P E M B U K A A N

Selamat Datang di Halaman Saya...

Segala isi dalam blog ini merupakan kumpulan dari kiriman2 yang terdahulu dari site2 yang telah ada ataupun telah tutup. Namun tidak menutup kemungkinan juga apabila ada para pembaca yang mau menceritakan cerita baik itu itu pengalaman pribadi, teman, adik, kakak, om, tante, maupun hanya karangan saja akan berusaha kami terbitkan asalkan tidak ada mengandung SARA ajha, untuk mengirimkan cerita silahkan kirimkan e-mail ke empu nya 17 ploes ploes. Blog ini di khususkan bagi yang telah dewasa atau yang umur nya telah 17 ke atas sesuai dgn nama nya 17 ploes ploes. Bagi yang belum cukup umur, sok alim, munafik, ataupun gak doyan dengan yang beginian harap langsung di tutup saja halaman ini, dan jangan banyak cuap.

** SELAMAT MEMBACA **

Kamis, 29 April 2010

di Kamar Tante Ninik

“Kriing..” jam di meja memaksa aku untuk memicingkan mata.

“Wah gawat, telat nih” dengan tergesa-gesa aku bangun lalu lari ke kamar mandi.

Pagi itu aku ada janji untuk menjaga rumah tanteku. Oh ya, tanteku ini orangnya cantik dengan wajah seperti artis sinetron, namanya Ninik. Tinggi badan 168, payudara 34, dan tubuh yang langsing. Sejak kembali dari Malang, aku sering main ke rumahnya. Hal ini aku lakukan atas permintaan tante Ninik, karena suaminya sering ditugaskan ke luar pulau. Oh ya, tante Ninik mempunyai dua anak perempuan Dini dan Fifi. Dini sudah kelas 2 SMA dengan tubuh yang langsing, payudara 36B, dan tinggi 165. Sedangkan Fifi mempunyai tubuh agak bongsor untuk gadis SMP kelas 3, tinggi 168 dan payudara 36. Setiap aku berada di rumah tante Fifi aku merasa seperti berada di sebuah harem. Tiga wanita cantik dan seksi yang suka memakai baju-baju transparan kalau di rumah. Kali ini aku akan ceritakan pengalamanku dengan tante Ninik di kamarnya ketika suaminya sedang tugas dinas luar pulau untuk 5 hari.

Hari Senin pagi, aku memacu motorku ke rumah tante Ninik. Setelah perjalanan 15 menit, aku sampai di rumahnya. Langsung aku parkir motor di teras rumah. Sepertinya Dini dan Fifi masih belum berangkat sekolah, begitu juga tante Ninik belum berangkat kerja.

“Met pagi semua” aku ucapkan sapaan seperti biasanya.
“Pagi, Mas Firman. Lho kok masih kusut wajahnya, pasti baru bangun ya?” Fifi membalas sapaanku.
“Iya nih kesiangan” aku jawab sekenanya sambil masuk ke ruang keluarga.
“Fir, kamu antar Dini dan Fifi ke sekolah ya. Tante belum mandi nih. Kunci mobil ada di tempat biasanya tuh.” Dari dapur tante menyuruh aku.
“OK Tante” jawabku singkat.
“Ayo duo cewek paling manja sedunia.” celetukku sambil masuk ke mobil. Iya lho, Dini dan Fifi memang cewek yang manja, kalau pergi selalu minta diantar.
“Daag Mas Firman, nanti pulangnya dijemput ya.” Lalu Dini menghilang dibalik pagar sekolahan.
Selesai sudah tugasku mengantar untuk hari ini. Kupacu mobil ke rumah tante Ninik.

Setelah parkir mobil aku langsung menuju meja makan, lalu mengambil porsi tukang dan melahapnya. Tante Ninik masih mandi, terdengar suara guyuran air agak keras. Lalu hening agak lama, setelah lebih kurang lima menit tidak terdengar gemericik air aku mulai curiga dan aku hentikan makanku. Setelah menaruh piring di dapur. Aku menuju ke pintu kamar mandi, sasaranku adalah lubang kunci yang memang sudah tidak ada kuncinya. Aku matikan lampu ruang tempatku berdiri, lalu aku mulai mendekatkan mataku ke lubang kunci. Di depanku terpampang pemandangan alam yang indah sekali, tubuh mulus dan putih tante Ninik tanpa ada sehelai benang yang menutupi terlihat agak mengkilat akibat efek cahaya yang mengenai air di kulitnya. Ternyata tante Ninik sedang masturbasi, tangan kanannya dengan lembut digosok-gosokkan ke vaginanya. Sedangkan tangan kiri mengelus-elus payudaranya bergantian kiri dan kanan.

Terdengar suara desahan lirih, “Hmm, ohh, arhh”.

Kulihat tanteku melentingkan tubuhnya ke belakang, sambil tangan kanannya semakin kencang ditancapkan ke vagina. Rupanya tante Ninik ini sudah mencapai orgasmenya. Lalu dia berbalik dan mengguyurkan air ke tubuhnya. Aku langsung pergi ke ruang keluarga dan menyalakan televisi. Aku tepis pikiran-pikiran porno di otakku, tapi tidak bisa. Tubuh molek tante Ninik, membuatku tergila-gila. Aku jadi membayangkan tante Ninik berhubungan badan denganku.

“Lho Fir, kamu lagi apa tuh kok tanganmu dimasukkan celana gitu. Hayo kamu lagi ngebayangin siapa? Nanti aku bilang ke ibu kamu lho.” Tiba-tiba suara tante Ninik mengagetkan aku.
“Kamu ini pagi-pagi sudah begitu. Mbok ya nanti malam saja, kan enak ada lawannya.” Celetuk tante Ninik sambil masuk kamar.

Aku agak kaget juga dia ngomong seperti itu. Tapi aku menganggap itu cuma sekedar guyonan. Setelah tante Ninik berangkat kerja, aku sendirian di rumahnya yang sepi ini. Karena masih ngantuk aku ganti celanaku dengan sarung lalu masuk kamar tante dan langsung tidur.

“Hmm.. geli ah” Aku terbangun dan terkejut, karena tante Ninik sudah berbaring di sebelahku sambil tangannya memegang Mr. P dari luar sarung.
“Waduh, maafin tante ya. Tante bikin kamu terbangun.” Kata tante sambil dengan pelan melepaskan pegangannya yang telah membuat Mr. P menegang 90%.
“Tante minta ijin ke atasan untuk tidak masuk hari ini dan besok, dengan alasan sakit. Setelah ambil obat dari apotik, tante pulang.” Begitu alasan tante ketika aku tanya kenapa dia tidak masuk kerja.
“Waktu tante masuk kamar, tante lihat kamu lagi tidur di kasur tante, dan sarung kamu tersingkap sehingga celana dalam kamu terlihat. Tante jadi terangsang dan pingin pegang punya kamu. Hmm, gedhe juga ya Mr. P mu” Tante terus saja nyerocos untuk menjelaskan kelakuannya.
“Sudahlah tante, gak pa pa kok. Lagian Firman tahu kok kalau tante tadi pagi masturbasi di kamar mandi” celetukku sekenanya.
“Lho, jadi kamu..” Tante kaget dengan mimik setengah marah.
“Iya, tadi Firman ngintip tante mandi. Maaf ya. Tante gak marah kan?” agak takut juga aku kalau dia marah.

Tante diam saja dan suasana jadi hening selama lebih kurang 10 menit. Sepertinya ada gejolak di hati tante. Lalu tante bangkit dan membuka lemari pakaian, dengan tiba-tiba dia melepas blaser dan mengurai rambutnya. Diikuti dengan lepasnya baju tipis putih, sehingga sekarang terpampang tubuh tante yang toples sedang membelakangiku. Aku tetap terpaku di tempat tidur, sambil memegang tonjolan Mr. P di sarungku. Bra warna hitam juga terlepas, lalu tante berbalik menghadap aku. Aku jadi salah tingkah.

“Aku tahu kamu sudah lama pingin menyentuh ini..” dengan lembut tante berkata sambil memegang kedua bukit kembarnya.
“Emm.., nggak kok tante. Maafin Firman ya.” Aku semakin salah tingkah.
“Lho kok jadi munafik gitu, sejak kapan?” tanya tanteku dengan mimik keheranan.
“Maksud Firman, nggak salahkan kalau Firman pingin pegang ini..!” Sambil aku tarik bahu tante ke tempat tidur, sehingga tante terjatuh di atas tubuhku.

Langsung aku kecup payudaranya bergantian kiri dan kanan.

“Eh, nakal juga kamu ya.. ihh geli Fir.” tante Ninik merengek perlahan.
“Hmm..shh” tante semakin keras mendesah ketika tanganku mulai meraba kakinya dari lutut menuju ke selangkangannya.

Rok yang menjadi penghalang, dengan cepatnya aku buka dan sekarang tinggal CD yang menutupi gundukan lembab. Sekarang posisi kami berbalik, aku berada di atas tubuh tante Ninik. Tangan kiriku semakin berani meraba gundukan yang aku rasakan semakin lembab. Ciuman tetap kami lakukan dibarengi dengan rabaan di setiap cm bagian tubuh. Sampai akhirnya tangan tante masuk ke sela-sela celana dan berhenti di tonjolan yang keras.

“Hmm, boleh juga nih. Sepertinya lebih besar dari punyanya om kamu deh.” tante mengagumi Mr. P yang belum pernah dilihatnya.
“Ya sudah dibuka saja tante.” pintaku.

Lalu tante melepas celanaku, dan ketika tinggal CD yang menempel, tante terbelalak dan tersenyum.

“Wah, rupanya tante punya Mr. P lain yang lebih gedhe.” Gila tante Ninik ini, padahal Mr. P-ku belum besar maksimal karena terhalang CD.

Aksi meremas dan menjilat terus kami lakukan sampai akhirnya tanpa aku sadari, ada hembusan nafas diselangkanganku. Dan aktifitas tante terhenti. Rupanya dia sudah berhasil melepas CD ku, dan sekarang sedang terperangah melihat Mr. P yang berdiri dengan bebas dan menunjukkan ukuran sebenarnya.

“Tante.. ngapain berhenti?” aku beranikan diri bertanya ke tante, dan rupanya ini mengagetkannya.
“Eh.. anu.. ini lho, punya kamu kok bisa segitu ya..?” agak tergagap juga tante merespon pertanyaanku.
“Gak panjang banget, tapi gemuknya itu lho.. bikin tante merinding” sambil tersenyum dia ngoceh lagi.

Tante masih terkesima dengan Mr. P-ku yang mempunyai panjang 14 cm dengan diameter 4 cm.

“Emangnya punya om gak segini? ya sudah tante boleh ngelakuin apa aja sama Mr. P ku.” Aku ingin agar tante memulai ini secepatnya.
“Hmm, iya deh.” Lalu tante mulai menjilat ujung Mr. P.

Ada sensasi enak dan nikmat ketika lidah tante mulai beraksi naik turun dari ujung sampai pangkal Mr. P

“Ahh.. enak tante, terusin hh.” aku mulai meracau.

Lalu aku tarik kepala tante Ninik sampai sejajar dengan kepalaku, kami berciuman lagi dengan ganasnya. Lebih ganas dari ciuman yang pertama tadi. Tanganku beraksi lagi, kali ini berusaha untuk melepas CD tante Ninik. Akhirnya sambil menggigit-gigit kecil puting susunya, aku berhasil melepas penutup satu-satunya itu. Tiba-tiba, tante merubah posisi dengan duduk di atas dadaku. Sehingga terpampang jelas vaginanya yang tertutup rapat dengan rambut yang dipotong rapi berbentuk segitiga.

“Ayo Fir, gantian kamu boleh melakukan apa saja terhadap ini.” Sambil tangan tante mengusap vaginanya.
“OK tante” aku langsung mengiyakan dan mulai mengecup vagina tante yang bersih.
“Shh.. ohh” tante mulai melenguh pelan ketika aku sentuh klitorisnya dengan ujung lidahku.
“Hh.. mm.. enak Fir, terus Fir.. yaa.. shh” tante mulai berbicara tidak teratur.

Semakin dalam lidahku menelusuri liang vagina tante. Semakain kacau pula omongan tante Ninik. “Ahh..Fir..shh..Firr aku mau keluar.” tante mengerang dengan keras.

“Ahh..” erangan tante keras sekali, sambil tubuhnya dilentingkan ke kebelakang.

Rupanya tante sudah mencapai puncak. Aku terus menghisap dengan kuat vaginanya, dan tante masih berkutat dengan perasaan enaknya.

“Hmm..kamu pintar Fir. Gak rugi tante punya keponakan seperti kamu. Kamu bisa jadi pemuas tante nih, kalau om kamu lagi luar kota. Mau kan?” dengan manja tante memeluk tubuhku.
“Ehh, gimana ya tante..” aku ngomgong sambil melirik ke Mr. P ku sendiri.
“Oh iya, tante sampai lupa. Maaf ya” tante sadar kalau Mr. P ku masih berdiri tegak dan belum puas.

Dipegangnya Mr. P ku sambil bibirnya mengecup dada dan perutku. Lalu dengan lembut tante mulai mengocok Mr. P. Setelah lebih kurang 15 menit tante berhenti mengocok.

“Fir, kok kamu belum keluar juga. Wah selain besar ternyata kuat juga ya.” tante heran karena belum ada tanda-tanda mau keluar sesuatu dari Mr.Pku.

Tante bergeser dan terlentang dengan kaki dijuntaikan ke lantai. Aku tanggap dengan bahasa tubuh tante Ninik, lalu turun dari tempat tidur. Aku jilati kedua sisi dalam pahanya yang putih mulus. Bergantian kiri-kanan, sampai akhirnya dipangkal paha. Dengan tiba-tiba aku benamkan kepalaku di vaginanya dan mulai menyedot. Tante menggelinjang tidak teratur, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan menahan rasa nikmat yang aku berikan. Setelah vagina tante basah, tante melebarkan kedua pahanya. Aku berdiri sambil memegang kedua pahanya. Aku gesek-gesekkan ujung Mr. P ke vaginanya dari atas ke bawah dengan pelan. PErlakuanku ini membuat tante semakin bergerak dan meracau tidak karuan.

“Tante siap ya, aku mau masukin Mr. P” aku memberi peringatan ke tante.
“Cepetan Fir, ayo.. tante sudah gak tahan nih.” tante langsung memohon agar aku secepatnya memasukkan Mr. P.

Dengan pelan aku dorong Mr. P ke arah dalam vagina tante Ninik, ujung kepalaku mulai dijepit bibir vaginanya. Lalu perlahan aku dorong lagi hingga separuh Mr. P sekarang sudah tertancap di vaginanya. Aku hentikan aktifitasku ini untuk menikmati moment yang sangat enak. Pembaca cobalah lakukan ini dan rasakan sensasinya. Pasti Anda dan pasangan akan merasakan sebuah kenikmatan yang baru.

“Fir, kok rasanya nikmat banget.. kamu pintar ahh.. shh” tante berbicara sambil merasa keenakan.
“Ahh.. shh mm, tante ini cara Firman agar tante juga merasa enak” Aku membalas omongan tante.

Lalu dengan hentakan lembut aku mendorong semua sisa Mr. P ke dalam vagina tante.

“Ahh..” kami berdua melenguh.

Kubiarkan sebentar tanpa ada gerakan, tetapi tante rupanya sudah tidak tahan. Perlahan dan semakin kencang dia menggoyangkan pinggul dan pantatnya dengan gerakan memutar. Aku juga mengimbanginya dengan sodokan ke depan. Vagina tante Ninik ini masih kencang, pada saat aku menarik Mr. P bibir vaginanya ikut tertarik.

“Plok.. plok.. plokk” suara benturan pahaku dengan paha tante Ninik semakin menambah rangsangan.
Sepuluh menit lebih kami melakukan gaya tersebut, lalu tiba-tiba tante mengerang keras “Ahh.. Fir tante nyampai lagi”

Pinggulnya dirapatkan ke pahaku, kali ini tubuhnya bergerak ke depan dan merangkul tubuhku. Aku kecup kedua payudaranya. dengan Mr. P masih menancap dan dijepit Vagina yang berkedut dengan keras. Dengan posisi memangku tante Ninik, kami melanjutkan aksi. Lima belas menit kemudian aku mulai merasakan ada desakan panas di Mr. P.

“Tante, aku mau keluar nih, di mana?” aku bertanya ke tante.
“Di dalam aja Fir, tante juga mau lagi nih” sahut tante sambil tubuhnya digerakkan naik turun.

Urutan vaginanya yang rapat dan ciuman-ciumannya akhirnya pertahananku mulai bobol.

“Arghh.. tante aku nyampai”.
“Aku juga Fir.. ahh” tante juga meracau.

Aku terus semprotkan cairan hangat ke vagina tante. setelah delapan semprotan tante dan aku bergulingan di kasur. Sambil berpelukan kami berciuman dengan mesra.

“Fir, kamu hebat.” puji tante Ninik.
“Tante juga, vagina tante rapet sekali” aku balas memujinya.
“Fir, kamu mau kan nemani tante selama om pergi” pinta tante.
“Mau tante, tapi apa tante gak takut hamil lagi kalau aku selalu keluarkan di dalam?” aku balik bertanya.
“Gak apa-apa Fir, tante masih ikut KB. Jangan kuatir ya sayang” Tante membalas sambil tangannya mengelus dadaku.

Akhirnya kami berpagutan sekali lagi dan berpelukan erat sekali. Rasanya seperti tidak mau melepas perasaan nikmat yang barusan kami raih. Lalu kami mandi bersama, dan sempat melakukannya sekali lagi di kamar mandi.


>TAMAT<

Ratna, Adik-ku Sayang

-”Kamu tahu nggak, Yon.. kalau kamu sebenarnya bukan anak tunggal”, kata ibuku ketika kami sedang makan siang bersama bapak baruku (ibuku baru sebulan lalu menikah lagi). Terkejut juga aku mendengarnya. Hampir tak percaya.
-”Kenapa baru sekarang ibu memberitahu saya?”, tanyaku. Waktu itu aku berusia 22 tahun.
-”Ya, karena ibu baru ingat saja. Kebetulan hari ini hari ulang tahunmu. Jadi, ibu akan bilang kalau di dalam sebuah keluarga, tidak boleh ada kakak beradik laki-laki dan perempuan yang memiliki tanggal dan bulan kelahiran yang sama. Harus dipisah. Kamu lahir 17 Juni, sedangkan adikmu juga 17 Juni. Cuma beda tahunnya. Bahkan saudara kembar laki-laki dan perempuanpun harus dipisah”
-”Lho, apa alasannya?”, aku heran.
-”Ya, itu cuma kepercayaan. Terserah, percaya atau tidak itu hak setiap orang. Kalau kamu dan adikmu tinggal serumah, akan berakibat yang tidak baik. Akan tertimpa sial terus..”, ibu menjelaskan.
-”Ha.. ha.. ha.. sudah era komputer begini ibu masih percaya begituan! Kapan bangsa Indonesia bisa maju kalau masih percaya ilmu gitu-gituan..”, mendadak aku tertawa.
-”Terserah..”, ibu pasrah.
-”Lho, memang sekarang di mana dia”, aku ingin tahu.
-”Lho, apa Tante Yohanna tidak cerita kalau yang studi di Kanada itu adik kandungmu?”, ibuku bertanya sambil makan buah semangka.
Dari cerita ibu, aku tahu adik kandungku bernama Ratna Kemalasari. Sewaktu aku ke rumah Tante Yohanna beberapa waktu yang lalu, Tante nggak pernah mengatakan hal ini. Entahlah, mungkin lupa, atau barangkali ada yang ditutup-tutupi.

Selesai makan, tiba-tiba telepon berdering. Segera kusambar. O, ternyata dari Tante Yohanna. Dia bilang, hari Minggu nanti Ratna akan pulang dari Kanada, sedangkan Dewi (anak kandung Tante) masih berada di Swiss.

Karena Tante berada di kota Yogya, dia minta tolong ke saya agar aku menjemput Ratna di Bandara Soekarno-Hatta. Wah, repot juga, aku belum pernah melihat rupanya Ratna. Gila.. gimana nih?

Akhirnya aku tanya Tante, apakah Ratna punya nomor fax di Kanada. Syukurlah, berdasarkan nomor fax itu aku minta Ratna kirim fotonya dan sekaligus minta informasi tentang nama pesawat, memakai baju warna apa, dan ciri-ciri khas lainnya.

Ketika kuamati foto adikku, wah.. lumayan. Tidak terlalu cantik, tapi juga tidak terlalu jelek. Ya.. mirip Nia Daniati-lah! Cantik adikku sedikit!

Akhirnya aku telepon ke Tante bahwa aku sudah dapat foto Ratna via fax dan akan menjemput Ratna di Bandara beberapa hari lagi.

Akhirnya aku berangkat ke Jakarta. Ibu tidak ikut sebab lebih suka tinggal di rumah, di Bandung. Sebelum ke Bandara aku ke rumah pemberian ibuku di Jl. Magonda Raya, Depok. Rumah yang mungil tapi punya halaman luas dan di depannya ada pohon jambu yang sedang berbuah lebat.

Esok harinya aku ke Bandara. Menit demi menit aku menunggu, akhirnya pesawat yang kutunggu akhirnya tiba.
Mataku tajam menatap semua penumpang satu persatu. Aku mencari seorang gadis dengan ciri-ciri: mengenakan baju warna cream, wajah mirip Nia Daniati, dan di tangan kirinya memegang tustel/kamera. Ketika pada antrian terakhir, gadis yang mempunyai ciri-ciri itu berhasil kutemukan.

-”Ratna..”, suaraku kuarahkan padanya. Dia menoleh..
-”Eh.., Mas Yono ya?”. Aku mengangguk.
Dia berlari kecil. Dijabatnya tanganku. Akupun mencium pipi kiri dan pipi kanannya. Biasa, nggak apa-apa khan? Dalam hati aku kagum, ternyata Ratna lebih cantik dibanding Nia Daniati. Umurnya waktu itu 20 tahun, sedang aku 22 tahun. Selisih dua tahun.
-”Aduuh, nggak nyangka ya, adikku cantik sekali..”, pujiku.
Ratna cuma tersenyum sambil menarik kopor kecil yang ada rodanya.

Akhinya aku dan Ratna menuju ke Depok dengan mengendarai mobil pemberian bapak baruku. Sebenarnya sih, aku ingin mengantarkan Ratna langsung ke ibuku di Bandung dan setelah itu ke Tante Yohanna di Yogya.
-”Gila apa! Masih capek begini..”, adikku menolak langsung ke Bandung.

Akhirnya Ratna beristirahat dulu di rumahku di Depok. Langsung mandi dan setelah itu makan siang di salah satu restoran di Jl. Magonda Raya. Banyak sekali cerita Ratna selama dia di Kanada, mulai dari soal studi, obyek-obyek wisata dan ngobrol apa saja.

Di rumah Depok tidak ada siapa-siapa. Pembantu tidak punya, apalagi waktu itu aku masih bujangan. Kalau butuh makan ya beli. Apalagi Ratna nggak bisa masak. Jaman sekarang memang begitu, banyak gadis cantik, tapi nggak bisa memasak.

Rumah di Depok itu memang kecil. Hanya ada dua kamar tidur. Karena Ratna penakut, akhirnya malam harinya tidur di kamar tidurku. Nggak apa-apa khan? Toh Ratna adikku.

Malam pertama ini nggak ada kejadian apa-apa. Barangkali Ratna masih capek, dia langsung tertidur dengan lelapnya. Aku cuma bisa melotot saja melihat kimononya tersingkap sehingga pahanya yang mulus kelihatan. Walaupun Ratna adik kandungku, diam-diam aku mengangumi keindahan tubuhnya. Nggak apa-apa, khan?

Sebenarnya hari itu aku akan ke Bandung dengan Ratna, tapi Ratna menolak karena masih ingin menikmati kota Jakarta. Adikku masih berada di kamarnya, duduk di depan meja rias sementara aku berdiri di pintu kamarnya.

-”Masuk, Mas.. Kayak rumah orang lain aja!”, katanya sambil terus memoles bibirnya dengan lipstik. Matanya terus memandang kaca di depannya sambil duduk di kursi kecil.
Akupun masuk berdiri di belakangnya.
-”Mas, kebetulan nih, saya mau minta tolong..”, pintanya.
-”Minta tolong apa lagi?”
-”Ini nih, tolong ditarik ke atas..”, sambil menunjuk restluiting belakang gaunnya.
-”Manja..”, Meskipun demikian permintaannya kupenuhi. Kutarik pelan-pelan restluitingnya, ke atas sedikit demi sedikit sehingga punggungnya yang putih mulus tertutup.

Entah setan mana, tiba-tiba aku punya niat buruk terhadap adikku. Dari belakang, kucium pipi kiri adikku. Diam saja. Kemudian yang kanan. Diam saja. Adikku masih tetap memoles bibirnya dengan lipstick warna merah jambu.

Beberapa detik kemudian kucium leher belakangnya.
-”Ah, geli Mas..”, Ratna menggelinjang.
Walaupun kami berdua saling menyadari sebagai kakak beradik kandung, namun barangkali karena sejak kecil tak pernah bertemu, maka pertemuan itu memang rasanya lain, seolah-olah kami bukan sesaudara.
-”Boleh nyicipin lipsticknya yang di bibir?”, godaku.
-”Coba, nih..”, goda adikku sambil menunjuk bibirya. Bikin aku penasaran. Akupun mencoba menciumnya, tapi adikku mengelak. Ternyata dia cuma main-main.
-”Mas, jangan genit ah..”, Ratna bangkit berdiri dan melepaskan pelukanku dan berlari-lari kecil ke kamar tamu.
-”Kamu yang genit..”, akupun mengikutinya. Kulihat adikku tertawa kecil.
-”Coba cium saya kalau bisa”, tantangnya. Membuat aku benar-benar penasaran. Secepat kilat tangan Ratna kupegang, kupeluk erat-erat, kemudian kuangkat tubuhnya dan kubaringkan di kursi tamu yang panjang itu.
-”Kalau bisa cium, nanti kukasih hadiah seratus juta rupiah..”, ujarnya sambil tertawa kecil. Memang, semula niat kami memang cuma bercanda saja. Namun melihat Ratna tubuhnya terlentang dalam kondisi yang pasrah, maka akupun berhasil menaklukkannya. Kutindih tubuhnya, kemudian kucium lagi pipi kiri-kananya. Setelah itu, dengan susah payah, akhirnya Ratna berhasil kucium.

Kalau semula Ratna banyak tingkahnya, begitu kucium, dia tiba-tiba menjadi diam. Akhirnya dengan leluasa aku mencium bibir Ratna bukan sebagai seorang kakak ke adiknya, tetapi seakan-akan terhadap kekasih. Lama kelamaan, Ratna pun mulai membalas ciumanku. Kami saling berpandangan penuh arti. Ada rasa aneh di antara kami berdua. Rasa yang indah.

Kulihat nafas Ratna agak cepat. Nafaskupun demikian. Puas mencium bibirnya, aku cium lehernya, lantas kubelai-belai rambutnya yang pendek itu dengan penuh rasa kasih sayang. Aku mulai terangsang.

Pelan, kuangkat tubuh adikku. Dia diam saja. Lantas kubawa ke kamar tidurnya yang berbau harum itu. Kuletakkan di tempat tidurnya. Kembali aku merebahkan tubuhku di sampingnya. Kucium lagi, Ratna membalasnya dengan penuh gairah. Nafsuku semakin menderu. Darahku semakin bergejolak.

Sambil mencium, tangan kananku mengelus-elus pahanya. Ratna menggeliat. Tanganku semakin binal, terus keatas, keatas, keatas.. agak gemetar sedikit tanganku. Pelan.. kutarik kebawah celana dalamnya. Nggak bisa, soalnya Ratna memakai celana dalam full body, yang bentuknya seperti pakaian renang.

Terpaksa, tangan kananku beralih ke belakang punggungnya. Kutarik restluitingnya ke bawah.. kebawah.. kebawah.. Sedikit demi sedikit gaunnya kutarik kebawah. Dengan susah payah akhirnya berhasil kulepas. Tahap berikutnya, membuka BH dan celana dalamnya.Tidak semudah yang Anda sangka, karena berkali-kali Ratna memasang lagi. Namun aku tak menyerah.

-”Nggak diapa-apain, kok..”, aku meyakinkan.
-”Nggak mau ah..”, ujarnya sambil memasang lagi BH-nya.
Kalau yang begini-beginian sih, aku sudah hafal betul. Ratna sebenarnya ingin.. tapi masih diliputi rasa malu, takut, canggung atau rasa-rasa lainnya. Kalau sudah begini, laki-laki harus pandai memberikan rangsangan dan meyakinkan.

Begitulah,.. sesudah bersusah payah, akhirnya Ratna berhasil kulucuti sehingga tidak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Demikian pula, aku sudah dalam kondisi bugil. Burungku tegak berdiri dengan kerasnya.

Kami berdua saling berpelukan dan masih cium sana cium sini. Buah dada adikku masih rata.Meskipun demian tak mengurangi nafsuku. Kugigit kecil payudaranya. Dia melenguh. Matanya memejam.

Kujilati perutnya, lantas kucium sekitar kemaluannya.Kuremas-remas bulu-bulu kemaluannya yang hitam halus itu. Kulihat Ratna mulai terangsang. Sebentar-sebentar dari mulutnya keluar ssh.. ssh.. sshh.. pertanda kalau dia mulai berkobar nafsunya.

Sekitar satu dua menit kemudian, aku mengambil posisi di atas tubuhnya. Sambil terus meremas-remas tubuh Ratna, ujung burungku mulai kumasukkan ke lubang kemaluan Ratna.

Kulihat Ratna meringis, seolah-olah menahan rasa sakit. Kucium pipinya dan kubisikkan bahwa apa yang akan terjadi tidak akan sakit.
-”Aku belum pernah, Mas”, bisiknya.
-”Tahan dikit.. sakitnya sedikit..”
Begitulah.. burungku mulai masuk.. 25%.. 50%.. 75%.. akhirnya 100%. Ratna memelukku kuat-kuat. Ternyata benar, Ratna ternyata masih perawan. Beberapa tetes darah merah membasahi sprei. Kulihat Ratna menangis. Namun aku tetap menggoyang-goyangkan burungku pelan-pelan.

Sekitar tujuh menit kemudian.. spermaku pun mulai menyemprot keras. Kupeluk tubuh adikku keras-keras. Crut.. crut.. crut.. crut.. Setelah itu aku merebahkan tubuhku di samping tubuh Ratna.
-”Maafkan aku, Ratna..”, kataku.
-”Nggak apa-apa, Mas..”, jawab Ratna polos.

Ratna mengaku, selama di Kanada tidak pernah pacaran, walaupun pergaulan di sana cukup bebas! Masalahnya, dia tidak suka dengan bule. Entah apa alasannya, Ratna tidak menjelaskan. Di Kanada, katanya, memang banyak yang naksir, tetapi nggak ada yang cocok. Bahkan dengan mahasiswa Indonesia yang berada di sana diapun tak suka.

Yang agak mengejutkan,.. Ratna sering melakukan hubungan seks..d engan rekan sejenisnya! Wow.. aku terasa tersambar petir!
-”Jadi, kamu lesbi..?”, aku ingin tahu.
-”Mungkin itu istilahnya. Tapi, itu saya lakukan semata-mata karena aku takut hamil jika kulakukan dengan pria. Jalan keluarnya, aku melakukannya dengan teman sejenis”
-”Bisa orgasme?”
-”Yaah.. begitulah! Kepulanganku ke Indonesia ini ingin menjadi gadis yang wajar-wajar saja..”
-”Maksudmu..?”, tanyaku sambil mengelus-elus pahanya.
-”Ya,.. aku nggak mau melakukannya dengan sesama jenis lagi. Aku ingin menjadi gadis yang normal, seperti wanita-wanita lainnya..”
-”Dengan saya tadi, kamu tidak orgasme, bukan?”, kupandang mata Ratna. Ratna menggeleng.
-”Belum,.. mungkin butuh waktu..”
Sesudah cerita kesana-kemari, akhirnya Ratna menuju ke kamar mandi dan kubantu mengantarkannya. Maklum, Ratna baru saja keperawanannya kurenggut. Masih ada rasa sakit di kemaluannya.

Malam harinya, seusai nonton TV, kami berdua segera menuju ke kamar tidur. Malam itu tak ada rasa canggung.
-”Mas.. jangan marah ya. Malam ini saya ingin merasakan orgasme dengan pria.. Nggak keberatan, khan?”
Aku tak menjawab, tapi langsung aku membuka baju, BH, rok dan celana dalam Ratna. Lantas kurebahkan di tempat tidur. Lagi-lagi kami berdua sudah dalam keadaan tanpa sehelai benangpun.

Kalau Ratna bicaranya blak-blakan, bisa kumaklumi karena dia pernah tinggal di luar negeri yang serba terbuka. Nggak seperti sebagian gadis Indonesia yang serba malu-malu (Iya khan? Aku belum pernah mendengar gadis Indonesia bilang begini: “Mas, tadi saya belum orgasme”. Kalau ditanya cuma senyum-senyum melulu. Iya, khan?).

Malam itupun aku berusaha memenuhi keinginan Ratna. Dengan posisi di atas, aku mulai lagi menggeluti Ratna. Rupa-rupanya Ratna suka permainan yang lembut. Akupun mengikuti irama ini. Pelan-pelan kumainkan burungku, kutarik.. kumasukkan.., kutarik.., kumasukkan.

Untuk selingannya kucium seluruh tubuh Ratna, perutnya, pahanya, punggungnya. Tubuhnya memang indah sekali. Putih, langsing.. cuma sayang payudaranya rata. Nggak apa-apa..

Kugigit pelan telinga kirinya. Dia menggelinjang. Kumasukkan lagi burungku. Kugoyang pantatku ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah..
Keringat kami berdua mulai mengalir. Cukup lama kami bermain.
Beberapa saat kemudian:
-”Mas.. Mas.. Mas..”, katanya sambil menggelinjang ke kanan ke kiri. Aku tahu, Ratna hampir mencapai titik klimaks. Akupun mempercepat gerakan.. akhirnya.. kami berdua secara bersamaan bisa mengalami orgasme. Kami berdua saling berpelukan kuat sekali. Denyut-denyut kenikmatan kami rasakan. Spermaku muncrat dengan bebasnya ke kemaluan Ratna. Dalam posisi masih berpelukan, kuubah posisi, kutarik tubuh Ratna sehingga berada di atas tubuhku dan aku berada di bawahnya. Kuangkat lututku. Kugoyang-goyang pantatku ke atas ke bawah..

Sesudah itu, kami berdua berpelukan di bawah satu selimut.Capai bercumbu, kami berdua tertidur lelap sampai pagi hari.

-”Mas, Yuk mandi sama-sama..”, ajak Ratna. Kami berduapun mandi bersama-sama, saling menyiram, saling menyabun, sesekali sambil berciuman. Walaupun burungku dalam kondisi tegang, namun tidak ada acara khusus, meskipun Ratna memintanya.

-”Nanti sore saja Ratna. Harus ada jarak waktu..”, ujarku sambil mengeringkan tubuh Ratna dengan handuk berwarna kuning.

Sayang, ibuku dari Bandung sudah menelepon supaya hari itu juga aku mengantarkan Ratna ke Bandung karena ibuku sudah rindu sekali. Apa boleh buat, sesudah makan pagi, dengan kereta apa Parahiyangan kami menuju ke Bandung.

Ibuku menyambut kedatangan Ratna dengan penuh isak tangis karena gembira. Ratnapun demikian. Maklum, sudah belasan tahun tidak pernah bertemu. Aku cuma bisa diam membisu.

Esok harinya Ratna minta ijin untuk jalan-jalan denganku melihat-lihat kota Bandung yang sudah lama tidak pernah dilihatnya. Ibu mengiyakan tanpa rasa curiga sedikitpun.

Padahal, siang itu aku dan Ratna menyewa sebuah kamar di salah satu hotel yang cukup mewah. Di situlah, aku kembali menggeluti Ratna. Ternyata, siang itu Ratna bisa merasakan orgasme sampai dua kali. Katanya, betapa indahnya hubungan seks yang normal. Dulu, dia bisa orgasme dengan sesama teman wanitanya, namun orgasme dengan pria sejati ternyata jauh lebih nikmat!

Esok harinya dengan menumpang kereta api, aku mengantarkan Ratna ke ibu angkatnya, yaitu Tante Yohanna yang berada di kota Yogya. Dasar kami sedang gila, sampai di Yogya bukan langsung ke rumah Tante, tetapi cari kamar lagi di hotel dan kami berdua kembali bergumul. Kali ini kami berdua melakukannya di kamar mandi, sambil berdiri, sambil menyemprotkan air hangat dari shower. Sambil saling menyabun tubuh.

O, alangkah nikmatnya bersentuhan dengan tubuh dalam keadaan penuh air sabun. Rasanya benar-benar nikmat.

Esok harinya aku mengantarkan Ratna ke Tante Yohanna. Tidak ada rasa curiga sedikitpun di raut wajah Tante. Biasa-biasa saja.

Satu bulan kemudian, aku bagaikan tersambar petir ketika menerima fax dari Yogya, dari Ratna, yang mengatakan bahwa Ratna hamil. Inilah kebodohanku! Selama ini jika aku berhubungan seks, aku selalu menggunakan kondom. Tetapi dengan Ratna samasekali tidak pernah. Benar-benar aku bingung! Bodoh sekali aku!

Akhirnya aku interlokal ke Yogya, saya mohon Ratna ke Jakarta dengan alasan mau kerja di Jakarta. Begitulah, akhirnya Ratna ke Jakarta.

Tanpa buang-buang waktu, aku membawa Ratna ke salah satu klinik bersalin di Depok. Dengan imbalan Rp 5 juta, akhirnya kandungan Ratna bisa digugurkan. Agak mudah, karena usia kehamilannya baru satu bulan. Seminggu penuh, Ratna beristirahat total hingga kesehatannya kembali pulih.

Sebulan kemudian, Ratna dapat panggilan kerja di salah satu perusahaan konsultan yang berdomisili di Jl. Tebet Raya. Karena kantornya cukup jauh, Ratna mengontrak sebuah pavilyun mungil di kawasan Tebet. Setiap malam Minggu aku ke pavilyunnya dan mengulangi lagi kepuasan demi kepuasan. Ratna merasa berhutang budi kepadaku karena dianggapnya aku berhasil membebaskan Ratna dari dunia lesbianisme. Ratna merasa sebagai manusia normal..

Ya, kepuasan demi kepuasan kami reguk bersama. Batas antara kakak kandung dan adik kandung terasa tidak ada. Maklum, sejak kecil kami memang tak pernah bertemu.


>TAMAT<

My First Sex Life

Cerita ini bermula ketika aku berumur 21 tahun, oh ya namaku Andre dengan ciri-ciri fisik, tinggiku 169 cm dan beratku 65 kg. Aku keturunan chinese dan belanda. Sekarang umurku 25 tahun.
Waktu itu aku mau berenang dengan temanku di Water Park Kenjeran (masih baru buka, jadi masih bersih). Kita berlima berangkat pakai mobilku, setiba di sana kita langsung ganti pakaian dan senam-senam dikit biar enggak kram. Setelah itu kita langsung berenang dan lomba kecepatan, tiba-tiba aku kaget banget sewaktu lomba secara enggak sengaja aku menyenggol orang dan kontan saja aku berhenti lalu minta maaf. Tetapi waktu aku sadar ternyata yang aku senggol ternyata cewek cakep dan seksi pula.
Usut punya usut akhirnya aku kenalan dengan cewek itu dan namanya Siska, teman-temanku yang tahu kalau aku lagi ngobrol dengan siska, langsung saja datang ke tempat aku dan siska ngobrol. Dan mereka minta dikenalin dengan siska. Tapi yang mengejutkan ternyata siska enggak mau kenalan dengan teman-temanku ( dalam batinku berkata “Kaciaan deh lu”).
Ciri-ciri siska membuat semua mata laki-laki pasti tertuju dengan dia, gimana nggak pakaian renang yang dipakai bikin jakun pria pasti naik turun. Siska pakai pakaian renang model ikat leher, terus bhnya hanya menutupi pentil serta lingkaran disekitar pentilnya. Sedangkan celana renangnya model “One Slice Cut”, gimana enggak bikin kontol cowok jadi ngaceng melihat pemandangan bukit gundul dan menggunung. Setelah lama berenang dengan siska, akhirnya aku tukeran no HP dengan siska.
Besoknya aku telpon siska dan ngajak dia jalan-jalan, siska setuju dengan ajakanku. Dan aku janjian dengan dia jam 4 sore untuk jemput dia dirumahnya didaerah Dharmawangsa. Jam 3 aku sudah siap-siap untuk jemput siska, setiba dirumahnya aku langsung telpon hpnya dan ia bilang akan segera turun, sedangkan aku disuruh masuk dulu. Enggak seberapa lama aku melihat siska turun dan langsung aku bengong melihat dandanannya yang membuat kontolku menjadi berdiri. Pakaiannya putih tipis model turtle neck dan dipadu dengan rok mini (mini sekali) warna putih, sehingga aku bisa melihat celana dalam serta bhnya dia pakai. Oh ya ukuran bhnya adalah 36b, tinggi 165 dan siska memiliki kaki yang panjang (kata orang, kalau kakinya panjang nafsu sexnya tinggi). Akhirnya kita masuk mobilku dan langsung aku tanya.
“Mau jalan kemana”
“Terserah kamu Dre.. Yang penting kita seneng,” kata siska.
“Gimana kalau ke Tretes?” kataku.
“Enak juga, boleh deh,” kata siska.
Langsung saja aku tancap gas dan masuk tol jurusan Malang. Selama perjalanan kita bercanda dari yang ringan sampai yang berbau sex, ternyata dia suka banget kalau ngomongin yang berbau sex.
“Hehehehe bisa ni anak aku pakai” dalam hati aku berkata.
Dalam perjalanan Siska sudah mulai berani cubit-cubit pahaku dan puting susuku, terus aku bilang.
“Wah curang masak aku dicubitin melulu, mentang-mentang aku lagi nyetir,” kataku.
“Kalau mau bales siapa takut, palingan enggak berani”kata siska menantang aku.
Langsung saja aku cubit pentil susunya yang masih terbungkus BH berwarna hitam dan berenda. Begitu aku cubit, ternyata siska tidak ada penolakan dan langsung saja aku mencoba untuk meraba pahanya yang keliatan putih mulus, karena roknya yang super mini. Sewaktu aku meraba pahanya, ternyata siska langsung mendesah “Aah.. Ssh”, dalam hatiku wah siska sudah horny.
Ternyata siska cukup berani, dia langsungnya meraba kontolku yang masih terbungkus celana jeans dan CD. Enggak lama dia meraba, langsung celana jeansku dibuka dan ditariknya CD ku sampai sebatas paha. Begitu tangannya menemukan kontolku, dia langsung mengelus-elus dengan lembutnya.
“Oogh.. Enak Sis, lebih enak lagi kalau pakai mulut kamu Sis, mau enggak?” kataku.
Siska diam saja dan hanya menganggukkan kepala sebagai tanda mengiyakan, Siska kemudian tiduran di pahaku dan langsung memasukkan kontolku ke dalam mulutnya. Gerakan lidahnya cukup lincah dan mahir dalam memanjakan kontolku, sampai buah zakarku pun dia emut dengan lembutnya, seperti sedang makan pentol bakso dengan saos ABC (hehehe). Kegiatan siska membuat aku hampir kewalahan, lalu aku menyuruh dia untuk menaikkan kakinya sehingga aku dapat meraba tempiknya, siska pun menuruti dan tanpa dikomando dia mengkangkangan kakinya selebar-lebarnya. Begitu indah pemandangan yang aku lihat, CD model G-string yang dipakai membuat aku semakin horny.
Tanganku ternyata enggak mau ketinggalan, langsung saja tanganku mengelus-elus gundukan yang merekah itu. Klitorisnya yang sudah tegang tak lupa aku raba dan aku jepit dengan dengan 2 jariku, kontan siska berteriak.
“Aah.. Dre terus puter yang kenceng, puaskan aku Dre..”
Kemudian aku masukkan jari tengahku ke dalam tempeknya, yang ternyata sudah basah kuyup oleh cairannya sendiri, terus aku keluar masukkan dan sekarang 2 jari yang masuk, dan siska semakin meracau tidak karuan.
“Dre.. Yang kenceng sayang, masukkan sampai njedokk aahh.. Ohh god”
Untung saja jalan di tol arah ke Malang enggak macet sehingga aku enggak perlu bingung untuk gonta-ganti perseneling mobilku. Kuluman siska tidak mau kalah, kontolku sudah mengkilat oleh ludahnya serta cairan kontolku, secara otomatis bunyi kulumannya membuat aku hampir keluar.
“Slurrp.. Slurrp cepok.. Cepok.., enak banget kontolmu Dre kayak pisang raja nangka” kata siska, memang sih bentuk kontolku agak melengkung seperti pisang dengan panjang sekitar 16 cm dengan diameter 3 cm (kira-kira).
Sedangkan tanganku terus mengocok tempeknya, dan 2 menit kemudian tempeknya menjepit 2 jariku dan badannya mengejang dengan kencang, membuat mobilku agak sedikit oleng, untung jalan tol enggak terlalu ramai. Siska menjerit.
“Dre.. Aku keluaar.. Aah.. Aah.. Uuuh”
Jepitan tempeknya kenceng banget dan cairannya keluar, dan langsung aku seka dengan tanganku dan tubuh siska lemas setelah 3 menitan dia mengejang. Sisa cairan yang menetes keluar langsung aku masukkan kemulutnya dan ia membersihkan semuanya dengan lahap dan sampai bersih. Kemudian siska berkata.
“Andre sayang.. Makasih ya.. Enak banget kocokan jarimu di tempekku, jarang aku bisa keluar kalau dengan jari saja, biasanya aku pakai kontol-kontolan baru bisa keluar”
“Sekarang aku yang puasin kamu ya..” kata siska.
Siska langsung memegang kontolku dan dikulumnya kontolku dengan ganas, beda dengan tadi yang lemah lembut.
Aku mendesah, “Sis.. Enak sayang, aah..”
Kontolku yang dari tadi sudah tegak berdiri, mendapat serangan beruntun dari mulut siska membuat aku kewalahan, dan langsung aku minggirkan mobilku ke bahu jalan dan aku menyalakan lampu hassard. Begitu mobilku sudah di bahu jalan, langsung saja kursiku aku mundurkan dan aku tidurkan, biar posisinya lebih enak. Siska mengerti kondisiku yang sudah hampir sampai puncaknya, maka semakin dikencangkannya kulumannya ke kontolku.
Bunyi “Ceplok-ceplok, Slurrp.. Slurrp” dari gerakan siska membuat aku kewalahan. 2 menit kemudian aku mengerang.
“Siiss, aah.. Eh. Eh.. Ak.. Kelua.. R”
Spermaku langsung ditelan habis dengan siska, kepala kontolku dijilatin terus oleh siska, membuat aku kegelian tidak karuan dan aku menyuruh Siska.
“Stop Sis, stop Sis geli banget”
Kemudian siska tertawa, “Hahahaha tapi enakkan”
“Ya enak, tapi nanti saja enaknya dilanjut” kataku sambil mengedipkan mata.
“Ye, ya harus dilanjutin kalau enggak aku bisa marah dengan kamu sayang..” kata siska, sambil mencium pipiku.
Tak terasa aku sudah mau keluar tol arah Malang, kemudian aku lihat jam sudah 5.30.
“Gila 1 jam setengah, biasanya cuman 3/4 jam,” kataku ke Siska.
“Kan kita ada perjalanan tambahan.. Hihi” kata siska, sambil membersihkan mulutnya yang belepotan dengan cairannya sendiri sama spermaku serta membetulkan rok serta pakaiannya yang awut-awutan akibat “perjalanan tambahan” tadi.
Pintu tol keluar jurusan Malang sudah di depan mata, kemudian aku membayar 400 ribu. Setelah keluar pintu tol, kita bercanda-canda lagi dan kita semakin mesra saja. Sesampai di Tretes, seperti biasa orang-orang pada nawarin villa “Villa villa, villa Mas”. Sebenarnya aku punya villa di daerah tretes, cuman aku enggak mau ke sana entar ketahuan penjaga villaku dan cerita dengan ortu ku kalau aku bawa cewek ke villa, bisa runyam enggak karuan.
Setelah kita sudah dapat villa 1 rumah (plus ruang tamu dan halaman bermain), kita langsung duduk-duduk di bungalow sambil nikmatin pemandangan. Siska aku pangku dan dia duduk membelakangi aku, sambil bercanda dan cubit-cubitan membuat kontolku berdiri lagi, karena gesekan antara pantatnya dengan kontolku. Siska terasa sekali kalau ada perubahan pada kontolku, kemudian dia berbalik dan berbisik dengan aku.
“Gimana kalau main lagi, soalnya aku juga sudah ingin ngerasain kontolmu kalau masuk ke tempek ku”
Langsung saja aku gendong dia di belakang punggungku dan dia pun bergelayutan layaknya orang yang sedang honey moon. Selama aku gendong dia ke dalam villa, siska menjilati leher dan belakang telingaku hingga aku kegelian dan terangsang berat. Lalu aku bilang.
“Awas ya nanti kalau sudah di dalam, aku bikin kamu sampai minta ampun-minta ampun”
“Hehehheheh, macak cih takuut” katanya.
Setelah masuk ruang tamu, langsung aku jatuhkan Siska di sofa dan langsung aku serang dia. Aku cium bibirnya dan dia membalas dengan ganasnya, lidah kami saling berbelit dan menimbulkan suara menambah terangsangnya kita berdua. Siska mulai mendesah akibat rangsangan yang diterimanya.
“Aahh.. Dre slurrp.. Slurrp”
Kemudian ciumanku beralih ke lehernya dan terus ke belakang telingganya dan terakhir berhenti di lubang telinganya, dan ternyata Siska menyukai apa yang aku lakukan. Terbukti nafas Siska mulai tidak beraturan dan meracau.
“Say.. Lidahmu kerasa enak banget.. Aah.. Shh.. Shh..”
Tangan Siska tidak tinggal diam, langsung menyerang ke kontolku dan mengelus-elus dibalik celana jeansku. Sedangkan tanganku membuka bajunya dan bhnya, maka tampaklah susu 36b dengan puting merah merekah dengan lingkaran puting yang tidak terlalu besar. Langsung saja aku menjilat puting susu sebelah kanan secara lembut dan aku berikan gigitan ringan pada putingnya.
“Aah.. Aahh.. Say kamu nakal, masak kamu nenennya kayak gitu?” kata Siska memohon ke aku.
Sedangkan susu yang sebelah kiri aku remas pelan-pelan dengan tangan kiriku. Susu Siska kenyal dan padat membuat aku suka untuk berlama-lama di susunya. Kemudian gantian susu yang sebelah kiri aku manjakan dengan lidahku dan yang sebelah kanan aku remas-remas dengan lembut.
Siska kemudian membuka celana jeansku dan langsung memeloroti cdku dengan ganasnya, lalu Siska minta untuk bermain 69, tetapi aku enggak menghiraukan permintaannya, yang kemudian aku lanjutin jilatanku turun kebawah sambil membuka roknya yang super mini.
Setelah roknya aku buka tampak G-String hitam dengan renda dipinggirannya membuat aku semakin horny. Bau tempek khas wanita tercium olehku, tapi bau tempek Siska bercampur seperti bau buah strawbery. Aku sempat bengong dengan keindahan yang aku lihat. Siska berkata.
“Kok dilihat saja sih, ayo aku sudah enggak tahan nih..” dengan berkatanya Siska, langsung aku jilatin disekitar selangkangannya sampai benar-benar basah oleh air liurku.
Kemudian Siska memohon, “Say.., ayo masukkan saja kontolmu aku sudah enggak tahan ini” tetapi aku tetap tidak menghiraukan omongannya.
Lidahku kemudian mulai menjilati labia mayoranya, pelan kemudian aku tarik hingga bunyi slurrp..
“Aah.. Shhs.. Sshhs..” desahan Siska akibat perbuatanku.
Perhatianku kini tertuju pada klitorisnya yang sudah menonjol besar, langsung aku jilat pelan-pelan dan agak kusentil-sentil klitorisnya.
“Say, enaak.. Terus.. Lebih Ken.. Ceng lag aah.. Aah.”
Siska memohon ke aku sambil tangannya menekan kepalaku sudah lebih menempel pada tempeknya. Tapi aku tetap menahan kepalaku, biar sensasinya semakin membuat Siska mengawang-awang. Kemudian lidahku mulai menusuk-nusuk tempeknya sambil tanganku memainkan klitorisnya, dan enggak lama Siska mengejang sambil berteriak.
“Say.. Ak.. Keluar.. Aah.. Sshsh.. Oohhohh.. Kaa.. Mu naakkal”
Cairan yang keluar banyak banget sampai meleleh keluar dan langsung aku jilat habis semuanya. Belum sempat Siska beristirahat langsung aku tusuk-tusuk lagi tempeknya dan aku sentil-sentil klitorisnya dengan tanganku, sampai Siska memohon.
“Ampun say.. Ak.. Istrirahat dulu.. Lemes aah.. Aah.. Badanku”
Tetap aku tidak menghiraukan permohonannya, aku jilat tempeknya hingga batas lubang anusnya, sedangkan tanganku meremas-remas susunya. Hal ini membuat Siska ON lagi dan langsung berontak dan tangannya memegang kontolku dan memasukkan ke mulutnya, mengerti akan keinginannya maka posisiku aku ubah menjadi 69. Siska di bawah dan aku di atas. Lama style ini kami pakai, lalu aku mulai ambil inisiatif untuk memulai permainan ini.
Aku suruh Siska terlentang dan secara otomatis Siska mengkangkangkan kedua kakinya selebar-lebarnya, dan tampak tempek Siska yang sudah merah merekah serta basah oleh cairanya sendiri dan air liurku. Langsung dengan pelan-pelan aku masukkan kontolku dan ternyata tidak mengalami kesulitan, dengan perlahan aku maju-mundurkan kontolku dan diimbangi oleh Siska yang menggoyang pantatnya kekanan dan kekiri. Gerakan ini kita lakukan semakin lama semakin cepat.
“Say.. Ak.. u mau ke.. luaar..” kata Siska.
Aku mengetahui bahwa Siska mau sampai ke puncak klimaksnya, langsung aku keluarkan kontolku, kontan Siska langsung bengong dan cemberut.
“Kok dikeluarkan Dre..? Aku sudah mau keluar nih..” kata Siska.
“Sebentar.. Entar pasti lebih enak kok..” kataku.
Kemudian aku mengangkat kedua kakinya ke depan lalu menyilangkannya, setelah itu aku masukkan kontolku lagi dan..
“Say.., kontolmu nggaruk tempekku.. Enaak.. Men.” Siska meracau.
“Aahh.. Sshshss.. Sis tempekmu benar-benar enaa.. kk” desahku mulai tidak karuan.
Walaupun villa kita udaranya benar-benar dingin, tetapi keringat kita semakin banyak dan saling bercampur, kemudian kaki Siska aku tahan dengan tubuhku dan tanganku meraba susunya yang bergoyang kanan-kiri seirama dengan gerakan tubuh Siska.
“Say.. Genjot yan.. g keraas.. Sampai men.. Tok” Siska semakin menjadi.
Kuremas-remas susu Siska dengan keras, “Aahh.. Say shshssh sakit tapi ennaak” kata Siska.
“Say.. Sayy.. Saay aak.. u keluuaar” jerit Siska dibarengi dengan menjepitnya tempeknya, membuat aku semakin kelojotan.
“Aahh.. Sis jepitan tempekmu enaak bangeet” kataku.
Jepitan tempek Siska tidak berhenti-henti sampai sekitar 2 menitan dan Siska langsung terkulai lemas. Karena aku belum keluar, langsung aku tarik Siska ke pingiran sofa dan aku suruh dia untuk menungging. Tapi Siska sudah lemas dan berkata.
“Say.. Aku nyerah seluruh tenagaku habis”
Enggak perduli akan keadaan Siska, maka aku pegangi tubuhnya supaya agak nungging dan kemudian aku masukkan kontolku yang masih menegang, Siska menjerit.
“Aah.. Say ampun-ampun kakiku sudah tidak kuat lagi”.
Melihat hal itu aku jadi iba dan akhirnya aku duduk di sofa dan Siska aku pangku sambil memasukkan kontolku ke tempeknya. Ternyata style ini membuat Siska menjadi ON lagi dan langsung meggoyang dan memutar. Bunyi “cplok-cplok” antara pantat Siska dan kontolku semakin kencang membuat aku semakin terangsang. Putaran Siska membuat kontolku serasa di peras dan semakin terasa spermaku semakin menuju pada titiknya dan siap untuk disemburkan.
“Say.. Ak.. u mau keluar, keluarin dimana?” tanyaku.
“Di dalam saja, sebentar lagi aku juga keluaar.. Barengan ya” jawab Siska.
Tidak lama Siska mengejang sambil menjerit.
“Kelu.. aar aku say.. Aahaahh.. Shssh aahh”
Tak lama aku pun memuntahkan spermaku “Crot.. Crot.. Crott”
Saking banyaknya cairan Siska dan spermaku sampai keluar dari tempeknya Siska dan meleleh di lubang anus Siska dan ada yang jatuh ke sofa. Kami berdua pun langsung lemas dengan posisi aku memangku Siska, dan kami pun tertidur disofa dengan posisi bugil serta tidak memperhatikan keadaan sekitar.
Begitu hawa semakin dingin dan menusuk tulang, akupun terbangun begitupun juga dengan Siska dan kita langsung mandi air hangat. Malam itu kita main sampai 5 kali dan kita pulang pada hari esoknya pukul 10 pagi..


>TAMAT<

Hypersex Party

Sejak sore tadi hujan menggericik tak deras. Luisa berbaring di ranjangnya berselimut tebal. Pintu kamarnya terkunci rapat. Luisa mendehem-dehem nikmat, matanya sayu tapi nafasnya memburu. Sesekali kain selimut tersingkap sehingga beberapa bagian tubuhnya yang tak berbusana nampak dari luar.

“Ahh.. ehg.. emhh..”
Gadis itu terduduk dan menyingkap selimut tebalnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang memang bugil sama sekali. Kepalanya mendongak-dongak menahan ilusinya ketika sebatang dildo bergoyang-goyang di liang vaginanya. Buah dadanya yang berukuran 36 lengkap dengan putingnya yang kenyal membengkak menggairahkan. Lendir kawinnya sudah menggenang di sprei kasur. Tepat diatas lendir itu pussy Luisa yang besar berbulu tipis merekah disodok batang dildo ukuran L.

“Uahh..”
Orgasme telah diraihnya. Luisa terlentang lemas. Batang dildo itu masih menancap di pussy-nya. Enggan rupanya Luisa mencabutnya. Matanya terpejam, nafasnya masih terengah-engah. Tiba-tiba dering telpon mengganggunya.
“Kring.. kring..”

“Hallo..” Luisa menerima telpon sambil menjilati ujung dildo yang barusan bersarang di pussy nya.
“Luisa, hujan-hujan gini enaknya ngapain?” tanya suara di seberang.
“Enaknya dikelonin kamu,” jawab Luisa sekenanya.
“Hi.. hi.. kalau gitu, kamu saya undang deh. Sekarang ke Star Pub deh, kita tunggu. Jangan lupa be a sexy girl, okey?”
“Klik..”
Luisa segera meletakkan gagang telepon di induknya.

*****

Luisa masuk ke dalam café kecil itu. Pintu masuk café nampak tertulis “CLOSE”, tapi tidak bagi anggota pub. Suasana di café sepi, tapi sayup-sayup Luisa mendengar gemuruh tawa di lantai atas. Luisa segera menuju ruang atas. Begitu Luisa masuk beberapa anggota lain segera menyambutnya.

“Hai Luisa,” sapa Sidney yang hanya memakai CD transparan sedangkan susunya yang sekal bergelantungan dengan bebas.
“Hai, makin motok saja susumu,” balas Luisa sambil meremas susu kiri Sidney.
“Saya baru main sama Leo,” ujar Sidney menunjuk pria tegap telanjang yang duduk jongkok di sudut ruangan. Pistolnya mengayun-ayun tegang sejak tadi.
“Hai Luisa, kita sudah nunggu kamu dari tadi loh,” sapa Sari yang memakai CD merah dan BH hitam, kontras banget tapi seksi banget. Kemudian mereka saling berciuman beberapa menit. Sembari berciuman, tangan Luisa sudah nakal menyusup ke CD Sari.
“Kamu baru aja cukur ya?” tanya Luisa ketika jemarinya merasakan bulu-bulu pussy Sari.
Sari tersenyum malu.
“Nggak pa-pa lagi, rasanya malah geli-geli nikmat. Hi.. hi..,” Sari tertawa cekikikan lalu berlalu.

Mata Luisa memedar berbinar-binar ke seluruh ruangan. Ada dua belas orang di ruangan itu. Kesemuanya saling bersaing memperlihatkan keseksian tubuhnya. Wita memakai bikini putih tipis sehingga puting susunya nampak menyembul menggoda. Lia cantik banget malam itu, rambut panjangnya meriap-riap seksi. Apalagi Lia memakai CD putih berenda dan BH putih yang kelihatan puting susunya karena dilubangi pada bagian putingnya, Luisa bener-bener pingin melumat susunya. Maka Luisapun segera mendekati Lia
“Li, kamu cantik sekali malam ini.” Sapa Luisa sambil mempermainkan puting susu Lia yang sengaja disembulkan itu.
“Inikan maksud kamu? Kalau kamu mau, isep aja.” Bagai gayung tersambut.
“Ntar kamu main sama aku yah?”
Lia mengangguk lalu pergi menghampiri Si ganteng Ricko yang pakai CD pink, sejak tadi pistolnya tegang terus melihat pemandangan yang merangsang itu.

Jude (tokoh: Jude, Guru Privatku) memakai BH yang ketat banget hingga susu “Pamela Anderson” nya bagai berebut ingin keluar kain tipis itu, sedang pussynya dibiarkan saja dipelototin sama Tino yang sejak tadi penny nya pingin menerobos jaring tipisnya. Ayu yang pakai daster pendek transparan tanpa CD dan BH memamerkan pahanya di atas meja. Hanya orang nggak waras saja yang nggak berminat sama paha mulusnya. Cindylah yang paling sexy, doski hanya mengenakan stocking hitam sebatas paha dan duduk dengan santainya sambil memamerkan pussynya yang berambut tipis. Pengen banget Luisa melumat klitoris mungil Cindy.

Luisa sendiri memakai CD tipis bertali dan BH bertali yang hanya menutup nipplesnya saja. Sedang Mbak Sarah sang ketua party yang polos los sedang sibuk menjilati dildo barunya. Begitu melihat Luisa datang Mbak Sarah segera menepuk tangannya bertanda party akan segera dimulai. Semuanya segera berkumpul di tengah ruangan.

“Nah, gimana nih? Siapa yang pengin main duluan?” ujar Mbak Sarah membuka acara.
“Saya!” Ayu menunjuk jari.
“Kebetulan Ayu, sudah lama kita nggak liat lagi tarian pecut asmaramu itu.” Sambut si Ricko.
“Okey, Cin, nyalakan tapenya!” kata Ayu.

Cindy segera menyalakan tape recorder kecil. Lalu terdengar suara music yang memancarkan suasana erotic bagi siapa saja yang mendengarnya. Ayu segera berdiri di tengah lalu menari mengikuti suara tape recorder. Tarian gemulai itu semakin memancing hasrat, Ayu memang bekas penari latar yang piawai. Luisa yang sudah sejak tadi menahan birahinya tanpa sadar meremas-remas susunya sendiri. Apalagi kemudian Ayu meminta Ricko melucuti onderdil nya. Maka seperti diberi aba-aba yang lain segera melucuti pakaian milik pasangan yang dipilihnya.

Dengan segera Ricko mendorong Ayu untuk berbaring lalu Ricko segera melumat bibir kenyal Ayu penuh nafsu sedang tangannya meremas-remas penisnya sendiri. Jude yang sudah terbakar segera ikut melumat susu kiri Ayu disusul oleh Cindy yang kebagian susu kanannya. Luisa sendiri segera menyusup ke selakangan Ayu yang terbuka. Lalu dengan semangat Luisa mengerjain pussy Ayu. Dijilatinya pussy Ayu yang sudah penuh dengan lelehan lendir kawinnya. Lalu diobok-oboknya liang vagina Ayu dengan jarinya.

“Aaghh..,” erang Ayu dan Luisa bersamaan karena saat itu Ricko sudah menyodokkan pistolnya ke pussy Luisa dari belakang. Posisi Luisa yang menungging membuat Ricko semakin mudah menancapkan senjata pamungkasnya. Sedang posisi Ricko sebelumnya sudah digantikan oleh Mbak Sarah yang menyekokkan nipplesnya ke mulut mungil Ayu.

Di sudut lain, Tino yang setengah menungging sedang mengerang-erang keenakan ketika diserbu dari dua arah. Sidney yang mengganyang pistolnya dari depan dan Leo yang menyodomi pantatnya. Sedangkan di sisi lain Lia, Wita dan Sari bergumul sendiri. Lia dan Wita saling memagut susu lawan mainnya sedang Sari menyerang pussy Lia yang posisinya terlentang. Beberapa kali dildo masuk keluar pussy Lia dengan mudah lalu bergoyang-goyang membuat Lia bergelinjangan keenakan. “Agh.. enak.. terus Sar..,” erang Lia.

Ricko masih memainkan pistolnya di pussy Luisa. Pantat Luisa bergoyang-goyang naik turun mengikuti gerakan penis Ricko. Berulang kali Luisa mencapai puncak asmaranya, berulang kali pula mani Ricko muncrat ke liang vaginanya. Tapi mereka masih ingin mengulangi dan mengulanginya lagi.
“Rick, saya mau keluar lagi Rick.. oh.. enghh..,” rintih Luisa.
“Kita keluar sama-sama yah, yang..”
Kemudian Ricko semakin memperkuat tekanan batang penisnya keliang vagina Luisa, sehingga tidak lama setelah itu muncratlah air mani Ricko ke dalam vagina Luisa bersamaan dengan keluarnya cairan kawin Luisa.
“Engg.. ah..,” jerit Ricko dan Luisa bebarengan.

Luisa tergeletak di atas karpet. Wajahnya sudah nampak kepayahan, tapi birahinya belum terpuaskan. Ricko sudah meninggalkannya untuk mencari petualangan lain. Mata Luisa memandang sayu kepada Lia yang berdiri di atasnya. Susu Lia yang sudah sangat bengkak membuat Luisa ingin sekali mengunyah nipplesnya yang tegang kecoklat-coklatan. Pussy Lia yang berbulu agak lebat nampak mengkilap basah oleh lendir kawinnya. Lia tahu betul kalau Luisa menginginkannya. Dia segera merunduk dan menyerahkan susunya untuk dilumat oleh Luisa. Luisa melumat susu dan bibir Lia secara bergantian. Tangannya pun agresif menyusuri lorong goa vagina Lia, memelintir klitoris Lia berkali-kali. Lalu masuk dalam dan semakin dalam membuat Lia makin terlena.
“Kamu.. enak banget.. egh..,” rintih Lia.

Luisa mendesis-desis, nafasnya menghembus di bukit montok Lia membuat Lia semakin terbakar. Tapi Luisa juga kembali terbakar ketika Sari datang dan menghisap puting susu Luisa. Lia juga berebut mencaplok susu kanan Luisa. Luisa merem melek manahan semua rasa syur yang tercipta. Semakin syur ketika Leo menjejalkan penisnya yang besar dan tegang banget ke mulutnya.
“Isep sayang.. ayo..”
Luisa menghisap penis Tino. Menggigit-gigit nakal membuat Tino melenguh-lenguh keasyikan. Tino menekan pistolnya dan maninya muncrat ke dalam mulut Luisa. Luisa menelan lendir itu hingga tandas. Segala keindahan terasa ketika entah lidah siapa lagi yang menggerayangi pussy Luisa. Hingga ia merasa tubuhnya dijunjung ke atas dan..,
“Augh..”
Sebatang daging tegang kembali bersarang di pussy Luisa. Kembali dialaminya orgasme yang dialaminya bersamaan dengan si pemilik pistol.
“Ehg.. kau hebat banget Luisa, hebat! Makasih ya..”
Itu suara Leo.
“Bajingan! Mau nyodok nggak bilang-bilang!” umpat Luisa dalam hati.

Lalu semua yang tadi ngerjain Luisa pergi ngerjain yang lain. Luisa tidak lagi memperhatikan orang-orang disekelilingnya. Rasa capeknya telah membawanya terlelap. Dua jam pun berlalu, suasana hening. Party itu sudah selesai, pemain-pemainnya sudah terlelap tidur.

Luisa yang terbangun paling awal. Dipandangi sekelilingnya dengan senyum simpul. Semua dalam keadaan telanjang bulat, termasuk dirinya. Berbagai CD dan BH berserakan berserakan dimana-mana Pantat Sari merah bengkak begitu juga puting susu Ayu. Luisa tersenyum sendiri melihat ujung susu si bule Jude yang masih dikenyot Ricko. Pantat Sidney juga memerah, mungkin karena di kerjain sama temen-temen yang lain. Dalam party itu tidak hanya cowok saja yang disodomi, cewek juga bisa disodomi. Yang paling suka menyodomi cewek, ya.. si Tino itu. Luisa berpaling kepada Mbak Sarah. Wajah Mbak Sarah penuh dengan mani dan lendir vagina yang mulai mengering. Ruangan itu menebarkan aroma mani dan lendir vagina yang khas.

Mata Luisa tertuju pada Cindy. Gadis itu masih terlelap. Kadangkala mengigau sambil senyum-senyum sendiri. Wajah gadis itu cantik. Tubuhnya kecil tapi susunya montok bener. Vaginanya polos tanpa bulu, warnanya putih kemerahan seperti pipi gadis yang sedang malu. Klitorisnya mungil menyembul. Gairah Luisa kembali bangkit. Luisa berjongkok di depan Cindy kemudian memainkan jemarinya di atas vagina yang merekah itu. Dengan penuh nafsu segera dilumatnya klistoris yang sejak awal tadi membuatnya ngiler itu. Cindy menggeliat-geliat, tapi Luisa tak perduli. Bibir Luisa melumat gundukan vagina Cindy sedang kedua tangannya menggapai meremas-remas daging kenyal nan montok di dada Cindy. Antara sadar dan tidak Cindy menjamak-jaMbak rambut Luisa dan menjepit kepalanya dengan kedua pahanya.

“Ah.. uh.. ah.. uh..,” suara Cindy mendesis lirih.
Nafas keduanya kembali memburu. Luisa menumpahkan segala birahi yang tersisa di kepalanya. Seakan-akan Cindy itu hanya miliknya sendiri. Cindy dipaksa untuk bangun dari lelapnya. Matanya memicing merasakan surga yang kembali datang untuknya. Tapi Cindy sudah tak punya daya untuk membalas. Ia pasrah saja ketika Luisa menjejalkan sebatang dildo masuk ke dalam liang vaginanya.

“Sruup..”
Tanpa banyak perlawanan pistol mainan itupun amblas ke dalam liang kenikmatan Cindy. Cindi sempat terpekik beberapa kali, tapi lemah, rupanya dia sudah tak punya daya kecuali menikmati permainan Luisa. Luisa menarik si dildo maju mundur beberapa kali. Pantat Cindy bergoyang mengikuti iramanya. Makin lama dildo itu bergerak makin cepat.
“Sruup.. sruup..”
Suaranya menyibak lendir-lendir kental yang keluar dari vagina Cindy. Mata Luisa berbinar memandangi vagina bermandikan lendir itu. Langsung ia merunduk dan
“Sruup..”
Dihisapnya si lendir dari pussy Cindy hingga tandas.
“Ah, puasnya..,” kata Luisa dalam hati. Dikecupnya kening Cindy yang tak sadarkan diri. Kemudian dia segera pergi dari tempat itu dengan senyum penuh kepuasan.

>TAMAT<

Pembantuku (Mbak Suli)

Siang itu aku agak cepat pulang kuliah, bukan karena malas ikut kuliah yang masih ada, tetapi karena kakiku sakit (mungkin terkilir) dan ada bagian yang membiru sedikit. lagi-lagi karena main sepak bola yang kurang hati-hati, dengan teman sekampus tadi pagi. Dengan naik motor, aku ingin secepatnya pulang dan memberi obat (minyak urut), terus istirahat di rumah.
15 menit kemudian aku sudah tiba di rumah, dan agak sepi kalau jam segini, karena semua pada kerja dan kuliah atau sekolah. Hanya ada pembantu, yang usianya sekitar 35 tahun, biasa dipanggil Mbak Suli. Tapi jangan kaget lho.., badannya terawat dan masih kencang, walaupun kulitnya agak hitam (hitam manislah menurutku). Agak kaget juga aku, setelah dibukakan pintu, kulihat dia mengenakan baju kaos yang agak ketat dan rok putih yang selutut. Tetapi tonjolan di dadanya itu, membuat darahku berdesir cepat.
“Kok pulangnya cepat, Mas..?” katanya menyapa.
Aku memang dipanggil Mas olehnya, singkatan dari Dimas.
“Iya Mbak, kakiku agak sakit, tadi jatuh waktu main sepak bola..” kataku membalas.
Spontan matanya melirik ke kakiku dan berkata, “Coba Mbak lihat, dia pun menarik celana panjangku agak ke atas, “Sakit nggak..?” tambahnya sambil agak menekan bagian yang membiru dan mulai berjangkok.
“Lumayan juga sih..” kataku ssdikit memelas sambil melirik bagian betisnya yang mulus.
Setelah aku berganti pakaian menjadi celana pendek, dia membalur kakiku dengan minyak urut. Saat itu dia duduk di depanku dan kulihat pahanya karena roknya tersingkap. Karena posisiku yang yang duduk dan kaki agak ditekuk, dia tidak tahu bahwa kejantananku sudah mulai bangkit. Dia pun mengurut-ngurut dan memijit bagian kakiku yang sakit. Mataku juga tidak lepas dari dadanya yang menonjol sebesar mangga.
Dengan perlahan, kuberanikan memegang pahanya di bagian yang tersingkap. Dia agak kaget dan berkata, “Mas, kamu mulai nakal, ya..?” ucapnya sambil melirikku.
“Nggak pa-pa kan..? Cuma dikit kok..!” balasku seadanya.
Lama kelamaan tanganku mulai bergerak lebih ke atas dan sampai di pangkal pahanya.
“Jangan nakal lho, ntar ada yang lihat..!” katanya mencoba memindahkan tanganku dari pahanya.
“Nggak ada orang kok Mbak, cuma kita berdua kok..!” ucapku terus membujuknya.
Dia masih mengurut kakiku dan kucoba untuk menampakkan celana dalamku lewat celah celana pendekku.
Dengan keberanian yang menggebu, aku berkata, “Boleh kulihat yang di balik roknya Mbak..?” kataku menggoda lagi.
“Jangan Mas, Mbak malu..” katanya sedikit ragu.
“Ayo dong Mbak, sekali aja..!” ucapku sedikit membujuk.
Mula-mula dia ragu, dan akhirnya dia berbicara, “Jangan bilang siapapun ya..?” katanya sambil mengedipkan mata.
Kujawab, “Aku janji deh, ini menjadi rahasia kita aja..”
Perlahan dilepaskannya roknya, dan wow.., terlihatlah pahanya yang mulus dengan celana dalam merah muda. Agak lama kupandangi, karena itu benar-benar pemandangan yang indah, dan kejantananku mulai membengkak di celanaku. Perlahan kupegang celana dalamnya, dan kudekatkan wajahku ke arah celana dalamnya. Wow.., baunya wangi sekali, mungkin dia baru mandi tadi.
“Sudah cukup kan..?” katanya sambil menjauhkan wajahku dari pahanya dan mencoba memakai roknya lagi.
Tetapi hal itu dengan cepat kucegah, “Ntar dulu Mbak, saya pingin lihat di balik celana itu, boleh ya..?” kataku membujuk.
“Yee.., sudah dikasih hati malah minta jantung..!” ucapnya sedikit menyindirku.
“Mbak tau nggak, jantungku debar-debar nih.., dan aku terangsang..” kataku mencoba menyatakan bahwa aku benar-benar terangsang.
Sambil bercanda dia menjawab, “Masak gitu aja terangsang, Mbak nggak percaya, kamu pasti cuma iseng, mau mempermainkan Mbak, ya..?” katanya membalas ucapanku.
“Kalau nggak percaya, coba lihat nih..!” kataku sambil menurunkan celana pendekku.
Dia agak kaget karena celana dalamku seperti penuh dan menonjol besar di bagian penisku.
“Bener juga, kamu nggak boong.., kamu terangsang ya..?” katanya melirikku nakal sambil tersemyum.
Agak lama dia melihatnya, kemudian mengelus dan mengusap-usap, dan mendekatkan wajahnya ke dekat celana dalamku.
“Sekarang kita sama-sama buka, gimana Mbak..?” kataku memberi tawaran gila (he-he-he).
Mungkin karena sudah terangsang dan sangat ingin melihat penisku, akhirnya dia mengangguk. Perlahan dia menurunkan celanaku, dan tampaklah kejantananku berdiri tegak dan siaga.
“Wow.., hmm.., punyamu lebih besar dari yang Mbak bayangkan, tapi Mbak suka yang besar seperti ini.” katanya sambil mengelus, menyentuh kepala penisku dengan jarinya dan kemudian mengocoknya.
“Aahh.., ouch.., ouch..” aku mengerang nikmat, sementara dia terus mengocok sampai penisku terlihat memanjang maksimal.
Mungkin dia sudah tidak tahan, dia mulai mengulum dan meghisap penisku.
“Ouch.., ouch.., ah.. ah.., nikmat sekali..!” aku mendesis kenikmatan, sementara tanganku sudah membuka celana dalamnya.
Dan wow.., benar-benar pemandangan yang indah, bulu-bulu halus di sekitar vaginanya yang kemerahan sangat merangsang birahiku. Jariku menyentuh dan menggesek bibir vaginanya.
“Oh.., ahh.., ahh.., terus Mas, gesekin terus..! Ahh.., ahh..!” suaranya mendesah-desah.
Kudekatkan wajahku ke vaginanya, menciuminya dan menjilatnya. Celahnya mulai agak basah, mungkin dia sudah terangsang hebat, sementara kemaluanku terus dikulumnya, bahkan sekarang lebih dahsyat sampai ke pangkalnya. Aku merasakan hangat mulutnya, dan kemaluanku seperti panas sekali dan mau mengeluarkan sesuatu. Tanpa dapat kutahan, spermaku muncrat di mulutnya untuk pertama kali.
“Ohh.., ahh.., kamu udah keluar Mas.., ahh.., enakk.., gurih..!” katanya sambil menjilat sperma yang keluar dari mulutnya, sementara lidahku terus bergerilia di celah vaginanya, bahkan lidahku berusaha masuk lebih ke dalam dan terus menyeruak di seluruh dinding vaginanya.
“Ouch.., ahh.., ahh.., lebih dalam, Mas..!” pintanya sambil mendesis-desis.
Aku mendengar dia mendesis dan menyerocos tidak karuan, dan mulai mengocok kemaluanku lagi sehingga membesar kembali. Hanya dalam hitungan menit, punyaku sudah membesar lagi dan mencapai ukuran yang maksimal.
“Sekarang saya masukin ke vagina Mbak aja, oke..?” kataku sudah tidak sabaran.
“Ehe.., ya Mas, Mbak juga sudah nggak tahan nich..!” katanya sambil membuka kedua pahanya lebar-lebar, sehingga vaginanya tampak membelah dan merekah.
“Oouh.. ss.., darahku berdesir semakin cepat melihat vagina yang merekah seperti itu.
Sambil memegang kemaluanku yang tegang, kuarahkan ke lubang tersebut. Sesaat kepala penisku kugesekkan ke bibir vaginanya, kemudian dengan sedikit ditekan, dan, “Bless..!” masuk seluruhnya ke dalam liang vaginanya.
“Ouh.., och.., ahh.., terus Mas, lebih dalam..! Ahh.., ahh..!” desisnya mengikuti gerakan masuknya batang kejantananku.
Aku pun semakin bersemangat menggenjotnya dan memaju-mundurkan kemaluanku di dalam vaginanya. Sementara tanganku tidak lepas memegangi puting payudaranya yang mengencang.
“Terus, terus Mas, enak.., nikmatt.., ah.., ah..!” ucapannya sudah terdengar tidak karuan.
Sekitar 10 menit dengan posisi tersebut, aku mengeluarkan kemaluanku yang masih menegang.
“Mbak, sekarang kita rubah posisi ya..? Pasti lebih nikmat..!” kataku ingin mencoba gaya lain.
“Posisinya gimana Mas..?” dia bertanya balik.
“Mbak menungging saja, kakinya diangkat sebelah dan letakkan di meja, dan Mbak membelakangi saya..!” saranku memberi penjelasan, dia menurut saja.
Aku tertawa dalam hati (soalnya ini seperti anjing pipis, he-he-he). Dia sudah mengambil posisi seperti itu dan aku dapat melihat celah vaginanya mengintip dari belakang. Dengan memegang kemaluanku yang tegang, kuarahkan ke celah itu. Dengan sedikit tekanan, kepala penisku masuk, dan masuknya terasa lebih sempit dari yang tadi. Sengaja tidak kumasukkan seluruhnya dan kutanya kepadanya, “Gimana..? Lebih enak kan..?” kataku.
“Ehe.., ahh.., lebih enak dari yang tadi, ahh.., oh.., enak.., ahh..!” suaranya mendesah lagi.
“Ini belum seluruhnya lo Mbak, baru sebagian..!” aku mencoba menggodanya lagi.
“Masukin semua dong, Mas..! Biar terasa lebih enak lagi..!” pintanya.
Dengan menekan lebih kuat, maka kemaluanku masuk seluruhnya. Dan oh.., betapa nikmatnya, serasa berada di awang-awang.
“Ah.., oh.., aah.., nikmat sekali, tekan lebih kuat Mas.., lebih dalam, ahh, ahh..!”
Sesekali dia menggoyang pinggulnya, dan ohh.., benar-benar luar biasa goyangan pinggulnya, punyaku seperti ditarik dan diurut-urut di dalam vaginanya.
“Oh.., ah.., aku tak ingin berhenti capat-cepat, goyangin terus Mbak..!” kataku.
Sekitar 10 menit aku memaju-mundurkan kemaluanku ke vaginanya, rasanya aku sudah berada di puncak dan mau memuntahkan lahar.
“Mbak, aku sudah mau keluar nich..!” kataku.
Dia membalas, “Aku juga mau keluar nich. Kita keluar sama-sama ya..?” pintanya.
Dengan menggenjot lebih kuat agar cepat sampai ke puncak kenikmatan, maka kumulai menekan lagi lebih cepat. Dan akhirnya, “Ouc.., ah.., ah..” dengan erangan panjang, aku memuntahkan spermakau di vaginanya.
Bersamaan dengan itu Mbak juga mengerang panjang, “Ouh.., ouc.., ah.., ah.., nikmat.. ah..”
Sementara di vaginanya aku merasakan punyaku disemburi cairan vaginanya, terasa begitu hangat.
Perlahan kutarik punyaku keluar, terlihat sudah mulai mengecil. Kami tergolek di tempat tidur dan saling berpandangan.
“Mbak.., nggak menyesal kan..?” tanyaku.
“Ah.. nggak, kamu bandel dan bisa memuaskan Mbak.” dia membalasku.
“Tapi saya khawatir Mbak, soalnya tadi keluar di dalam.” tanyaku sedikit khawatir.
“Nggak pa-pa, Mbak tidak dalam masa subur kok, Mbak tidak akan hamil..!” jelasnya.
Wajahku sedikit lega setelah mendengar perkataanya.
Dengan sedikit menggoda aku berkata, “Aku suka melihat wanita menggunakan celana dalam putih atau merah muda (karena dia memang banyak punya celana dalam putih dan merah muda).”
“Idih..! Kamu suka mengintip Mbak ya..?” dia bertanya balik.
“Kadanga-kadang aja, pas Mbak lagi tidur atau mandi..” kataku menggoda nakal.
“Kamu nakal sekali..!” katanya sambil mencoba mencubitku.
“Tapi Mbak suka kan..?” godaku lagi.
Dia hanya tersenyum tersipu-sipu.
Setelah kejadian itu, aku merasa ketagihan dengan Mbak Suli. Aku tidak tahu apakah dia ketagihan juga. Sering kali di waktu malam aku menyelinap ke kamarnya yang sengaja tidakdikuncinya, lalu kami pun bergumul di situ sampai kelelahan dan aku pun sering tertidur di situ. Tapi sebelum subuh aku sudah balik ke kamarku, maksudnya biar tidak ketahuan
Sekian dulu ceritaku ini, mungkin kalo ada kesempatan akan coba ku ceritakan pengalaman-pengalaman yang tak kalah serunya..


>TAMAT<

Petualangan Pesta Pantai

Sekitar satu minggu yang lalu isteriku, Dayu dan aku diundang hadir ke sebuah beach resort bersama dengan rekan-rekan kerjanya. Isteriku bekerja pada bagian marketing di sebuah perusahaan besar yang sangat sukses beberapa tahun belakangan, dan hal tersebut berimbas pada kesejahteraan karyawannya yang semakin naik dan beberapa bonus juga, salah satunya adalah perjalanan ke resort kali ini.
Aku sangat bergairah untuk pergi, meskipun dia merasa khawatir bertemu dengan rekan-rekan kerja isteriku. Kantor Dayu bekerja sangatlah berkultur informal, dan kadang Dayu cerita padaku tentang semua godaan dan cubitan yang berlangsung selama jam kerja. Aku bekerja pada sebuah firma hukum, yang sangat disiplin dan professional, dan bercanda apalagi saling goda merupakan hal yang tak bisa ditolerir dalam perusahaan. Dan hal itu mempengaruhi sikap dan perilakuku dalam keseharian, aku menjadi seorang yang tegas dan formal. Aku tak begitu yakin bisa berbaur dengan rekan kerja Dayu nanti.
Dayu sendiri adalah seorang wanita periang dan mudah bergaul. Berumur 30 tahun, potongan rambut pendek seleher dan berwajah manis. Dia agak sedikit pendek dibawah rata-rata, pahanya ramping yang bermuara pada pinggang dengan pantat yang kencang. Sosok mungilnya berhiaskan sepasang payudara yang lumayan besar dan namun bulat kencang meskipun tanpa memakai penyangga bra. Kami berjumpa dibangku kuliah dan menjadi dekat dalam waktu singkat lalu menikah tak lama setelah kami lulus. Dia tak begitu berpengalaman dalam hal seks, meskipun aku bukanlah lelaki pertama yang berhubungan seks dengannya.
Kala hari perjalanan itu tiba, kami mengenderai mobil menuju resort tersebut. Dalam perjalanan kesana Dayu menceritakan kalau dia telah membeli sebuah bikini baru untuk akhir pekan kali ini.
“Mau pamer tubuh ke orang-orang, ya?” candaku padanya.
“Mungkin,” jawabnya dengan tersenyum.
“Maksudmu?” tanyaku penasaran. Dayu yang kutahu tak begitu suka mempertontonkan tubuhnya, aku selalu merasa sulit untuk sekedar memaki pakaian renang yang minim.
“Nggak ada, bukan apa-apa” Dayu tertawa menggoda suaminya. “Sudah pernah kubilang padamu kan kalau dikantor kita senang bercanda dan saling menggoda. Liburan ini pasti tak ada bedanya, hanya tempat dan suasananya yang beda untuk sedikit genit didepan para pria.”
“Kamu juga genit di depan teman-teman priamu?” tanya Wisnu gusar.
“Bukan cuma aku, sayang. Semua teman wanitaku juga melakukannya kok,” jawab Dayu menjelaskan. “Cuma sedikit genit, menggoda dan bercanda. Kamu tahu, kadang saling bercanda mmm… yeah bercanda agak jorok, seks dan juga sedikit tontonan.”
“Tunggu, apa?” suara Wisnu agak meninggi. “Tontonan? Kamu mempertontonkan tubuhmu ke teman-teman priamu?”
“Oh, sayang, ini bukan sungguh-sungguh,” jawab Dayu. “Cuma menggoda kok. Hanya sedikit menyingkap baju, kadang sedikit memberi bonus dengan memperlihatkan dada sebentar.”
Aku terhenyak, isteriku memperlihatkan payudaranya pada pria lain? Pria lain di kantornya? Ini bukan seperti sosok Dayu yang kukenal selama ini. Hanya seberapa dekat dia dengan teman kerja prianya? Kepalaku dipenuhi oleh pikiran yang berkecamuk tak karuan hingga akhirnya kami tiba di resort.
Segera kuparkir kendaraan kami. Begitu memasuki lobby dengan bawaan kami, sekelompok orang melambai ke arah Dayu untuk mendekat. Mereka adalah beberapa orang dari rekan-rekan kerjanya dan Dayu memperkenalkanku. Alan, Dave, Eddie, Gary adalah nama taman-teman prianya dan yang wanitanya Sasha, Kristin, Melly dan Nina.
Mereka berkata pada Dayu kalau semua orang harus bertemu di kolam renang pribadi dan minum-minum dulu sebelum berikutnya pergi ke pantai. Kami setuju untuk menyusul mereka secepatnya setelah menaruh bawaan dikamar dan berganti pakaian.
Baru saja mereka beranjak, Alan sudah beraksi dengan mencubit pinggul Dayu yang langsung memekik kegelian dan mendorong tubuh Alan menjauh. Aku sangat terkejut mendapati hal tersebut dan hampir saja teriak marah, tapi mereka semua mulai tertawa, termasuk Dayu, jadi aku pikir inilah sebagian dari cara mereka saling menggoda dan bercanda. Aku tak mau dianggap seorang yang kolot dan tak bisa berbaur di lima menit pertama kehadiranku, jadi aku hanya diam saja membiarkan.
Kami menuju ke kamar kami dan mulai berganti pakaian dengan pakaian renang. Dayu masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian dan kemudian keluar dengan sebuah handuk membalut tubuhnya. Aku ingin melihat apa yang dipakainya dibalik handuk tersebut, tapi dia langsung memotongku sebelum mampu berkata sepatah kata “Ayo, kita turun!”
Kuraih sebuah buku dan berjalan mengikutinya menuju kolam renang. Kantor Dayu pasti sudah menyewa seluruh kolam tersebut, karena ada logo perusahaan pada semua handuk dan pada tulisan selamat datang. Ada sekitar lima puluhan orang di area kola mini. Kebanyakan dari mereka adalah pria, dan yang membuatku kecewa, kebanyakan dari mereka terlihat muda dan menarik. Para wanitanya juga tak ada yang mengecewakan. Kebanyakan mereka hanya berbikini minim memperlihatkan keindahan tubuh muda mereka.
Baru saja aku hendak bertanya dimanakah teman-temannya yang tadi, saat kulihat isteriku sedang membuka handuk penutup tubuhnya. Apa yang terpampang dihadapanku sangat membuatku terpaku, dibalik handuk tersebut dia memakai sebuah bikini warna merah tua dan… sangat minim. Bagian atasnya hanya menutup sebagian depan dari payudaranya, dan tali penahannya yang terkalung dileher jenjangnya terlihat seakan siap untuk dilepas. Sedangkan bagian bawah hampir menyerupai thong, memperlihatkan keindahan paha dan bongkahan pantatnya. Dia terlihat begitu menawan.
Tak heran dia menutupinya dengan handuk saat dikamar tadi, pikirku. Dia tahu kalau aku pasti akan meributkan apa yang dipakainya. Baru saja aku hendak berkomentar namun terpotong oleh sebuah teriakan dari seberang kolam, “Hey, lihat Dayu!”
Dan langsung disusul oleh riuh rendah suara yang diiringi siulan nakal dari para pria di area kolam tersebut. Dayu hanya tertawa riang lalu melakukan sebuah pose, memperlihatkan perutnya yang rata dan kemulusan pahanya sambil mengoleskan sun-block ke tubuhnya. Dia menoleh ke arahku dan berkata, “Lihat kan? Hanya menggoda saja!”
Aku hanya mengangguk dan terdiam. Aku harapdia mengatakan sesuatu tentang betapa terbukanya pakaian renang yang dia pakai ini tapi itu bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan, ini tetap hanya sebuah bikini. Jika para pria ingin memandangi tubuh isteriku, apa salahnya dengan itu? Bahkan aku bisa merasa bangga akan hal tersebut.
Aku rebah di atas bangku malas dan mulai membuka buku yang kubawa sedangkan Dayu berjalan menghampiri teman-temannya. Aku berencana menghabiskan waktu dengan membaca, namun mataku terus melayang ke arah dimana isteriku berada. Setiap kali aku melihat Dayu, dia tengah asik bercanda dengan teman prianya. Akhirnya kuputuskan untuk berhenti membaca, dan hanya memperhatikan setiap tingkah lakunya sambil terus pura-pura membaca bukuku.
Di salah satu sudut kolam tersebut ada bar yang menyuguhkan berbagai macam minuman dan sudah berulang kali aku kesana untuk sebotol bir dingin. Kelihatannya minumannya sudah dipersiapkan dalam jumlah dan ragam yang banyak untuk membuat pesta ini berjalan meriah. Kuamati Dayu sudah berulang kali pergi ke sana untuk segelas margaritas dan entah sudah berapa banyak orang yang pergi mengambilkan minuman untuknya. Namun yang jelas dia semakin bertambah mabuk seiring berjalannya waktu. Ditambah lagi para pria yang mendorongnya dan juga para wanita lainnya untuk minum lebih banyak lagi. Pada suatu kesempatan Dave menantang Dayu untuk berlomba menghabiskan minuman dalam gelas mereka, yang tentu saja dimenangkan Dave dengan mudah, melihat kondisi Dayu sudah lebih dari sekedar mabuk.
Baru saja aku mulai kembali membaca, Dayu datang menghampiri. Dia baru saja keluar dari dalam kolam dan tubuhnya basah kuyup. Dengan kain penutup tubuh yang dia kenakan menempel erat disetiap lekuk tubuhnya, membuat dia semakin terlihat menggoda.
“Hai, sayang,” sapanya. “Sudah lebih santai?”
“Yeah,” jawab Wisnu. “Kamu sendiri, bisa bersenang-senang?”
“Oh, ya,” dia tersenyum manja. “Aku sudah agak mabuk.”
Itu terlihat jelas, tapi aku tak mau lebih mendesaknya. Dayu mengeringkan tubuhnya dengan handuknya, lalu melangkah kembali ke teman-temannya.
Aku kembali pada bacaanku, hingga tiba-tiba saja kudengar suara jeritan. Dengan cepat aku menoleh ke arah suara tersebut, tepat disaat kulihat Melly yang tengah menutupi payudara telanjangnya dengan tangannya. Salah satu dari pria tersebut menarik lepas penutup dadanya dan sekarang tengah berlari dipinggiran kolam dengan menenteng penutup dada tersebut. Melly mengejarnya, dengan lengan menyilang menutupi dadanya hingga si pria berhenti lalu menangkap tubuh Melly dan menariknya bersamanya menceburkan diri ke dalam kolam.
Aku dengar sebuah suara jeritan lagi dan salah seorang wanita yang tak kukenal sekarang juga tak berpenutup dada. Alih-alih menutupi payudaranya, kali ini si wanita hanya membiarkan saja pria yang menarik lepas penutup dadanya itu berlari menjauh dan dia terus mengobrol dengan temannya seakan tak terjadi apapun.
Aku memandang sekeliling untuk mencari Dayu. Dia sedang sedang mengobrol dengan seorang pria di kolam yang dangkal. Kuperhatikan Alan sedang berenang ke arahnya dari belakang dan muncul tepat dibelakangnya lalu menyentakkan tali penahan penutup dadanya di leher. Penutup dada Dayu tertarik erat menekan daging bulat kenyal tersebut dan tiba-tiba saja payudaranya terayun meloncat lepas dari penutupnya. Dia memekik dan tubuhnya berbalik ke belakang untuk memukul Alan. Alan mengangkat penutup dada tersebut tinggi ke atas, Dayu hanya tertawa keras lalu melompat mencoba merebutnya. Nampak payudaranya terayun seiring tiap lompatannya, puting merah mudanya terlihat jelas mencuat keras membuat seluruh pria dikolam tersebut bersorak riuh.
Dave bergerak ke belakang Dayu lalu menangkap pinggangnya dan mengangkatnya tinggi tinggi agar bisa meraih penutup dada yang dipegangi Alan. Dayu rebut penutup dada tersebut dari tangan Alan lalu mengibaskannya pada Alan dengan tertawa genit. Dayu mulai memakai kembali penutup dadanya, namun masih kalah cepat dengan tangan Alan yang menjulur ke arahnya untuk meremas payudara telanjangnya yang sebelah kiri. Kembali Dayu memekik dan menepis tangan Alan untuk menjauh.
Rupanya para wanita tak membiarkan begitu saja dengan perbuatan para pria terhadap penutup dada mereka. Beberapa menit setelah Dave membantu Dayu tadi, nampak Melly berjalan mengendap dibelakang Dave yang sekarang berdiri di depan Bar lalu menarik turun celana renang yang dipakai Dave. Sebuah batang penis yang besar menyembul keluar dan seluruh wanita menjerit riuh tak terkecuali Dayu. Dave hanya tertawa keras dan mulai mengejar Melly yang berlari mengitari tepian kolam. Dengan konyol Dave berlari mengejr dan mengibas-ngibaskan batang penisnya ke arah Melly yang berlari, menjerit dan tertawa.
Setelah beberapa menit kemudian, Dayu keluar dari kolam renang dan berjalan ke arahku. Sebelum dia mampu mengucap sepatah kata, aku sudah memberondongnya dengan pertanyaan tentang apa yang sedang terjadi disana.
“Oh, sayang, bukan apa-apa. Mereka hanya bersenang-senang, itu saja,” jawab Dayu.
“Aku rasa melihatmu telanjang dada dan juga menyentuh dadamu bukan sekedar bercanda atapun senang-senang!” kataku ketus.
“Sayang, jangan terlalu kolot begitu. Lagipula aku sudah memakai penutup dadaku lagi. Lihat para pria itu, mereka melepas beberapa penutup dada teman wanitaku yang lainnya lagi dan sebagian dari para merka, mereka tak ambil pusing untuk memakainya lagi.”
Dia berhasil memojokkanku. Beberapa teman wanitanya sekarang sudah mondar-mandir dengan telanjang dada, terkadang salah seorang pria akan mendekat untuk sekedar menyentuh atau meremas payudara mereka.
“Lagipula,” Dayu membungkuk dan tiba-tiba memelankan suaranya, “Bukankah ini membuatmu terangsang melihat para pria melirikku? Mengintip dadaku dan menyentuhnya sedikit?”
Aku jadi terdiam karena memang itu kenyataannya. Aku merasakan rangsangan setelah melihat para pria tersebut menggoda isterinku, namun aku juga merasakan cemburu yang sangat besar.
“Semua hanya coba bersenang-senang dan tak ada yang dirugikan,” sambung Dayu lagi. “Coba pikirkan saja betapa nakalnya isterimu ini, membiarkan para pria melihat dadanya dan menyentuhnya.”
Aku menganggukkan kepala pelan dan dia tersenyum lebar lalu melangkah pergi. Aku merasa harus mengucapkan sesuatu, namun moment tersebut telah musnah. Lagipula, jika para pria berlaku seperti itu pada semua wanita di sini, tak ada alasan bagiku untuk merasa marah. Aku coba lagi untuk konsentrasi pada buku yang kubawa, namun tak berapa lama rasa kantuk melanda. Aku ambil kacamatku lalu dengan cepat terlelap.
Saat aku terbangun, suasana menjadi sangat riuh di dalam kolam. Kebanyakan para wanita yang berada disana sudah tak memakai penutup dada lagi, termasuk Kristin yang tengah berjalan lewat di depan tempatku berada. Kristin berbadan lebih tinggi dibandingkan Dayu, tapi payudaranya lebih kecil. Dadanya terekspos bebas, dan penutup dadanya terlihat menggantung dilehernya, mungkin hasil usil beberapa pria yang melepaskan pengaitnya.
Aku masih merasa ngantuk namun sudah terjaga, dan dengan kaca mata yang menutupi mataku terlihat aku masih tertidur. Aku sapukan pandangan ke seantero area kolam untuk mencari istriku dan kusaksikan suasana sudah semakin memanas, beberapa pasang pria wanita bahkan terlihat saling bercumbu di dalam kolam renang tanpa mempedulikan sekeliling lagi.
Akhirnya kutemukan keberadaan Dayu, yang sedang duduk dipinggir kolam dengan kakinya masuk ke dalam air. Alan menemaninya di dalam kolam, lengannya bertumpu di atas paha Dayu. Keduanya terlihat asik ngobrol dengan wajah yang hampir bersentuhan. Ekspresi wajah Dayu terlihat jengah, sedangkan Alan terlihat sedang merajuk tentang sesuatu. Sebentar-sebentar terdengar suara tawa renyah pecah dari mulut Dayu, terdengar jelas kalau dia masih dalam kondisi mabuk.
Beberapa menit berselang, terlihat Dayu mengangkat lengannya dan mengangkat salah satu tali penahan penutup dadanya dibahunya kemudian pelan-pelan dia turunkan dari bahunya. Alan mengucapkan sesuatu yang kembali membuat tawa isteriku pecah. Kemuadian dia memegang tangan Dayu dan menariknya masuk ke dalam air diantara kedua pahanya. Brengsek, umpatku dalam hati. Apa Alan sudah membuat isteriku menyentuh batang penisnya?
Dayu memekik terkejut pada awalnya lalu kembali dia tertawa. Dia tetap membiarkan tangannya berada di dalam air, lalu mulailah terlihat dia menggerakkan tangannya. Kembali Alan mengucapkan sesuatu dan Dayu tertawa lagi, lalu dia angkat tangannya dari dalam air dan menurunkan tali penahan penutup dadanya yang satu lagi dari bahunya. Dia memandang sekilas kearahku, dan aku terdiam tak berani bergerak. Aku pasti telah membuatnya yakin kalau aku masih tertidur lelap karena kemudian dia menoleh kembali pada Alan.
Penutup dadanya sekarang hanya bergantung ditahan hanya oleh daging bulat payudaranya saja. Alan sekarang memandanginya tanpa sungkan-sungkan lagi dan mengobrol dengan penuh semangat. Aku tak tahu apa yang tengah dia ucapkan, tapi melihat isteriku yang terlihat melakukan setiap apapun yang Alan pinta, itu pasti sebuah paduan sempurna dari sebuah humor dan rayuan. Beberapa saat berikutnya kembali tangan Dayu masuk ke dalam air. Kali ini dia terlihat menahan nafas. Apapun yang dia pegang di dalam air tersebut, itu membuatnya terkesan. Alan tertawa dan membisikkan sesuatu yang membuat tawa Dayu lebih pecah dengan kerasnya.
Kembali Dayu mengangkat tangannya dari dalam air kemudian meremas kedua lengannya rapat-rapat. Belahan daging payudaranya terangkat sedikit, cukup untuk membuat penutup dadanya sedikit lebih turun lagi, membuat putingnya sekarang terekspos di hadapan mata Alan. Putingnya yang merekah terlihat sangat keras dan mencuat menggiurkan dari bulat kenyalnya payudaranya yang indah.
Menyaksikan hal itu membuatku sangat terkejut sekaligus merasa api birahiku berkobar hebat, batang penisku langsung tebangun dan ereksi penuh. Aku tak bisa percayai kalau isteriku telah mengekspos dirinya dihadapan seorang pria seperti itu, dan aku tak bisa percaya kalau diriku sendiri merasa terangsang karena melihat kejadian tersebut. Apa yang salah dengan diriku?
Alan sangat menikmati waktunya mengamati keindahan payudara Dayu untuk bebeapa waktu, kemudian dia membungkuk mendekat ke arah Dayu dan membisikkan sesuatu di telinganya. Dayu tertawa genit dan kembali tangannya bergerak masuk ke air. Keduanya diam tak berbicara untuk beberapa saat sedangkan tangan Dayu bergerak naik turun di dalam air. Terlihat nyata kalau Dayu tengah mengocok batang penis Alan. Beberapa detik kemudian Dayu menoleh ke arahku dengan ragu-ragu. Aku yakin jika dia melihatku bergerak, maka dia akan langsung menghentikan apapun yang tengah dia lakukan itu, tapi aku tetap diam tak bergerak. Aku merasa seberapa besar rasa cemburu dalam dadaku, maka sebesar itu pula keinginanku untuk melihat apa yang akan terjadi berikutnya.
Setelah memastikan kalau aku masih tetap tertidur, Dayu turun dari tepian kolam lalu masuk ke dalam air. Sekarang dia berdiri berhadapan dengan Alan, penutup dadanya menempel diperutnya. Kedua tangannya kembali masuk ke dalam air lalu keduanya nampak sedikit menggeliat untuk beberapa saat. Aku hanya mampu menebak apa yang tengah mereka lakukan hingga celana renang Alan tiba-tiba saja muncul dari dalam air disamping tubuhnya. Dayu telah melepaskannya!
Keduanya tertawa berbarengan, lalu kembali Dayu memasukkan tangannya kedalam air. Nafas Alan mulai terlihat berat dan tatapan matanya terpaku pada payudara indah milik isteriku. Dayu hanya tertawa genit atas tatapan mata Alan pada payudaranya tersebut dan bahkan beberapa kali nampak dia sedikit menggoyangkan dadanya untuk memberikan sedikit tontonan pada Alan.
Dayu mulai menggerakkan tangannya naik turun dengan cepat dan semakin bertambah cepat, sementara itu Atatapan mata Alan tak pernah lepas dari payudara isteriku. Tiba-tiba Alan memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit bibir bawahnya. Dayu melihat ke bawah dan menatap air seakan terhipnotis saat Alan mulai menggelinjang. Setelah beberapa saat dia berhenti menggelinjang dan membuaka matanya kembali. Lalu Alan membisikkan sesuatu padanya yang membuat Dayu menjerit dengan nada genit marah dan mendorong Alan menjauh. Alan tertawa dan menggenggam celana renangnya, sedangkan Dayu memakai penutup dadanya kembali.
Aku sudah tak yakin lagi apakah yang mampu membuatku terkejut lagi, menyaksikan isteriku memasturbasi pria lain didepan mataku ataukah kenyataan bahwa tak ada seorangpun yang memperhatikannya. Melihat sekeliling, kusaksikan begitu banyak orang yang saling mencumbu, dan aku rasa mereka berdua merasa sangat yakin kalau tak ada seseorangpun yang memperhatikan apa yang mereka perbuat. Aku bertanya kalau diriku masih seorang pria lugu dan kolot lagi sekarang, benarkah begitu? Benakku menjawab, masih, namun batang penisku yang ereksi berkata tidak.
Setelah setengah jam berikutnya, Kristin berdiri, masih bertelanjang dada mengumumkan bahwa saatnya untuk pergi ke pantai telah tiba. Perusahaan telah menyewa beberapa van untuk mengangkut semua orang disana dan tidak memperbolehkan memakai mobil sendiri.
Aku pura-pura baru bangun dari tidurku saat Dayu berjalan mendekatiku. Dia masih agak mabuk, jika tak mau dikatakan mabuk dan kuputuskan untuk melihat apakah dia akan mengungkapkan semuanya. “Ada yang terjadi lagi saat aku tertidur?”
“Tak begitu banyak, sayang,” jawabnya.
“Ada lagi yang mencuri lepas penutup dada?” desakku.
“Kenapa?” tanya istriku dengan nada menggoda. “Apa kamu ingin dengar tentang itu?”
“Mungkin,” jawabku, meskipun dengan cara penyampaiannya itu membuatku terdengar sangat ingin mendengarnya.
“Well, tak ada lagi yang mencuri lepas penutup dada, tapi Alan masih ingin melihat payudaraku dan dia terus merajuk. Jadi kupikir dia juga sudah melihatnya, aku memberinya sedikit bonus lagi.”
“Oh,” jawabku.
“Jadi kuturunkan sedikit penutup dadaku dan membiarkan dia melihatnya. Tapi hanya itu saja. Tak apa-apa kan sayang? Kamu tak marah padaku karena sudah memperlihatkan payudaraku sebentar pada teman priaku?” jawabnya dengan nada merajuk.
“Aku rasa begitu…” jawabku datar. Aku sedang membayangkan dia memasturbasi Alan.
Kami mengemasi handuk kami dan kemudian berjalan mengikuti yang lain menuju ke area parkir. Kami masuk ke dalam van yang semua orang di dalamnya tak kukenal lalu mulailah kami berangkat menuju ke pantai. Jalanan yang dilalui sangat jelek dan membuat van yang kami tumpangi terlonjak-lonjak, namun aku tak begitu merasakannya karena aku tengah fokus pada usaha untuk mengingat apa yang kusaksikan pada Dayu dan Alan tadi.
Saat tiba di pantai, kuperhatikan kalau perusahaan juga sudah mengeset sebuah erena untuk permainan bola voli lengkap dengan net-nya dan segera saja Kristin dan Nana sudah berinisiatif untuk memuali sebuah pertandingan. Kuputuskan untuk rebah diatas pasir saja dan melihat, berusaha untuk menata perasaan dan melegakan himpitan dalam dada, sedangkan Dayu langsung bergabung dalam permainan. Kedua team terbagi dalam kelompok wanita dan pria. Sebenarnya pertandingan tersebut menyenangkan untuk disaksikan karena para pemainnya ternyata lumayan mahir dan juga karena para wanita terlihat begitu menawan saat melompat dalam balutan bikini minim mereka. Seiring jalannya pertandingan, suasana semakin bertambah panas, kata-kata jorokdan ejekan penuh sendau gurau terus bersahutan.
Sekarang tibalah saatnya bagi isteriku untuk serve. “Siap-siap guys, kali ini kalian ak akan bisa mengemblikan!” teriaknya.
“Kamu mau bertaruh untuk penutup dadamu?” teriak Eddie membalas.
Langsung terdengar riuh rendah suara menyambut dari para penontonnya. Dayu terdiam beberapa saat, mimik wajahnya menggambarkan ekspresi yang sangat seksi kemudian belas menyahut, “Kalau kamu tak bisa mengembalikannya, kamu harus melepas celanamu!”
“Ok, tapi itu tak akan terjadi sayang!” balas Eddie.
Dayu merespon dengan melempar bola ditangannya tinggi-tinggi dan mengirimkan sebuah serve yang sangat kuat. Aku tak yakin berapa banyak rekan kerjanya yang tahu, kalau dia saat kuliah dulu termasuk andalan dalam team bola voli. Bola tersebut mengarah sangat sesuai dengan yang dia inginkan, mendarat dengan tajam diantara dua pemain yang paling payah.
Para wanita bersorak menyambutnya sedangkan para pria terlihat menepuk kepalnya sambil mengerang kesal. Eddie bersiul dan menghadap ke arah Dayu, kemudian mencengkeram celananya kemudian menurunkannya. Batang penisnya tak sepanjang milik Dave namun jauh lebih besar. Benar-benar cukup besar untuk mengundang siulan dan teriakan dari para wanita. Dayu menatapnya dengan senyum birahi tergambar pada wajahnya. Belum pernah diamenatap bang penisku dengan ekspresi seperti itu sebelumnya.
Dayu bersiap untuk serve berikutnya dan berteriak pada seorang pria yang tak kukenal, “Hey, Don! Mau bertaruh yang sama juga?”
Doni melihat ke arah Eddie, lalu beralih ke dada isteriku dan kemudian menjawab, “Tentu saja!”
Dayu memberikan sebuah serve penuh tenaga lagi, namun kali ini para pria sudah lebih siap menyambutnya. Salah seorang pria melompat menyambut datangnya bola, bola tersebut melayang cukup tinggi bagi Dave untuk menyambutnya dengan smash yang keras. Para wanita terlihat terkejut dengan serangan tersebut, dan begitu bola mendarat mulus diatas pasir, para pria berteriak menyambutnya, “Lepas! Lepas!”
Dayu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganna, dia tertawa malu, lalu tangannya bergerak kebelakang tubuhnya untuk melepaskan penutup dadanya. Dia menahannya didada untuk beberpa saatdan kemudian melepas kain penutup dada tersebut ke samping. Payudara bulat indahnya yang dihiasi putting merah mencuat terpampang jelas tanpa penghalang lagi. Para pria mulai bersiut dan berteriak menyambutnya, sedangkan Dayu tampak memerah wajahnya dan tertawa.
Dayu memainkan sisa pertandingan dengan bertelanjang dada, membuat semua orang mendapatkan sebuah tontonan indah. Setiap kali dia berlari atau melompat untuk mengembalikan bola, payudaranya akan memantul dengan seksi. Kuperhatikan semua selangkangan para pria terlihat menonjol karena ereksinya melihat semua gerakan isteriku, khususunya Eddie.
Tak lama kemudian game tersebut berakhir dengan kemenangan dipihak team isteriku. Dayu dia berjalan memungut penutup dadanya, tapi tak memakainya kembali. Lalu dia berjalan menghampiri Eddie, yang baru saja mengambil celananya. Kuamati dia agak merentangkan punggungnya ke belakang, membuat payudaranya lebih menonjol kedepan. Mereka mulai mengobrolkan sesuatu, dan kuperhatikan pandangan isteriku lebih sering tertuju pada batang penis besarnya Eddie dan mata Eddie seakan juga tak mau lepas dari dada isteriku.
Eddie mengucapkan sesuatu, lalu mendorongkan batang penisnya kearah isteriku. Dayu tertawa genit dan menggelengkan kepalanya, tapi pandangannya tak beralih dari batang penis tersebut. Eddie tetap pada posisinya, tak bergerak dan setelah beberapa lama tangan isteriku menggapai ke depan dan menggenggam batang penis milik Eddie. Dia memeganginya sejenak, kemudian dia sedikit menggoyangkannya dan dia tertawa senang.
Eddie juga tertawa, kemudian tangannya terjulur kedepan dan menarik bagian depan dari kain penutup selangkangan yang dipakai Dayu. Dia membungkuk kedepan untuk mengintip vagina isteriku, sedangkan Dayu menjerit malu namun tak berusaha menghentikannya.
Tiba-tiba saja Eddie menyentakkannya turun hingga ke pergelangan kaki isteriku. Dayu menjerit, membuat semua orang menoleh ke arahnya dan menyaksikan vaginanya yang dihiasi rambut tercukur rapi terekspos penuh. Tubuh indah isteriku telah telanjang seutuhnya sekarang, dan ekspresi malunya semakin membuatnya terlihat sangat cantik.
Dengan cepat Dayu menaikkan penutup tubuh bawahnya dengan diiringi sorakan para pria, namun dia tak memakai kembali penutup dadanya. Matahari sudah mulai beranjak ke peraduannya sekarang, lalu Kristin meminta semua orang untuk kembali ke resort, semuanya diminta untuk berkumpul kembali di hot tub jam 10 nanti.
Kami mulai berkemas dan berjalan menuju mobil, kami berjalan dengan santai dan saat kami tiba ke tempat parkir, yang tersisa hanya sebuah mini-van kecil dan orang yang masih ada berjumlah delapan orang. Iseriku adalah satu-satunya wanita dikelompuk ini dan pria yang kukenal dalam grup ini hanyalah Gary dan Dave. Garry naik ke kursi pengemudi dan menyuruh kita semua untuk segera masuk ke dalam mobil.
Barusaja aku hendak menyuruh isteriku agar duduk di kursi belakang, namun Dave yang berada dikursi depan berkata, “Hey, Dayu, duduk disini saja, kupangku! Biar semuanya cukup.”
Dayu sama sekali tak melirikku untuk meminta persetujuan. “Oke,” dia tertawa manja, “Tapi jangan macam-macam!” Kemudian dia naik ke pangkuan Dave, dengan masih hanya memakai penutup tubuh bawahnya saja. Para pria yang lainnya dengan cepat saling berebut naikke kursi tengah, membuatku terpaksa duduk jauh dibelakang.
Semua orang kecuali aku dan Gary sudah dalam keadaan lumayan mabuk. Aku duduk dibelakang, disamping seorang pria yang keadaannya sudah mabuk berat, dan berbicara tentang sepak bola dengan suara yang sangat keras. Semua orang nampak asik dengan topik yang diangkat pria ini, jadi ada empat orang pria yang mabuk saling teriak satu sama lainnya dalam mini-van ini.
Aku tak begitu ingin ikut masuk dalam pembicaraan mereka, karena aku ingin konsentrasi mengawasi isteriku yang berada di depan. Aku tak mau Dave mengambil kesempatan dlam situasi ini. Sudut pandangnku sangat kurang menguntungkan dan aku harus membungkuk ke depan untuk dapat melihat apa yang terjadi dikursi depan.
Pada awalnya kulihat isteriku nampak bersandar ke tubuh Dave di belakangnya, yang berusaha memasang sabuk pengaman ke tubuh mereka berdua. Itu membuatnya harus meraih kedepan dan tangannya menyentuh payudara Dayu karenanya. Dave melakukannya lebih lama dari yang seharusnya, tapi Dayu hanya membiarkannya saja.
Kami mulai memasuki jalanan yang jelek, membuat mini-van ini melompat-lompat dan yang berada didalamnya terguncang. Ditengah guncangan yang terjadi itu kuamati tangan Dave yang semula berada di dada Dayu bergeser ke pahanya. Keduanya asik mengobrol dan tertawa-tawa, tapi karena keberadaanku di belakang dan ditambah pula suar berisik para pria mabuk ini yang membicarakan sepak bola dengan sura yang keras membuatku dapat mendengar apa yang tengah dibcarakan Dayu dengan Dave.
Satu dari pria mabuk ini menoleh padaku dan bertanya tentang team sepak boal favoritku. Aku berusaha untuk tetapa fokus pada kejadian di kursi depan, tapi aku tak ingin menarik perhatian para pria mabuk ini. Jadi kujawab pertanyaaan pria tersebut dan mulai masuk dalam perbicangan tentang sepak bola ini. Jalanan yang kami lalui bertambah semakin parah, dan aku harus susah payah menjaga posisiku agar tetap stabil dan pada perbincangan tersebut.
Saat akhirnya aku bisa melirik ke arah depan lagi, keperhatikan Dayu dan Dave sudah tak memakai sabuk pengaman lagi. Tak ada yang kelihatan aneh. Tangan Dave masih berada dipinggang isteriku, meskipun sekarang posisi duduk Dayu agak lebih naik di pangkuan Dave dan terguncang naik turun. Kupikir guncangan tersebut disebabkan oleh buruknya kondisi jalan, namun saat mobil berhenti dilampu merah, kuperhatikan tubuh Dayu tetap bergerak naik turun. Aku tak bisa melihat ekspresi keduanya dan tiba-tiba saja sebuah prasangka buruk menyergap otakku, mungkin saat ini Dave sedang menyetubuhinya. Kecurigaanku semakin besar saat kuamati mereka berdua sama sekali diam tak saling bicara.
Disisa perjalanan aku membungkuk ke depan dan mengamati tubuh isteriku terayun naik turun, menerka-nerka tentang kemungkinan kemungkin yang terjadi dikursi depan. Setelah sekitar dua puluh menitan, mobil berbelok arah dan sudah tampak resort di depan.
Aku yang paling terakhir keluar dari dalam mobil dan aku bergegas menyusul Dayu yang sudah berjalan didepan bersama Dave dan Gary. Saat akhirnya aku berhasil menyusulnya, kuperhatikan kalau wajahnya tampak memerah dan dia sedikit berkeringat.
“Hey,” kataku, saat semua pria sudah berjalan menjauh didepan. “Apa yang sudah terjadi dikursi depan tadi?”
“Apa? Apa yang sudah kamu lihat?” tanyanya, terdengar terkejut namun juga bersemangat.
“Aku tak bisa melihat, tapi kuperhatikan kalau Dave terlihat sangat menikmati keadaannya,” jawabku mencoba berkilah.
“Jangan marah, sayang, kami hanya bercanda saja,” dia mulai menjelaskan. “Dave terus mengeluh tentang celananya yang sangat sesak, jadi aku menyuruhnya untuk menurunkannya sedikit kalau dia mau. Sebenarnya aku cuma bercanda dan bermaksud menggodanya saja. Aku tak bermaksud agar dia benar-benar melakukannya, tapi dia sungguh-sungguh melakukannya. Andai saja kamu melihat betapa batang penisnya sungguh sangat besar ” terangnya dengan suara pelan namun punuh gairah
“Sayang, batang penisnya itu sungguh besar. Aku menggeseknya dengan pantatku beberapa saat. Lalu dia sepertinya menarik penutup tubuh bawahku kesamping dan kepala penisnya menyelinap masuk ke dalam bibir vaginaku begitu saja. Aku rasa itu tak sengaja. Dan kamu tahu kondisi jalannya yang sangat parah kan? Tubuhku jadi terangkat naik turun dan itu membuat batang penisnya semakin masuk bertambah dalam, hingga akhirnya… kamu mungkin tak percaya sayang, batang penisnya jadi masuk semuanya! Tapi baru sebentar saja aku merasakan vaginaku terisi penuh, mobilnya menghantam gundukan yang besar dan batang penisnya jadi tercabut keluar begitu saja, lalu kubetulkan lagi penutup tubuh bawahku dan selesai, itu saja.”
Ekspresi wajahnya jadi bergairah dan menghiba disaat yang bersamaan. “Tak apa-apa kan sayang? Bukan masalah besar kan? Ini benar-benar kecelakaan dan lagipula dia tak sampai keluar.”
Aku sama sekali tak mampu bicara. Isteriku telah berterus terang dengan sangat gamblang kalau dia baru saja menyetubuhi seorang pria. Tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku tak mungkin membuat keributan besar di resort ini, di hadapan semua orang.
“Yah… kalau dia tak sampai keluar, kurasa itu tak maslah,” akhirnya jawabku lirih.
“Kamu sungguh suami yang sangat pengertian sayang!” teriaknya senang sambil memelukku. “Ayo, kita cari sesuatu untuk makan malam!”


>TAMAT<