduhai baik wajah dan bentuk tubuhnya. Umurnya 38 tahun dengan tinggi kira-kira 164 cm serta berat badan ideal bagi wanita seumurnya, rambutnya panjang dikepang satu, pokoknya amat ideal menurut ukuran favoritku. Dia isteri seorang pengusaha dan merupakan adik dari salah satu sutradara terkenal di Jakarta untuk film-film action di saat itu dimana aku ikut bekerja. Oleh karenanya itu Mbak Evie (demikian kami menyapanya) sering menjadi pemeran pembantu dihampir semua produksi film yang kuikuti tersebut. Raut serta kelengkapan wajahnya, kehalusan dan warna kulitnya kalau boleh aku bandingkan dengan bintang sinetron masa kini mirip sekali dengan Vonny Cornelya.

Aku sendiri pada saat itu masih muda, wajahku lumayan dengan kumis hitam yang lebat, didukung dengan tinggi badan 173 cm, berat 68 kg, postur tubuhku cukup bagus yang kujaga berkat hasil olahraga keras seperti pencak silat tradisionil selama masa kuliah serta aku mempunyai sikap kebiasaan yang cukup sabar, penuh perhatian terhadap segala sesuatu yang menarik perhatianku juga kepada hal-hal yang baru khususnya dibidang fotografi dan perfilman disertai bicara apa adanya kadang seenaknya tapi tetap menjaga sopan santun khususnya kepada yang lebih tua. Ini menjadi modal utama bagiku yang pada saat itu sehingga aku amat dekat dengan Mas Mahesa Jenar (Sang Sutradara). Kedekatannya denganku membuat para figuran ingin bersahabat denganku terutama wanita-wanita muda yang cantik dan berharap untuk bisa tampil pada setiap adegan dalam setiap film yang dibuat oleh Mas Echa (kru film menyapanya dengan panggilan ini).

Perkenalanku dengan Mbak Evie berlanjut secara tidak sengaja terjadi pada saat aku bersama kru film yang lain sedang mengambil shooting bertempat di lokasi Cibodas dimana aku sudah beranjak naik dari figuran kemudian dipercaya oleh Mas Echa untuk menjadi juru foto atau 'Still Photo' menurut istilah perfilman (aku mempunyai hobby fotografi sampai dengan saat ini) dan akhirnya aku dipercaya sebagai asisten Mas Echa. Bekerja dengan Mas Echa, seorang sutradara yang amat baik tetapi tegas dalam memberikan kesempatan kepada setiap anggota kru film dibawah pimpinannya untuk berkembang sehingga hampir semua pekerjaan yang menyangkut pembuatan film kukuasai (kita bekerja dengan system kekeluargaan yang erat). Secara kebetulan aku juga memiliki sedikit keahlian untuk mengurut/memijat badan/anggota tubuh yang kupelajari seiring dengan kegiatan bela diri tradisionil yang telah kusebut di atas dan akhirnya para kru tahu bahwa mereka punya 'tukang urut' untuk relaks setelah menjalankan kegiatan sehari-hari. Inilah awal aku jadi lebih akrab dengan Mbak Evie yang manis dan menggairahkan dengan umurnya 38 tahun dan sudah mempunyai anak 2 puteri yang cantik-cantik, Cempaka yang sulung kelas 1 SMA dan Melati yang bungsu kelas 2 SMP.

Beberapa kali seperti biasanya apabila setelah kegiatan shooting selesai pada malam hari kami berkumpul bersama sutradara dan beberapa kru film yang telah menjadi akrab seperti saudara sendiri serta juga Mbak Evie berada diantara kami. Dan pada suatu saat kami sedang melakukan shooting film di sebuah villa di Cibodas.

"Dhitya, katanya jari-jari kamu pandai melemaskan otot yang kaku, coba sekarang buktikan sama Mbak kalau kamu memang benar-benar ahli." kata Mbak Evie pada suatu malam disaat 'break' sehabis shooting kami berkumpul di villa Cibodas di ruang tengah yang mana hadir juga beberapa kru dan Mbak Ranti yang merupakan isteri Mas Echa, orangnya lembut dan amat baik hati, seperti biasanya sebagian kru termasuk aku duduk di lantai yang dilapisi karpet tebal.
"Iya Dhit, aku juga mau diurut badanku terutama bagian belakang dan pinggangku rasanya pegal sekali, aku sudah hampir 2 malam berturut-turut tidurku nggak nyenyak," sambung Mas Echa yang langsung rebah telungkup di bawah dekat aku duduk bersimpuh.
"Mas, kasihan Dhitya dong, jangan lama-lama yaa. Dia kan perlu istirahat juga." Mbak Ranti langsung memotong kata-kata suaminya, aku tersenyum dan maklum bahwa Mbak Ranti sangat sayang kepadaku dan dia menganggapku sebagai adiknya sendiri karena aku sudah agak lama mengikuti kru film Mas Echa dan selalu membantu apa yang diperintah mereka berdua diluar kerja film, bahkan beberapa kali Mbak Ranti memberiku uang untuk tambahan biaya kuliah dan ujian, pernah juga dia menemuiku tertidur di atas meja di kamar editing film Mas Echa, di rumahnya karena saking lelahnya bekerja, dia mengambil selimut dan menutupi tubuhku agar tidak kedinginan karena editing room harus selalu dalam keadaan sejuk dengan suhu maksimal 15 derajat Celsius.

Kembali pada keadaan di villa Cibodas malam itu, Mas Echa seperti tidak peduli dengan ucapan isterinya tadi seperti yang kuceritakan di atas, dia dengan wajah yang gagah, kelaki-lakian atau HE-MAN menurut istilah perfilman serta tubuhnya tinggi besar sudah tegeletak telungkup di hadapanku dengan dada telanjang. Aku pun langsung action mengurut Mas Echa sambil melirik dan berkata kepada Mbak Evie, "Sebentar yaa Mbak, aku selesaikan Mas Echa setelah itu aku akan mengurut Mbak."
"Benar lho, kamu mau mengurutku, awas kalau kamu bohong," jawabnya dengan senyum yang manis dan rasanya ada sesuatu luar biasa.

Seperti biasanya Mas Echa kalau sudah kena tanganku mengurutnya dalam tempo 15 menit langsung terdengar dengkurnya yang khas, kulihat Mbak Ranti yang masih asyik mengobrol dengan Mbak Evie menggeleng-gelengkan kepalanya dan bangkit dari kursi lalu meninggalkan kami menuju kamar tidur sambil berkata, "Vie, aku tidur duluan ya, Mas-mu itu kalau sudah diurut lupa sama semuanya, dan ini selimutnya ya Dhit, untuk kamu sama Mas Echa."
Memang salah satu kebiasaanku dan Mas Echa kalau shooting di luar kota terutama di daerah pegunungan kami selalu tidur di ruang tengah villa, jadi selimut selalu disiapkan oleh Mbak Ranti.

Sementara teman-teman yang lain satu persatu meninggalkan ruang tengah untuk langsung istirahat tidur karena biasanya pagi-pagi sebelum matahari terbit kegiatan shooting sudah mulai kembali.Tinggal kami bertiga, Mas Echa yang sudah tertidur dengan dengkurnya yang khas, Mbak Evie yang dengan penuh perhatian memandang ke arah tanganku yang bergerak dengan pasti dan lentur mengurut punggung serta pinggang Mas Echa dan aku sendiri 'si tukang urut'.

Kutengok ke arah Mbak Evie yang sedang melamun. Aduh mak! manisnya ini wanita dengan dadanya yang montok, padahal anaknya sudah 2 dan tubuhnya masih padat dan montok itu.

Sudah 20 menit aku mengurut Mas Echa dan kelihatannya dia sudah terbang ke alam mimpi.
"Bagaimana Mbak Evie, jadi nggak dikerjain badannya?" sapaku enteng acuh tak acuh sambil tersenyum.
"Jadi dong, memangnya aku mau nungguin kamu dengan percuma tanpa hasil?" jawabnya tertawa halus dan renyah terdengar olehku.
"Tapi aku nggak mau di sini, ayo kita ke kamarku," katanya lagi setengah berbisik, aku terkejut dan jadi bertanya-tanya dalam hati, dia ini serius ya?
"Mbak, nggak enak dong sama Mas Echa dan Mbak Ranti nantinya kalau mereka tahu kita berdua di dalam kamar aku mengurut Mbak," jawabku pelan dan agak ragu.
"Alaahh, nggak pa-pa kok, mereka kan sudah pada tidur, ayo cepetan aku juga sudah mulai ngantuk nih." tukasnya dengan kerlingan mata yang penuh arti.

Nah lho, aku berpikir sejenak, ini adalah kesempatanku berdua dengan Mbak Evie yang dari sejak pertemuan pertama aku sudah membayangkan bagaimana bentuk tubuhnya yang indah kalau tanpa sehelai benang melekat di tubuhnya, tapi aku masih ragu-ragu soalnya dia kan adiknya Mas Echa dan sementara itu banyak orang di sekitar kami meskipun semua sudah pada tidur di kamarnya masing-masing. Kuselimuti Mas Echa yang sudah mendengkur seperti suara gergaji pemotong balok kayu itu. Kulihat Mbak Evie sudah naik dan masuk ke kamarnya yang terletak di bagian atas villa yang disewa itu dan perlahan-lahan aku mengikuti dari belakang.

"Sebentar ya Dhit aku ganti baju," katanya, dia masuk ke kamar mandi, beberapa saat kemudian dia keluar mengenakan celana olahraga yang amat pendek sehingga pahanya yang putih mulus terlihat dengan indah dan dia mengenakan kaos T-Shirt yang membuatku tertegun sejenak menelan ludah karena buah dadanya yang ternyata besar dan masih mencuat padat, terlihat membekas putingnya pada T-Shirt tersebut karena dia tidak memakai BH. Aku pura-pura tidak memperhatikannya.
"Terus posisi tidurku harus bagaimana Dhit?" tanyanya terlihat seolah-olah masa bodoh dengan penampilannya yang menggairahkan itu.
"Ya terserah Mbak, mungkin sebaiknya tengkurap dahulu supaya saya bisa mulai mengurut dari kaki Mbak." jawabku agak bingung menghadapi tubuh indah dan menggemaskan itu.
Tanpa banyak bicara Mbak Evie langsung tidur tertelungkup di atas tempat tidur jenis single bed di depanku. Aduh Mak! mimpi apa aku ini ada tubuh montok di hadapanku.

Aku masih tertegun melihat sepasang betis dan paha yang putih mulus di depanku.
"Ayo dong mulai, kok jadi ngelamun.. hayo mikir apa, mikir yang bukan-bukan yaa.." tegurnya halus sambil menoleh ke arahku sambil tersenyum penuh arti, aku tersadar sejenak.
"Oh.. eh maaf Mbak, aku juga heran kok aku jadi bengong melihat betis dan paha Mbak yang mulus ini. Mbak pasti rajin ikut body language ya, pasti nih rajin senam ya Mbak," jawabku seenaknya tanpa sadar, mungkin aku juga mulai ngawur.
"Ah kamu, dasar laki-laki.. semua sama saja nggak bisa lihat barang mulus, pasti nafsu deh." juga jawabnya sekenanya.
"Maaf ya Mbak, aku mulai yaa.." kataku sambil mulai memijat telapak kakinya, kemudian naik ke arah betis yang bagaikan padi bunting terus ke bagian paha dengan keahlian gerakan jari-jariku dengan lentur.

Beberapa saat kemudian terdengar keluhannya halus, "Oh.. Dhit, kamu kok pintar sih mijat, Mbak belum pernah merasakan pijatan seperti ini," katanya lembut, aku juga merasakan gerakan tubuhnya yang mulai seperti terangsang oleh gerakan jari-jariku pada bagian belakang betis, paha serta pantatnya, pinggulnya yang terasa olehku masih padat dan gempal.

Aku memiliki sedikit pengetahuan dalam hal urut-mengurut bagian tubuh wanita maupun pria sejak masa SMA dari seorang ahli massage olahraga dan menurutnya ada daerah yang amat sensitif di atas pantat sedikit dan di bagian bawah pinggang apabila terkena pijatan atau tekanan jari yang tepat dapat menimbulkan nafsu birahi yang tinggi, dan aku mencoba melakukan hal tersebut pada tubuh Mbak Evie, ternyata aku melihat satu hasil nyata, gerakan nikmat darinya disertai nafasnya yang mulai tidak teratur akibat pijatanku tersebut.

"Aaahh.. kamu kok mijetnya tambah enak siihh Dhit?" keluhnya lagi.
"Mbak.. nikmati saja dulu, komentar belakangan deh." jawabku acuh tak acuh, padahal aku sendiri mulai payah rasanya dan horny dengan desahan-desahannya serta erangannya yang menggemaskan.
Tidak berapa lama kemudian, dia menggeliat dan sekonyong-konyong Mbak Evie membalikkan badannya sehingga tanganku secara tidak sengaja menyentuh perutnya yang putih akibat tersingkapnya T-shirt yang agak kebesaran dengan gerakan badan yang tiba-tiba itu, tangannya serta merta memegang serta menarik tanganku dan ditempelkan ke dadanya yang besar dan membusung itu. Aku sempat tercengang sebentar, lalu dengan refleks aku menggenggam kedua bukit indah itu, lembut."Ohh.. Dhitya, pijet susu Mbak yang enak yaa.." keluhnya penuh nikmat.

Tanpa diminta dua kali aku langsung meremas lembut kedua susunya yang besar dan masih agak kenyal itu dengan kenikmatan luar biasa, terus kuremas sambil mengangkat kaos T-Shirtnya sehingga akhirnya aku dapat melihat bukit indah itu dengan jelas, bukan main putih, besar dengan puting berwarna coklat muda dan menggemaskan. Secara perlahan-lahan kuciumi, dan aku sudah tidak peduli lagi dengan desahan-desahan dan erangan-erangan Mbak Evie yang menikmati permainan jariku serta lidahku yang menjilat serta menghisap kedua susunya dengan puting berwarna coklat muda. Aku rasanya persis seperti bayi minum ASI. Penisku mulai berontak di balik celanaku, tapi aku masih asyik dengan permainan susu Mbak Evie yang memang benar-benar impianku untuk memeluk serta menghisapnya sepuas-puasnya.

"Ooohh.. Dhiitt.. kamu pinter sekali Dhiit, terus isep susuku Dhiit.." keluh kesahnya tertahan kenikmatan.

Aku pun mulai dengan kegilaanku, kukecup, kuhisap bergantian kedua puting berwarna coklat muda yang mengeras sebesar biji buah kelengkeng itu dengan kenikmatan yang luar biasa sambil meremas-remas lembut. Gerilya mulutku terus turun ke arah perutnya yang agak berkerut, maklum sudah melahirkan 2 anak tapi masih cukup mulus bagiku, terus turun dan tanganku membuka celana pendeknya sekaligus CD-nya yang berwarna hitam tipis berenda itu. Mbak Evie juga mengangkat pantatnya guna memudahkan aku melepas celananya. Tanganku kembali meremas susunya yang besar, kenyal dan masih padat itu dengan gemasnya, sementara lidahku bergerilya pada ujung vagina Mbak Evie yang ditumbuhi bulu-bulu lebat hitam keriting itu, kujilat lembut sambil mengecup perlahan. Tangan kanannya meremas kepalaku sambil menekan ke arah vaginanya yang basah berlendir bening terasa agak asin di lidahku, sementara tangan kirinya terasa membantuku meremas susunya sambil mendengus tertahan menahan rasa nikmat permainan bibir dan lidahku di vaginanya.

(Bersambung ke bagian 2)

Dugem dan Seks

Namaku Rio, aku tinggal di kota metropolitan dan baru masuk kuliah di universitas swasta yang terkenal. Aku adalah remaja yang tak pernah kekurangan apapun, terutama materi. Karena itu aku dengan mudah terjerumus dalam gelapnya dunia malam bersama teman karibku yang selalu bersamaku.

Malam itu seperti biasa aku pergi ke diskotek bersama Rudi temanku, malam itu suasana tampak ramai sekali karena ada tarian striptease yang panas. Aku langsung ke bar untuk beli minuman sementara Rudi langsung turun untuk joged. Setelah beli minum aku cari tempat duduk untuk melihat situasi, biasa, "mencari mangsa".

Lagi asyik jelalatan lihat-lihat pantat seksi, pundakku ditepuk dari belakang, setelah kutoleh, ternyata ada dua cewek seksi berdiri di belakangku.

"Hai, boleh gabung di sini gak? capek nih dari tadi nge"beat" terus." tanya dia padaku.
"Boleh aja, kosong kok." jawabku sambil melirik kearah dadanya yang montok berisi.
"Aku Sherli, ini temanku Devi, nama kamu siapa?" tanya cewek itu.
"Oh.. Aku Rio." jawabku sambil mengulurkan tangan pada Devi.
"Gila.. Nih cewek mulus abis.. Wuih dadanya.. Pantatnya.." batinku sambil mengamati si Devi, ternyata si Devi tau kalau mataku sedang memandang ke arah dadanya.
"Hai..! ngapain lihat-lihat, pegang aja." godanya sambil tersenyum padaku.
"Ha ha ha ha jangan ah, ntar kalau aku nafsu gimana hayo" jawabku sambil tertawa.

Akhirnya makin lama kami semakin akrab.

"Eh turun yuk? nge-beat lagi biar makin hot." ajak Devi.
"Oke deh, yuk..". Kami bertigapun gabung nikmati dentuman house musik sambil joged.
"Eh kesana yuk, aku kenalin ama temanku biar kamu gak sendiri." ajakku pada Sherli sambil menggandeng tangannya menuju tempat Rudi joged.
"Hoii.. Rud! nih kenalin temenku daripada sendiri aja!" Akhirnya mereka kenalan & joged bareng.

Kami berempat joged sama-sama menikmati house musik yang makin hot, aku joged dibelakang si Devi sambil memeluk dia, Devi juga joged sambil pantatnya digoyang-goyang ke depan celanaku, tampaknya dia makin panas dengar lagu house. Kontolku jadi mengeras kena goyangan pantat si Devi, tangankupun jadi gerilya meraba-raba dadanya sambil menciumi lehernya yang mulus itu.

Akupun joged sambil menggoyang pantatku maju mundur seperti orang ML. Kami makin lama makin gila jogednya, tangan Devi juga gak mau kalah meraba-raba kontolku sambil terus nge-beat. Kulihat Si Rudipun tengah asyik berciuman dengan Sherli sambil berpelukan. Tak terasa udah saatnya bubar, waktu menunjukkan pukul 4 pagi, kamipun pergi ke tempat parkir untuk mengambil mobil.

"Eh.. Dev, kamu pulang kemana? aku antar ya?" tanyaku pada Devi.
"Kalau aku ama Sherli sih biasanya nongkrong di cafe, nunggu pagi, abis tempat kost kami dikunci sih" jawabya.
"Gimana kalau kita nyewa villa di puncak, kan asyik nih berempat?" celetuk Rudi.
"Iya deh dev, ke villa aja?" ajak Sherli sambil ngelirik Rudi penuh arti.

Akhirnya kamipun berkendara ke puncak, aku yang nyetir mobil, Devi duduk di sebelahku sambil tiduran. Saat lihat kebelakang lewat kaca spion, Rudi tampak lagi asyik menjilati dada Sherli sambil tangannya meraba raba kedalam rok Sherli, Sherli tampak merem melek menikmati.

"Woi.. Gile loe! ntar aja di villa, kurang ajar loe, aku lagi nyetir gini, loe lagi enak-enakan!" hardikku pada Rudi sambil tersenyum.
"Udah.. Loe nyetir aja, aku lagi pemanasan nih.." jawab rudi padaku.
"Iya nih Rio, nganggu aja, nanti aja kamu ama devi di villa!" tambah serli sambil tangannya menarik kepala rudi untuk menjilati dadanya lagi.

Setelah sampai, kami berempat masuk kedalam villa, kulihat rudi ama sherli langsung menuju kamar, tampaknya mereka sudah nafsu abis.

"De, kamu ngantuk ya? gimana kalau kita mandi aja biar seger? tanyaku pada devi, "iya nih ngantuk.. Oke deh mandi aja, lagian rugi dong kalo tidur sekarang.." jawab devi penuh arti.

Kami berdua pun menuju kamar mandi, kontolku udah mengeras dari tadi melihat rudi ama sherli dalam mobil. Tanpa malu-malu devi menanggalkan semua pakaiannya, hingga terlihat bulu-bulu halus yang menutupi vaginanya, tubuhnya begitu mulus dan montok.

"Hei kok pakaiannya gak dilepas juga sih, katanya mau mandi?" kata devi mengagetkanku sambil tangannya melepaskan pakaianku.
"Lho kok udah keras gitu, pengen ya?" tanya devi sambil tersenyum.
"Iya nih, abis kamu seksi banget nih" jawabku sambil meluk devi dan mencium bibirnya.

Tak terasa kami udah saling berciuman sambil saling meraba, tanganku menggosok-gosok vaginanya sambil sekali-kali jariku kumasukkan kedalamnya, bibirku terus menciumi bibirnya, lidahku mulai masuk kedalam bibirnya.

Tampak devi mendesah menikmati rangsanganku, kontolku terus dikocok-kocok lembut. Akhirnya devi jongkok didepanku kemudian bibirnya mulai menjilati kontolku dari batang sampai pucuknya. Kontolku dilumat habis masuk kedalam bibirnya sampai aku hanya bisa bersandar di dinding tak kuasa menahan rangsangannya, tanganku memegang kepalanya agar bergerak maju mundur makin cepat.

"Oh.. Enak dev, terus.. Terus.." desahku menikmati.
"Sini gantian dev, aku pengen menjilati vaginamu.." kemudian kutarik tubuhnya membelakangiku.

Akupun jongkok di belakangnya sehingga tampak belahan pantatnya yang montok, aku langsung menciumi pantatnya sambil meremas-remas pantat seksinya, lidahku mulai menjilati vaginanya yang basah kemerahan sambil sekali-kali lidahku kumasukkan kedalam vaginanya.

"Shh.. Ach.. Terus yo.. Terus.. Gigit klitorisku.. Ach!" desis devi, tangannya mendorong kepalaku, membenamkan kepalaku ke pantatnya.

Kugigit lembut klitorisnya sambil terus kujilati vaginanya, kulihat kakinya bergetar hebat kemudian terasa cairan hangat membasahi mukaku, terus kujilati vaginanya sampai devi mendesah-desah menikmati orgasmenya.

"Udah.. Aku udah keluar nih, gila.. Pinter benar kamu yo, gantian dong kamu kan belum orgasme, aku juga pengen ngerasain kontolmu kedalam vaginaku.." desah devi sambil menjilati wajahku yang basah kena cairannya.

Aku tersenyum sambil membungkukkan badan devi membelakangiku, kemudian kontolku mulai kugesek-gesekkan diluar vaginanya yang kemerahan itu, " cepetan dong yang.. Aku uda nggak tahan nih.." desah devi agar aku cepat memasukkan kontolku.

Setelah kontolku basah kena cairannya, langsung kusodok pelan-pelan, terasa lembut dan hangat saat pucuk kontolku mulai masuk, lalu kugoyang pelan-pelan sehingga batang kontolku masuk semua, terasa hangat dan lembut vaginanya memijat kontolku.

"Ach.. Ach.. Ach lebih cepat lagi yo.." kata devi sambil mendesah.

Aku mulai bergerak maju mundur lebih cepat sambil tanganku terus meremas buah dadanya, makin lama orgasmeku hampir mau keluar.

"Ah.. Aku mau keluar nih de..!" ujarnya.

Sambil menarik kontolku keluar, devi berbalik dan jongkok di depanku kemudian tangannya mengocok kontolku sambil sekali-kali mengulumnya.

"Ahh ahh ahh..!" desahku saat orgasme mulai mengalir didalam urat kontolku.

Devi makim mempercepat kocokannya sambil mengulum pucuk kontolku, akhirnya spermaku muncrat didalam mulut devi, pantatku kugoyang maju mundur agar orgasme terasa makin nikmat, devi terus mengulum kontolku, terlihat spermaku menetes keluar dari mulutnya.

"Wuih, kamu keluarnya banyak banget, gila.. Asyik nih ML ama kamu.." kata devi.

Kemudian dia berdiri sambil tangannya terus mengelus-elus kontolku yang mulai mengecil, aku hanya tersenyum sambil bersandar merasakan kenikmatan yang tiada tara itu.

Kemudian kami mandi berdua saling membasuh tubuh. Setelah selesai mandi kugendong devi menuju tempat tidur untuk rebahan memulihkan tenaga sebentar.

"Eh.. Yo ngintip Rudi ama sherli yuk?" ajak devi.
"Oh iya mereka pasti masih ML sekarang, soalnya Rudi itu maniac banget kalo ML, yuk!" jawabku, kemudian kami berjalan mengendap-ngendap menuju kamar Rudi.
Makin dekat, terdengar desahan sherli di kupingku, "Bener kan, mereka masih ML" kataku pada devi.

Kemudian aku berjalan mengendap-endap dan membuka pintu kamarnya pelan-pelan. Terlihat didalam kamar tampak Rudi sedang menindih tubuh sherli sambil menggoyang pantatnya dengan cepat, mereka membelakangi aku dan devi sehingga tak tau kalau sedang diintip. Kemudian mereka berganti posisi, sherli duduk diatas Rudi, tampak dengan jelas kontol si Rudi masuk pelan-pelan kedelam vagina sherli, lalu sherli bergerak berlahan sambil mendesah, tangan rudipun terus meremas-remas dada sherli, makin lama gerakan sherli makin cepat.

"Rud, aku mau keluar nih..!"
"Aku juga sher..!" tampak gerakan mereka makin cepat sambil mereka terus mendesah tanda orgasme telah dipuncaknya, lalu gerekan mereka makin memelan dan sherli tampak memeluk Rudi, vagina sherli tampak basah karena cairan orgasme mereka berdua keluar bersama-sama, ada cairan putih menetes keluar dari vaginanya.

Nggak terasa kontolku ereksi lagi dan kulihat tangan devi tengah mengelus elus vaginanya di dalam celana dalamnya sambil matanya terpejam.

"De, ML lagi yuk, aku pengen nih.." ajakku.
"Yuk, aku juga pengen nih.." jawab devi sambil tersenyum.

Lalu kugendong devi kedalam kamar dan kukunci kamarnya agar nggak bisa diintip sama Rudi. Kemudian kurebahkan tubuh montok devi di atas ranjang.

"Malam ini akan kubuat kamu menjadi ratuku sayang.." kataku sambil menjilati vaginanya yang mulai basah lagi..


>TAMAT<